JAKARTA – Pelaku usaha industri kelapa sawit mendesak pemerintah menetapkan sawit sebagai tanaman hutan. Selain melindungi komoditas perkebunan itu dari serangan kampanye negatif, langkah itu juga mendukung kelangsungan pertumbuhan industri tersebut di Tanah Air.
Sekretaris Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Teguh Patriawan mengatakan, saat ini ada ketidaksin kronan kebijakan antara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai instansi yang mengurusi subsektor sawit. Pada Agustus 2011, Kemenhut telah menerbitkan Permenhut No 62 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanam an Industri (IUP-HHK/HTI), namun Permenhut tersebut hanya berlaku satu bulan satu hari karena Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kemudian mencabut aturan itu. “Sudah saatnya pemerintahmemasukkan sawit sebagai tanamanhutan sebagai bentuk dukung an atas industri kelapa sawit nasional,” kata dia di Jakarta, baru-baru ini.
Sebelumnya, Kemenhut sempat mengakui kelapa sawit sebagai tanam an hutan melalui Permenhut No 62 Tahun 2011. Namun baru sebulan diterbitkan, Kemenhut mencabut atur an tersebut karena banyak yang menentang. Aturan pun dikembalikan ke Kepmenhut dan Perkebunan No 614 Tahun 1999 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Campuran. Dalam pasal 2 dari Permenhut No 62 Tahun 2011, jenis tanaman tahunan berkayu yang kayunya dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri dalam pembangunan hutan tanaman berbagai jenis antara lain meliputi karet, kelapa, dan atau sawit. Dengan adanya aturan ini, sawit yang selama ini hanya boleh ditanamdi areal perkebunan dapat ditanam di HTI.
Menurut Teguh, hanya di Indonesia, sawit belum ditetapkan sebagai tanaman hutan. Meski sawit sudah memenuhi kriteria, yakni dari sisi tutupan, usianya yang 25-30 tahun, danmampumenyerap karbondioksida (CO2). Di awal pembangunan perkebunan sawit, memang terjadi emisi karbon, tetapi itu ditutup selama 30 tahun karena tanaman menghasilkan oksigen. Masa hidup sawit yang relatif lama sangat berbeda dengan tanaman semusim lainnya yang jugamenghasilkanminyak nabati yang hanya berusia 3-9 bulan. “Universitas Maryland juga telahmengakui sawit sebagai tanaman hutan,” kata Teguh.
Berdasarkan definisi hutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jika suatu kawasan dengan tutupan lebih dari 10% dengan luas lebih dari 0,5 hektare (ha) yang ditutup pohon de ngan ketinggian lebih dari 5 meter, itu sudah masuk sebagai kawasan hutan. Definisi hutan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) juga hampir sama, yaitu luas tutupan hampir 10% dengan areal minimal 0,5% ha. “Kawasan hutan juga disebutkan dapat dimanfaatkan secara ekonomi, seperti ditanami karet atau pinus,” ungkap Teguh.
Dia menilai, belum diakuinya sawit sebagai tanaman hutan adalah salah satu alasan industri sawit nasional selalu diserang kampanye negatif. Sedangkan industri sawit Malaysia tidak pernah di serang kampanye negatif karena peme rintahnya tidak pernah mengklaim masihmemiliki hutanalam. “Sejak1990, Malaysia sudah mengumumkan no virgin forest atau sudah tidak memiliki hutan alam tetapi sudah diganti dengan sawit,” papar Teguh.
Ke depan, kata dia, pemerintah perlu melakukan langkah yang sama. Namun, bukan berarti seluruh hutan dibabat habis dan diganti dengan sawit, karena ada daerah_daerah yang memiliki nilai konservasi. Pasalnya, sawit tidak 100% memiliki konservasi, meski mempunyai tutupan dan menye rap karbon. Jadi, hutan alam memang sudah seharusnya tidak dijadikan kebun sawit. “Yang tidak kalah penting ke depan adalah menyadarkan para lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengenai nasionalismenya. Sebab, kampanye yangmereka lakukan saat ini telah banyak merugikan kepentingan bangsa dan negara,” ungkap Teguh.
Belum Dipertimbangkan
Sementara itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memberi sinyal bahwa Kemenhut belum akan mempertimbangkan untuk merevisi kembali Permenhut No 62 Tahun 2011 tersebut karena aturannya memang tidak sesuai. “Tidak. Menurut aturannya tidak seperti itu,” kata dia.
Direktur Inventarisasi Sumber Daya KehutananDitjen Planologi Kemenhut Yuyu Rahayu mengakui, tanaman kelapa sawit hingga kini memang belum dianggap sebagai bagian dari tanaman hutan. Karena itu, saat kawasan hutan beralih fungsi menjadi perkebunan muncul kesan bahwa kawasan hutan itu hilang, inilah yang membuat isu deforestasi begitu kental pada sektor perkebunan kelapa sawit di Tanah Air. Berbeda dengan Malaysia yang sudah mengakui sawit sebagai tanaman hutan, karena itu ketika kawasan hutan beralih menjadi kebun sawit tidak dianggap sebagai deforestasi.
Yuyu mengatakan, isu deforestasi pada sektor perkebunan kelapa sawit memang besar. Saat kawasan hutan beralih fungsi menjadi kebun sawit kesannya adalahkawasanhutan ituhilang. Padahal, kawasan tersebut telah menjadi kebun dan tetap ada tutupannya. DiMalaysia, sawit sudahdiakui sebagai tanaman hutan sehingga pembukaan kawasan hutan untuk kebun sawit tidak dianggap deforestasi. Meski demikian, untuk melawan isu deforestasi pada sawit, tidak serta merta komoditas itu harus diakui menjadi tanaman hutan. “Harus dapat dihitung berapa besar penyerapan karbon tanaman sawit. Se perti halnya tanaman lainnya, sawit tidak hanya mengeluarkan emisi tetapi juga menyerap karbon,” ujar Yuyu.
Investor Daily, Senin 4 Agustus 2014, hal. 7