Renegoisasi Kontrak Karya Hendaknya Tanpa Pemaksaan

BANDUNG – Gugatan arbitrase internasional PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) terhadap pemerintah Indonesia merupakan akibat dari buntunya renegosiasi kontrak pertambangan. Penyesuaian Kontrak Karya terhadap Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, seharusnya dilakukan dengan itikad baik tanpa pemaksaan.
Demikian salah satu pembahasan yang muncul dalam Sidang Promosi Doktor Ilmu Pemerintahan ProgramPasca Sarjana Universitas Padjajaran yang digelar pada 18 Juli. Adapun Promovendus atau penyusun disertasinya ialah Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat W. Musyafirin dengan disertasi berjudul Implementasi Kebijakan Pertambangan dan Penanaman Modal Asing (Studi kasus kon­ trak karya antara Pemerintah Indonesia dan PT NNT di Kabupaten Sumbawa Barat).
Pada sesi mempertahankan disertasi, Prof. Dr. Drs. H. Dede Mariana selaku promotor mempertanyakan cara terbaik penyesuaian Kontrak Karya apabila ada peraturan baru yang ditetapkan seperti UU Minerba. Musyafirinmengatakan penyesuaian dapat dilakukan dengan tiga cara yakni pemaksaan, renegosiasi, serta bargaining (tawar-menawar). Dia menuturkan pemerintah tidak menerapkan metode pertama berupa pemaksaan penerapan ketentuanUU lantaran bisa menimbulkan permasalahan.
Kemudian langkah kedua ditempuh pemerintah dengan membentuk tim renegosiasi. Namun sayangnya proses renegosiasi berjalan alot lantaran pemerintah dan NNT mempertahankan rujukannya masing-masing yakni UU Minerba dan Kontrak Karya. “Penyesuaian ketiga melalui metode bargaining yang terbaik karena metode ini tanpa mengurangi hak kewajiban atau kedudukan masing-masing pihak,” kata Musyafirin di Bandung, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, motede bargaining pernah dilakukan oleh Pemkab Sumbawa Barat ketika ingin mengenakan sejumlah pungutan daerah seperti pajak penerangan jalan sekitar Rp 1 miliar per tahun. Padahal dalamKontrak Karya tidak mengatur pajak tersebut, sehingga sulit bagi Pemkab untuk menerapkannya.
Kesepakatan bargaining menyatakan tidak ada pungutan pajak tapi NNT bersedia memberikan kontribusi sebesar Rp 2,25 miliar untuk Pemkab. Menurutnya dengan metodebargainingmaka kedua belah pihak mendapatkan penyelesaian yang adil (winwin solution) tanpa mengganggu Kontrak Karya maupun ketentuan UU lainnya.
Ditemui usai sidang, Prof Dede menuturkan seharusnya renegosiasi dilandasi dengan itikad baik tanpa ada pemaksaan. Dia menyebut pemerintah tidak bisa bersikukuh supaya pelaku usaha melakukan seperti yang ditetapkan dalam peraturan baru. “Jadi, kata kunci renegosasi itu bagaimana para pihak menyepakati yang terbaik bagi kedua belah pihak. Kalau ada pemaksaan pasti para investor akan beranggapan berinvestasi di Indonesia penuh ketidakpastian,” ujarnya.
Konsep baru yang diperoleh dari penelitian ini adalah efektifitas implementasi sebuah kebijakan juga ditentukan oleh faktor bargaining implementor dan sasaran kebijakan sebagai konsekuensi atas pemberlakuan regulasi baru yang menyertai implementasi kebijakan itu sendiri.
Gugatan Arbitrase
Dede pun angkat bicara soal gugatan arbitrase yang telah dilayangkan oleh NNT. Menurutnya upaya arbitrase merupakan langkah terakhir penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan pemegang kontrak karya yang nantinya berujung pada kemenangan atau kekalahan. Dalam hal ini pemerintah bisa menjadi pihak yang kalah dalam arbitrase lantaran kontrak karya bersifat lex spesialis atau tidak mengikuti peraturan atau perundangan yang berlaku.
Namun dia berharap gugatan ini tidak dilanjutkan oleh NNT sehingga proses renegosiasi dengan pemerintah bisa dilanjutkan kembali. “Kalau Newmont mencabut gugatan, maka dilakukan titik keseimbangan baru, renegosiasi antara para pihak. Pemerintah tidak bisa memaksa Newmont dengan A-B-C-D, mungkin hanya A-B saja. Karena sekarang kondisinya kan Newmont sudah merumahkan karyawannya yang merugikan kita semua,” jelasnya. (rap)
Investor Daily, 21 Juli 2014, hal. 9

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment