Direct Nikel dan Antam Cari Dana US$ 1 M.

JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan perusahaan ekstraksi nikel asal Australia, Direct Nickel Pty Ltd (Dni), tengah mencari pendanaan sekitar US$ 800 jutaUS$ 1 milliar untuk pembangunan pabrik pengolahan nikel laterit di Halmahera, Maluku Utara.
Direktur Keuangan Aneka Tambang (Antam) Djaja Tambunan mengatakan, saat ini perseroan mengantongi tidak sampai 15% kepemilikan proyek tersebut, sedangkan sisanya dikendalikan oleh Direct Nickel. Dengan demikian, sebagian besar pendanaan akan dicari oleh Direct Nickel.
“Proyek ini nilainya sangat besar, Direct Nikel pun tengah keliling mencari pendanaan. Lokasi pabriknya sudah ditentukan, rencananya dekat dengan pabrik Antam yang sudah ada di Halmahera.” jelas Djaja di Jakarta, akhir pekan lalu.
Rencananya, lanjut Djaja, setelah Direct Nickel mendapatkan kepastian mitra untuk pendanaan pabrik pengolahantersebut, perseroan bakal bergerak mencari vendor untuk kewajiban pendanaan sesuai porsi kepemilikan Antam.
“Sejauh ini, porsi pendanaan dari Antam akan ditalangi terlebih dahulu oleh Direct Nickel,” ungkap dia.
Djaja menambahkan, suatu saat nanti, Antam memiliki opsi untuk menambah kepemilikan pada pabrik nikel tersebut menjadi mayoritas atau lebih dari 50%. Hanya saja, sekarang masih terlalu dini untuk menargetkan kapan porsi kepemilikan Antam tersebut ditambah.
“Proses pembangunannya masih lama, saya belum berani komentar lebih jauh. Fokus kami sekarang adalah menyelesaikan proyek-proyek Antam supaya rampung sesuai target,” tutur dia.
Antam telah menandatangani nota kesepahaman dengan Direct Nickel pada Juli 2013. Sebagai langkah awal, kedua belah pihak mulai melakukan studi kelayakan di pabrik pengolahan DNi yang berada di Buli, Halmahera.
Studi kelayakan tersebut diharapkan selesai pada awal 2015 mendatang. Pada tahap pertama, pabrik ini diperkirakan mampu memproduksi sekitar 10.00015.000 ton nikel per tahun.
Capex 2015
Antam menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) tahun depan senilai US$ 150 juta. Perseroan pun tengah menjajaki fasilitas pinjaman senilai US$ 100 juta untuk kebutuhan investasi tersebut.
Djaja Tambunan mengatakan, perseroan mencari pinjaman untuk kebutuhan capex 2015 dari sejumlah bank milik badan usaha milik negara (BUMN) dan bank swasta. Perseroan mengincar pinjaman dengan tenor minimal tiga tahun. Pinjaman tersebut diharapkandapat dikantongi pada kuartal III-2014.
“Kami jajaki pinjaman melalui club bill atau sindikasi kurang dari 10 bank. Proposal sudah diajukan, tingkat bunga belum diketahui. Namun menurut mereka, ketersediaan pinjaman sudah ada,” jelas Djaja.
Menurut dia, sisa kebutuhan capex tahun depan senilai US$ 50 juta akan berasal dari kas internal. Rencananya, sekitar US$ 115-US$ 120 juta anggaran capex 2015 bakal diserap untuk Proyek Perluasan Pabrik Feronikel Pomalaa (P3FP) di Sulawesi Tenggara. Hingga Mei 2014, konstruksi proyek berkelanjutan tersebut sudah mencapai 53%.
P3FP, kataDjaja, akan terusmenjadi fokus utama perseroan. Proses pembangunan P3FP diperkirakan akan rampung pada kuartal III2014. Proyek yanggroundbreakingnya dimulai pada Februari 2013 ini diproyeksikan akanmenghabiskan dana hingga US$ 600 juta.
Antam pun sudah mendanai proyek tersebut dari berbagai aksi fund rising, termasuk dari penerbitan obligasi senilai Rp 3 triliun pada 2011. Dari obligasi tersebut, kata Djaja, perseroan menyerap Rp 2 triliun untuk P3FP. Proyek ini pun sudah didanai dari kas internal perseroan senilai US$ 150 juta, serta pinjaman Eximbank senilai US$ 160 juta.
Adapun P3FP adalah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pabrik feronikel dari 18.000-20.000 ton nikel dalam feronikel (Tni) menjadi 27.00030.000 TNi per tahun.
Pada pertengahan tahun ini Antam pun memutuskan untuk menurunkan investasi hampir separuh dari rencana semula. Menurut Djaja, perseroan menyusutkan capex dari Rp 4-5triliun menjadi maksimal Rp 2,8 triliun. Hingga semester I-2014, perseroan sudah menyerap capex sebanyak US$ 140 juta.
Dia menambahkan, penurunan investasi tersebut dipicu oleh harga komoditas nikel yang turun, serta upaya perseroan untuk menjaga arus kas. “Kami ber­ usaha untuk tidak terlalu banyak mengeluarkan pinjaman, supaya cash flow tetap terjaga,” jelasnya.
Sampai kuartal I-2014, total liabilitas perseroan sebesar Rp 9,02 triliun, dengan posisi utang jangka pendeknya sebesar Rp 3,92 triliun. Sementara jumlah ekuitas dan aset perseroan masing-masing sebesar Rp 12,42 triliun danRp 21,45 triliun. Dengan demikian, rasio utang terhadap modal atauDebt to Equity Ratio (DER) perseroan mencapai 0,72 kali, dan rasio utang terhadap asset atauDebt to Asset Ratio(DAR) sekitar 0,42 kali.
“Selama DER masih di bawah satu kali berarti masih bisa dikontrol. Utang jatuh tempo obligasi yang kami bayar setiap kuartalnya senilai Rp 60 miliar. Kami juga masih memiliki cadangan kas di atas Rp 2 triliun,” tutur Djaja.
Perseroan, lanjut dia, juga belum melihat kebutuhan yang mendesak untuk refinancing. Antam masih mempertimbangkan tingkat suku bunga dan kondisi pasar untuk penerbitan obligasi di tahun ini.
Investor Daily, 21 Juli 2014, hal. 14

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment