Newmont Bersedia Cabut Gugatan

JAKARTA – PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bersedia mencabut gugatan ke mahkamah arbitrase internasional jika pemerintah memberikan keringanan bea keluar. Kebijakan itu dibutuhkan Newmont agar bisa mengekspor konsentrat emas dan tembaga yang sudah menumpuk hingga 80.000 ton. Perusahaan yang beroperasi di Sumbawa, NTB, ini sudah menghentikan kegiatan produksinya sejak 6 Juni 2014.
Selama 13 tahun beroperasi, perusahaan asal Amerika Serikat itu memberikan pemasuk­an cukup besar kepada pihak Indonesia dari hasil produksi emas dan tembaga di Tambang Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat. Pada periode 2000-2013, sebanyak 67,2% pendapatan perusahaan atau setara US$ 8,83 miliar disetorkan kepada pihak Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak US$ 3,1 miliar dibayarkan untuk pajak, nonpajak, dan royalti ke pemerintah pusat dan daerah, sedangkan dividen ke pihak Indonesia sebesar US$ 0,46 miliar. Selain itu, perusahaan memberikan lapangan kerja dan pemasukan kepada lebih dari 8.000 karyawan dan kontraktor serta keluarganya.
Kepala Departemen Komunikasi PT Newmont Nusa Tenggara Rubi Waprasa Purnomo mengatakan, pihaknya saat ini kesulitan ekspor karena tingginya bea keluar (BK). Untuk ekspor mineral dengan kandungan konsentrat tembaga di atas 15% dikenakan bea keluar sebesar 25% pada 2014. BK kemudian dinaikkan menjadi sebesar 35% pada semester I-2015, sebesar 40% semester II-2015, 50% pada semester I-2016, dan 60% pada semester II-2016. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 6/ PMK.011/2014 tentang Perubahan Kedua atas PMKNo 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan BarangEkspor yangDikenakanBea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
“Kami akan kembali bisa mengekspor jika bea keluar tidak tinggi. Sekarang, walaupun sudah dirundingkan, masih tinggi sehingga Newmont kesulitan ekspor,” kata Rubi di Jakarta, Kamis (17/7).
Tingginya bea keluar, menurut Rubi, juga dikeluhkan perusahaan lain, seperti PT Lumbung Mineral dan PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO). Meski sudah mendapat izin ekspor, mereka belum bisa mengekspor karena tingginya bea keluar.
Dia menjelaskan, ekspor Newmont terganggu sejak pemerintahmemberlakukan larangan ekspor mineral mentah pada Januari lalu. Akibatnya, gudang penimbunan konsentrat yang memiliki kapasitas 80 ribu ton sudah penuh, sehingga tidak bisa menampung hasil produksinya. Hal itumenjadi alasan perusahaan untuk menghentikan proses produksi dan membuat ribuan pekerja dirumahkan sejak 6 Juni 2014.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mi­ neral R Sukhyar mengatakan, pemerintah akan mengambil sikap tegas atas pengajuan gugatan arbitrase Newmont. Namun demikian, peme­rintah masih memberikan kesempatan bagi Newmont untuk mencabut gugatan tersebut.
Newmont akan memutuskan untuk mencabut gugatan arbitrase atau tidak hari ini, karena masalah tersebut masih harus dibi­ carakan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) Newmont di Amerika Serikat (AS). Langkah Newmont menggugat pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase itu dilakukan sebagai protes atas penerapan ketentuan yang didasarkan pada Undang-UndangMineral dan Batu Bara (UU Minerba) No 4 Tahun 2009.
“Sikap yang akan diambil pemerintah diputuskan usai RUPS Newmont. Pokoknya, kalau mau melanjutkan renegosiasi (kontrak), Newmont harus mencabut gugatan dulu. Kita siap menghadapi Newmont, kan ada kaitan­ nya dengan penerimaan negara. Renegosiasi Newmont itu sebenarnya tinggal sedikit lagi,” ucap Sukhyar di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (17/7).
Dia berharap, Newmont akan mencabut gugatannya dalam RUPS Newmont. Hal ini sesuai arahan Menko Perekonomian Chairul Tanjung yang meminta Newmont mencabut gugatan.
Ia menjelaskan, gugatan Newmont ke mahkamah arbitrase internasional dilayangkan saat pemerintah dan pe­ rusahaan sedang berunding.
“Proses renegosiasi sudah hampir rampung, tapi mendadak pemerintah dilaporkan ke arbitrase,” kata Sukhyar.
Newmont dan pemerintah, kata dia, sudah mencapai kesepakatan dalam beberapa klausul, tapi ada satu klausul yang pembahasannya masih alot. Klausul yang pembahasannya alot ialah besaran royalti yang harus dibayarkan Newmont ke pemerintah.
Ia memaparkan, ada enam poin dalam renegosiasi yang diajukan pe­ merintah terhadap pemegang kontrak karya pertambanganmaupun perjanji­ an karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Keenam poin itu adalah luas wilayah pertambangan, penerimaan negara (royalti), kewajiban divestasi, pem­ bangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), kelanju­ tan operasi, serta pemanfaatan barang dan jasa di dalam negeri.
Win-Win Solution
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto me­ ngatakan, sengketa antara PT New­ mont Nusa Tenggara dan Pemerintah RI ini diharapkan dapat dicarikan solusi yang menguntungkan kedua pihak (win-win solution). Perusahaan diharapkan bisa beroperasi kembali, namun tetap membangun smelter sesuai aturan Indonesia. Penyelesaian sengketa yang adil akan mening­ katkan kepercayaan investor bahwa pemerintah tetap menjamin kepastian hukum di Indonesia.
