RUU Kelautan Selesai Tahun Ini

JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Kelautan ditargetkan tuntas sebelum berakhirnya Kabinet Indonesia Bersatu II dan dimulainya pemerintahan baru. Penyelesaian RUU itu tertunda sejak 2001 atau terhenti 13 tahun.
”Kami menargetkan untuk menuntaskan RUU Kelautan sebelum masa pemerintahan berakhir. Dengan demikian, pemerintahan baru mendatang sudah memiliki UU Kelautan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo di sela-sela acara buka puasa bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Sabtu (19/7).
Nantinya, UU Kelautan berperan sebagai payung hukum pengelolaan ekonomi laut, ikan, zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan negara kepulauan, termasuk aspek perdatanya. UU Kelautan mengoordinasikan 17 kementerian dan lembaga terkait pengelolaan laut dan sumber daya yang terkandung di dalamnya, termasuk di antaranya pengaturan pengelolaan laut lepas dan ZEE Indonesia berjarak lebih dari 12-200 mil dari pesisir pantai yang selama ini belum diatur.
Sebelumnya, ahli hukum laut dari Universitas Indonesia, Chandra Motik, mengatakan, regulasi kelautan yang dilupakan pemerintah hingga kini adalah UU Kelautan dan UU Maritim. Minimnya visi kelautan menyebabkan Indonesia sebagai negara kepulauan belum mampu bangkit menjadi negara maritim.
Koordinasi
Menurut Sharif, kesepakatan untuk menuntaskan RUU Kelautan telah dikoordinasikan dengan Ketua DPR, kementerian, dan lembaga terkait. Penyelesaian RUU Kelautan selama ini tersendat akibat lemahnya koordinasi serta tarik-menarik kepentingan antar-kementerian dan lembaga.
Substansi UU Kelautan bersinergi dengan UU lain dari kementerian terkait pengelolaan kelautan. UU tersebut untuk fungsi koordinasi, bukan intervensi.
Ke depannya, diharapkan ada badan atau lembaga khusus yang berfungsi untuk koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk pengelolaan laut.
Sampai saat ini, tata kelola laut Indonesia masih semrawut. Dasar laut, misalnya, dipenuhi pipa dan kabel bawah laut yang serabutan. Selain itu, ada juga pengelolaan mineral serta minyak dan gas yang kerap berbenturan dengan alur transportasi dan lalu lintas laut.
Sektor kelautan dengan luas dua pertiga wilayah Indonesia dan panjang pantai 95.181 kilometer—terpanjang kedua di dunia—masih belum dimanfaatkan secara optimal.
Sharif menambahkan, Indonesia hingga kini belum mampu menjadi negara maritim. Bahkan, Indonesia jauh tertinggal dari Tiongkok sebagai negara daratan, tetapi menyatakan diri sebagai negara maritim karena ditopang industri maritim yang maju.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Yugi Prayanto mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah mendatang adalah membentuk Bulog Perikanan untuk menyangga stok ikan nasional dan menjaga kestabilan harga ikan nelayan. Persoalan besar perikanan selama ini adalah produksi yang tak menentu akibat perubahan iklim dan harga jual yang fluktuatif.
”Persoalan klasik perikanan adalah produksi dan harga yang tidak menentu. Saat nelayan panen, harga jual ikan jatuh. Sebaliknya, saat musim paceklik harga naik, tetapi ikan sulit didapat,” ujarnya. (LKT)
Kompas 21072014 Hal. 18

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Leave a Comment