UU P2SK Bikin Pelaku Industri Kuat Hadapi Krisis, Bagaimana Caranya?

Jakarta: Omnibus Law Sektor Jasa Keuangan dinilai dapat memperkuat kemampuan pelaku industri menghadapi berbagai skenario keuangan, mulai dari tantangan global hingga mengadopsi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Managing Partner of Hanafiah Ponggawa & Partners (Dentons HPRP) Sartono mengatakan Omnibus Law atau Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengatur beberapa hal yang sangat krusial.

“UU P2SK, diharapkan dapat memperkuat tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik, untuk kesejahteraan dan perlindungan konsumen,” jelas Sartono, dalam Seminar ‘Dentons HPRP Law and Regulations Outlook 2023: Omnibus Law Sektor Keuangan: Tantangan dan Antisipasi’, di Hotel Shangri-la, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin, 20 Februari 2023.

Sartono mengatakan seminar digelar untuk peringatan HUT Dentons HPRP ke-33 tahun berkiprah di Indonesia, sejak didirikan 1990. Seminar ini, jelasnya, diharapkan menjadi kontribusi positif Dentons HPRP kepada publik, sehingga dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Di tempat yang sama, saat menyampaikan keynote speech-nya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan dalam mereformasi sektor keuangan melalui UU P2SK mengacu kepada lima pilar:

  1. Memperkuat kepercayaan kepada lembaga industri jasa keuangan.
  2. Logika mengenai digital dan inovasi sektor keuangan.
  3. Menciptakan upaya mendorong akumulasi dana jangka panjang.
  4. Perlindungan negara terhadap konsumen produk keuangan.
  5. Literasi dan inklusi sektor keuangan.

Koordinasi regulasi sektor keuangan dan riil

Ekonom Senior Indef Aviliani menyoroti pentingnya koordinasi regulasi sektor keuangan dengan sektor ril. Dia mencontohkan, saat pandemi covid-19, OJK merilis retrukturisasi kredit dan pembiayaan, tetapi sektor riil tidak tumbuh, sehingga tidak dapat memanfaatkan fasilitas itu.

“Contoh lain ada regulasi penyaluran kredit minimal 30 persen ke UMKM. Namun, sektor riil tidak ada pertumbuhan kinerja UMKM, sehingga kredit tidak diserap UMKM,” jelas Aviliani.

Sementara itu, Analis Eksekutif Senior, Departemen Hukum OJK Greta Joice Siahaan merangkum prioritas OJK dalam lanskap reformasi sektor keuangan dalam UU P2SK, yaitu kebijakan spin off dan konsolidasi unit usaha syariah bank, perusahaan asuransi perusahaan penjaminan.

“Persiapan implementasi penjaminan polis yang harus dibentuk pada 2028, penguatan pengawasan prilaku pasar (market conduct). UU P2SK juga memberikan amanat baru, yaitu koperasi, aset keuangan digital, dan aset kripto,” terang Greta.

Di sisi lain, Partner Dentons HPRP Erwin Kurnia Winenda membahas peluang UU P2SK dari sisi penambahan ruang lingkup BPR, serta pengaturan Badan Pengelola Instrumen Keuangan dan Pengelola Dana Perwalian (Trustee) badan hukum atau perseorangan.

“UU P2SK mengatur soal lembaga trust. Bukan dalam arti wali amanat yang sudah ada sekarang. Namun, lebih mengadopsi trust pada system common law. Namun, aturan ini masih perlu aturan implementasi yang jelas yang dilihat dari berbagai sisi antara lain, perpajakan pada saat penyerahan aset yang dikelola kepada trustee, maupun pengembalian aset yang dikelola kepada beneficiary, kemudian dari sisi kepailitan apabila yang dipailitkan adalah pemilik aset yang diserahkan untuk dikelola, belum lagi penggunaan jasa trust ini oleh pihak asing yang dapat menghindari batasan kepemilikan asing pada suatu usaha di Indonesia, kemudian dari sisi pasar modal yang bisa terkait dengan transaksi benturan kepentingan atau pihak pengendali, serta dari sisi data protection sampai sejauh mana data dari pihak-pihak dalam trust ini dapat dijaga,” paparnya.

Adopsi ESG di sektor keuangan

Sementara itu, Pemimpin Divisi Legal BNI Johansyah Erwin, mengatakan BNI melihat peluang menciptakan ekosistem keuangan berkelanjutan dalam UU P2SK. Hingga akhir 2022, BNI telah mengalokasikan 28,5 persen kredit untuk green bank.

“Di BNI kami memperkuat Environmental Social Governance (ESG), ada Komite ESG dan work unit yang khusus mengembangkan dan arus utamakan dalam konteks bisnis dalam keseharian. Terus diadopsi agar mendukung usaha dalam konteks mengatasi perubahan iklim,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengatakan penerapan ESG saat ini tidak bisa dihindari lagi karena keuntungan bisnis tidak lagi hanya mengandalkan laba dari kinerja keuangan.

Investor, menurutnya, melihat ESG sebagai faktor pengurang risiko investasi, seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim, hak azasi manusia dan transparansi perlindungan konsumen.

“Saya adalah contoh, perusahaan yang sedang menerapkan ESG di perusahaan kami. Kelompok usaha di Indonesia ini memang sudah agak ketinggalan menerapkan ESG, terus terang. Namun, itu tidak cukup diregulasi, harus adanya kesadaran dari dalam perusahaan keuangan,” ujarnya.

Partner Dentons Rodyk, Singapura, Ipshita Chaturvedi, mengatakan dengan mengabaikan ESG, kerugian jangka panjang akan semakin besar. Pada 2021, dana mengatasi dampak perubahan iklim USD850 miliar hingga USD940 miliar. Angka ini naik sebesar 28 persen hingga 42 persen dari 2020.

Sebagai pembicara terakhir, Partner Dentons HPRP Fabian Buddy Pascoal menambahkan UU P2SK mengharuskan industri keuangan menerapkan sistem berkelanjutan untuk mengintegrasikan konservasi lingkungan, tata kelola perusahaan dan kehidupan sosial masyarakat.

“Kepentingan ekologi dan ekonomi harus berjalan beriring. Manusia bisa mengampuni, tetapi alam tidak bisa. Satu hal lagi yang perlu kita ingat, kita hidup dalam ‘satu perahu’ yakni Planet Bumi. Kita punya panggilan yang sama menyelamatkan ‘perahu bersama kita’ tersebut dengan menerapkan ESG,” papar Fabian.

Sumber: UU P2SK Bikin Pelaku Industri Kuat Hadapi Krisis, Bagaimana Caranya? – Medcom.id

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.