“Idealnya tentu lewat negosiasi dulu untukmencapai win-win solution. NNT masih tetap boleh ekspor dengan ke­ ringanan BK untuk jangka waktu ter­ tentu yang disepakati kedua pihak. Di sisi lain NNT tetap harus membangun smelterdengan tenggat waktu tertentu yang baru,” paparnya.
Ia menjelaskan, arbitrase adalah salah satu opsi jalan keluar yang di­se­diakan dalam klausul kontrak, ketika kedua belah pihak tidak men­ capai ke­sepakatan. Dalam kasus NNT, menurut dia, arbitrase merupakan upaya untuk mendapatkan win-win solution de­ngan pijakan aturan main yang lebih kuat, karena selama ini tidak tercapai kesepakatan antara pemerintah dan NNT. Sisi positif dari langkah NNT ini adalah akan memberikan preseden dan kepastian aturan main bagi peme­rintah, pelaku tambang, dan industri tambang secara keseluruhan.
Direktur Eksekutif Indonesian Min­ ing Association (IMA) Syahrir AB mengatakan, ekspor konsentrat dia­ tur berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dengan pelaku tambang. BerdasarkanPeraturanMenteri ESDM No 1 Tahun 2014, lanjut dia, boleh dilakukan ekspor konsentrat dengan batas tertentu kadar mine­ralnya.
“Namun, ekspor konsentrat terhenti karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 6 Tahun 2014 memberlaku­ kan BK 20% dari penerimaan kotor tahun ini. Akibatnya, profit margin yang tadinya 27-30% turun menjadi ha­ nya 7%. Kegiatan ekspor terhenti dan dalam waktu kurang dari enam bulan operasi tambang terhenti,” paparnya.
Upaya NNTmenggugat pemerintah ke arbitrase internasional disebabkan pembicaraan dengan pemerintah sangat lamban, sehingga tidak terta­ hankan lagi oleh perusahaan. Bahkan, penambang kecil sudah banyak yang gulung tikar, namun luput dari perha­ tian insan pers.
“Kalau saja pemerintah bekerja cepat, NNT tidak perlu ke arbitrase internasional dan masih tidak tetutup kemungkinan negosiasi langsung diteruskan. Ini asal pemerintah segera merevisi PMK No 6 tahun 2014 ke angka rasional, yakni BK di bawah 10%,” tandasnya.
Diharapkan, ke depan, pemerintah tidak lagi mengeluarkan regulasi yang menghentikan keberlangsungan ope­ rasi tambang. Pemerintah dan DPR harus kesatria untuk mengevaluasi UUNo 4 Tahun 2009, karena ada pa­salpasal yang tidak selaras satu dengan yang lainnya.
“Harga yang akan kita bayar terlalu mahal jika terus seperti ini. Iklim investasi akan memburuk, kontribusi sektor tambang dalam pembentukan produk domestik bruto turun, neraca perdagangan semakin defisit, peneri­ maan negara turun drastis, dan terjadi PHK,” ucapnya.
Sementara itu, sebelumnya, Direk­ tur Utama NNT Martiono Hadianto mengatakan, perusahaan tetap mem­ prioritaskan keberlangsungan jangka panjang dan nilai Tambang Batu Hijau bagi rakyat Indonesia. Ia me­ ngatakan, Tambang Batu Hijau adalah aset strategis dan penting yang telah berkontribusi secara signifikan terha­ dap ekonomi lokal maupun nasional.
“Karena itu, kami kemudian menga­ jukan gugatan arbitrase internasional terhadap pemerintah Indonesia, se­ bagai upaya menyelamatkan kepen­ tingan nasional,” ujar Martiono.
Martiono mengatakan, selama ber­ produksi dari tahun 2000-2013, total pendapatan Newmont mencapai US$ 13,1 miliar. Jumlah ini setara Rp 153,4 triliun pada kurs Rp 11.710 per dolar AS.
Namun, pihak Indonesialah yang sebenarnya sangat diuntungkan dari keberadaan Tambang Batu Hijau yang dikelola perusahaan. Pasalnya, seba­ nyak 67,2% pendapatan perusahaan itu atau setara US$ 8,83 miliar untuk kepentingan Indonesia.
“Sekitar US$ 3,1miliar dari pendapa­ tan perusahaan itu dialokasikan untuk pajak, nonpajak, dan royalti ke peme­ rintah pusat dan daerah. Perseroan juga melakukan pembelian barang dan jasa di dalam negeri, melakukan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan membayar gaji karyawan senilai US$ 5,2 miliar. Sedangkan dividen nasional mencapai US$ 459,2 juta,” paparnya.
Dari pihak luar negeri, menurut Martiono, hanyamendapatkanUS$ 4,3 miliar atau 32,8% dari total pendapatan perusahaan. Dividen yang diterima oleh pemegang sahamasingNewmont selama periode 2000-2013 hanya US$ 950 juta. “Padahal investasi awal pe­ megang saham asing Newmont untuk mengembangkan TambangBatuHijau sebesar US$ 900 juta,” katanya. (c02/ mam/dho/es/en)
Investor Daily, Jumat 18 Juli 2014, hal. 1

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment