PENANAMAN MODAL Dorong Kekuatan Domestik

THERE is no economic growth without investment.
Pertumbuhan ekonomi perlu dukungan permodalan kian terbukti di Indonesia. Sektor konsumsi yang sebelumnya berperan besar pada pertumbuhan ekonomi mulai digeser oleh investasi, khususnya penanaman modal dalam negeri.
Investasi memang berperan besar. Penanaman modal memperbesar kapasitas produksi dan membuka kesempatan kerja. Kedua hal ini selanjutnya akan meningkatkan pendapatan dan akhirnya mendorong konsumsi secara keseluruhan.
Sepanjang tahun 2009-2013, sektor investasi dalam produk domestik bruto (PDB) tumbuh 35 persen dari semula Rp 510,1 triliun pada 2009 menjadi Rp 688,6 triliun pada 2013. Pada periode yang sama sektor konsumsi hanya tumbuh 22 persen.
Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat, dalam lima tahun terakhir, investasi di Indonesia naik hampir tiga kali lipat dari Rp 135,2 triliun pada 2009 menjadi Rp 398,6 triliun pada 2013. Mayoritas berasal dari pendanaan domestik.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan penanaman modal asing (PMA) yang cenderung turun. Pada 2009, proporsi antara PMA dan PMDN adalah 72 persen berbanding 28 persen. Pada 2013, proporsinya menjadi 68 persen berbanding 32 persen.
Tenaga kerja yang terserap oleh PMA juga menurun. Sepanjang 2010-2013 jumlah tenaga kerja yang terserap dari PMA turun dari sekitar 330.000 orang menjadi sekitar 271.000 orang. Pada periode yang sama, penyerapan tenaga kerja dari PMDN justru naik dari 133.000 menjadi 159.000 orang.
Menurunnya PMA bisa dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya perubahan ekonomi global. Laporan Bank Dunia dan Komite Ekonomi Nasional mengenai prospek ekonomi Indonesia 2014 memprediksi bahwa pada tahun ini akan terjadi pembalikan situasi perekonomian global. Negara-negara maju seperti AS yang tadinya mencatat pertumbuhan ekonomi rendah, kini mulai ada perbaikan. Sebaliknya, negara berkembang (emerging market) yang tadinya mengalami pertumbuhan seperti Tiongkok kini menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada PMA mengandung risiko besar. Upaya pemerintah menerbitkan kebijakan insentif fiskal agar keuntungan investasi ini menarik untuk diinvestasikan kembali juga masih mundur dari rencana. Dengan penundaan kebijakan ini, bagian keuntungan penanaman modal asing akan terus dibawa keluar (repatriasi), seperti yang terjadi sekarang ini.
Hal ini akan menyebabkan kenaikan permintaan valuta asing sehingga menekan nilai tukar rupiah. Tekanan rupiah akan mengganggu ekspor-impor dan cadangan devisa kita yang tercatat pada neraca pembayaran. Saatnya menggerakkan kekuatan modal domestik. (Bima Baskara/Litbang Kompas)
Kompas, Jumat 18 Juli 2014, hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment