Pengusaha Siap Tambah Kapasitas Pabrik Biodiesel

JAKARTA – Pelaku usaha siap menambah kapasitas pabrik biodiesel seiring akan diimplementasikannya kebijakan mandatori biodiesel 20% (B20) mulai 2016. Kebijakan B20 membutuhkan sedikitnya 7-8 juta kiloliter (kl) biodiesel per tahunnya, sementara itu saat ini kapasitas pabrik di Tanah Air hanya sebesar 5,6-5,7 juta kl.
Ketua Asosiasi Produsen Oleochemi­ cal Indonesia (Apolin) Togar Sitanggang meng­ungkapkan, pemerintah telahmemu­ lai uji coba B20 denganmelakukan uji jalan (road test) pada enam kendaraan, Kamis (17/7).
Apabila B20 menjadi mandatori mulai 2016, kapasitas produksi in­dustri biodiesel dalam negeri akan me­ningkat dua kali lipat dari saat ini 5,6-5,7 juta kl. Di sisi lain, Indonesia juga akan men­jadi ne­ gara pertama di dunia yang me­nerapkan B20, padahal Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) masih B7,5. “Apabila sampai pada tahap itu, Indo­ nesia perlu membangun pabrik biodiesel baru dari kapasitas produksi saat ini. Bagi produsen tidak sulit untuk menggenjot pro­duksi atau menambah kapasitas pa­ brik, asal harga menguntungkan. Sejum­ lah produsen juga sempat melakukan uji coba hingga B80 dan tidak ada masalah,” kata dia di Jakarta, pekan lalu.
Dalam catatan Kementerian ESDM, kapasitas terpasang pabrik bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel sebanyak 5,6 juta kl per tahun yang berasal dari 25 izin usaha niaga BBN. Namun saat ini, izin yang masih aktif berproduksi hanya 14 produsen dengan kapasitas 4,6 juta kl. Pada 2013, produksi biodiesel mencapai 2,8 juta kl atau naik 24% dari 2012 yang hanya 2,2 juta kl.
Kementerian ESDM menilai, tingkat pro­duksi biodiesel yang masih di bawah kapasitas terpasang masih membuka pe­luang pemanfaatn bahan bakar jenis ter­sebut untukmensubstitusi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di dalam ne­ geri. Programbiodiesel sejak 1 September 2013 telah ditingkatkan dari 7,5% menjadi 10% (B10) melalui Permen ESDM No 25 Tahun 2013. Melalui aturan itu, pencam­ puran akan ditingkatkan menjadi 20% (B20) mulai 2016.
Togar mengungkapkan, kebijakanman­ datori biodiesel itu mampu mendorong produsen untuk berinvestasi guna men­ ingkatkan kapasitas pabrik atau malah membangun pabrik baru. Contohnya, Sinar Mas yang membangun pabrik biodiesel berkapasitas 450 ribu kl per tahun di Dumai dan Sucofindo di Cilegon. Namun demikian, Apolin tidak memiliki angka in­vestasinya, termasuk peluang penambahan investasi biodiesel dengan mandatori B20.
“Kami belumbisa sebut berapa investasi untuk penambahan kapasitas atau pem­ bangunan pabrik biodiesel baru tersebut. Yang pasti produsen siap untuk berinves­ tasi. Sekali lagi jaminan harga menjadi penting, saat ini harga patokan biodiesel belum menarik,” kata dia.
Menurut Togar Sitanggang, saat ini harga patokan biodiesel masih mengacu MOPS (Mean of Platts Singapore) dan HPE (Harga Patokan Ekspor) selama satu tahun yang sudah berlaku sejak 2007. Harga patokan itu tidak sesuai karena MOPS berbasis minyak fosil, sedangkan biodiesel berbasis minyak nabati, artinya dua komoditas yang dihitung berbeda. Selama Februari-April 2014, perbedaan MOPS dan HPEmencapai 50-60% per ton.
Dia mengungkapkan, saat ini memang tengah dikaji harga patokan biodiesel yang baru dengan tidak lagi menggunakan MOPS, namun masihdeadlockdengan PT Pertamina. Apolin sendiri mengusulkan agar harga patokan biodiesel mengguna­ kanMOPS biodiesel dan bisa diluncurkan akhir tahun ini. Usulan ini telah dibahas oleh Dewan Energi Nasional (DEN).
“Selama harga belum ekonomis, ekspor masihmenjadi pilihan. Formula harga bio­ diesel yang menguntungkan adalah harga minyak sawit ditambah US$ 150 dikali kl. Sedangkan harga biodiesel berdasarkan HPE dan MOPS rata-rata US$ 887 per kl dan US$ 890 per kl,” kata dia.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit In­donesia (Gapki) Tungkot Sipayung pernah memperkirakan, pengembangan industri biodiesel di Tanahmembutuhkan investasi Rp 6 triliun guna meningkatkan kapasitasnya dari saat ini. Pelaku usaha siap untuk menggelontorkan dananya un­tuk pengembangan tersebut, namun karena kebijakan pemerintah yang tidak konsisten membuat investasi tersebut belum berjalan sesuai harapan.
Tungkot mengatakan, idealnya investasi untuk pengembangan industri biodiesel nasional hingga mencapai mandatori BBN sebesar 30%mencapai Rp 6 triliun. Itu baru untuk pengembangan industri biodiesel, sedangkan kebutuhan investasi untuk in­dustri turunan minyak sawit lainnya diperkirakan lebih besar.
“Pelaku usaha sangat mampu dalam menyediakan investasi tersebut. Namun, investasi tersebut saat ini belum berjalan seperti yang diharapkan karena pengu­ saha masih menghadapi inkonsis­tensi kebijakan pemerintah, seper ti suku bu­nga yang terlalu tinggi, harga, dan infrastruktur yang kurang mendukung,” kata Tungkot.
Berjalan Sukses
Dalam kesempatan itu, Togar menga­ takan, uji coba B20 selama Juli-Oktober 2014 dilakukan dengan menggandeng produsen otomotif anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), yaitu Toyota, Chevrolet, dan Mitsubishi. Jalur wajib dalam uji coba kendaraan dengan bahan bakar B20 ter­ sebut adalah jalur pegunungan dan datar sejauh 500 kilometer (km). Daerah yang dilewati meliputi Serpong, Jagorawi, Puncak, Bandung, Lembang, Sumedang, Cirebon, dan Cikampek.
Menurut Togar Sitanggang, Toyota bah­kan telah meminta uji coba dengan B20 sejauh 40 ribu km atau 500 km per hari selama tiga bulan. Produsen asal Je­pang itu berniat meningkatkan uji co­ banya hingga 100 ribu km selama 5-6 bulan ke depan. Sedangkan Chevrolet dalam panduan manualnya menyebutkan bahwa mesinnya sejauh ini sudah dapat menerima B5.
“Produsen biodiesel menaruh harapan besar terhadap keberhasilan uji coba B20 karena adanya dukungan dari Chevrolet yang dapat membuka pasar mempro­ mosikan ke AS, Toyota dan Mitsubishi ke Jepang. Kami yakin ini akan berjalan sukses,” kata dia.
Selain untuk industri otomotif, menu­ rut dia, biodiesel juga berpotensi untuk di­manfaatkan oleh pembangkit listrik. Apolin telah bertemu dengan produsen genset dari Jepang yang telah melakukan uji coba penggunaan 100% bahan bakar dari minyak goreng bekas dan berhasil. Sedangkan di Italia minyak goreng dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar genset.
“Namun, penyerapan biodiesel di dalam negeri masih menghadapi kendala. Salah satunya yaitu penyerapan biodiesel saat ini lebih banyak untuk BBM PSO (ber­ subsidi), sedangkan industri tambang dan trasnportasi belum benar-benar membeli dari produsen dalamnegeri dengan alasan belummemiliki mesinblending. Itu artinya mereka tidak wajib melaksanakan manda­ tori,” ujar dia.
Dia juga mengatakan, ekspor bio­ diesel masih relatif besar, meski tahun ini diprediksi hanya 800 ribu kl atau 75% dari realisasi tahun lalu 1,2 juta kl. Salah satu pemicu ekspor turun drastis adalah ekspor ke Uni Eropa yang melorot 50% dibanding 2013. Sejumlah perusahaan yang masih ekspor biodiesel di antaranya Wilmar, Ciliandra, dan Musimas. Produs­ en biodiesel nasional saat ini sudah tidak mau lagi ekspor ke UE dan mengalihkan produknya ke pasar pengganti, seperti Tiongkok, India, dan Korea Selatan. (tl)
Investor Daily, 21 Juli 2014, hal. 7

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment