Gapeknas Minta Sertifikasi Pekerja Konstruksi Dikaji Ulang

JAKARTA – DPP Gabungan Pe­laksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeknas) meminta pe­merintah meninjau kembali program sertifikasi kompetensi yang dibuat oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Pasalnya petugas yang menyertifikasi dinilai kurang kompeten, sehingga merugikan badan usaha.
“Kami mengharapkan petugas yang bertanggung jawab untuk membuat skema sertifikasi ter­ sebut, harus yang benar-benar memahami kompetensi kerja. Atau, jika personel yang ber­ wenang itu tidak benar-be­nar kompeten, kami patut duga bahwa personel tersebut cen­ derungmembuat peraturanyang merugikan negara, khususnya dalam penyerapan anggaran negara yang pada akhirnya menghambat pembangunan na­ sional,” kata Ketua Umum DPP Gapeknas Manahara Siahaan di Ja­karta, Rabu (16/7).
Menurut dia, kontraktor-kon­ traktor BUMN serta kontraktor dengan kualifikasi B2 lainnya yang ada pada saat ini, tidak dapat memenuhi persyaratan SDM, karena penanggung jawab teknis (PJT) dan penanggung jawab klasifikasi (PJK) tidak me­menuhi persyaratan kom­ petensi sebagaimana di­per­ ta­nyakan dalam skema ser­ti­ fikasi yang diterbitkan oleh LPJK. “Akibatnya, kualifikasi ba­dan usaha tersebut harus di­turunkan menjadi kualifikasi me­nengah,” kata dia.
Dia menjelaskan, pem­ber­ la­kuan skema sertifikasi yang di­terbitkan oleh LPJK dalam pe­laksanaan uji kompetensi te­naga ahli konstruksi juga meng­akibatkan banyak tenaga ahli konstruksi yang dinyatakan tidak kompoten. Hal itu karena se­orang tenaga ahli konstruksi sesuai skema sertifikasi tersebut ha­rus pernah berprofesi dan kom­poten sebagai konsultan pe­rencana, konsultan pengawas dan sekaligus sebagai pelaksana.
“Sebagai contoh, kami lam­ pirkan skema ser tifikasi ba­ gi ahli teknik jalan. Unit-unit kompetensi yang ada men­ syaratkan seorang ahli tek­ nik jalan wajib memiliki kom­ petensi sebagai perencana, pe­laksana dan pengawas seka­ li­gus. Padahal, di dunia kerja kons­truksi seorang tenaga ahli yang bekerja sebagai pe­ren­cana, pelaksana maupun peng­awas memiliki karakteristik kom­ petensi berbeda-beda,” papar dia.
Lebih lanjut, seorang ah­li perencana jalan akan meng­ hasilkan perhitungan-per­ hitungan pembuatan jalan berdasarkan standar dan nor­ ma-norma yang ada. Se­dangkan seorang ahli pelaksana jalan akan bergelut dengan ma­ najemen konstruksi pelak­sa­ naan pembangunan jalan dan se­orang ahli pengawas jalan akan menggunakan dokumendo­kumen lelang yang telah di­ sepakati sebagai acuan ker­janya dalam melaksanakan peng­ awasan.
“Jika pelaksanaan uji kom­ petensi dilaksanakan sesuai de­ ngan skema sertifikasi yang ada, kami dapat pastikan tidak ada seorang tenaga ahli konstruksi yang dapat memenuhi per­ syaratan kompetensi tersebut, ter ­utama, untuk kualifikasi utama. Oleh karena itu, SKA Uta­ma yang diberikan kepada tenaga ahli konstruksi setelah adanya skema sertifikasi ini, acuannya manjadi tidak layak,” papar Manahara.
Atas alasan itu, lanjut dia, apa­bila hal ini masih tetap dipertahankan, tidak perlu lagi ada pembagian badan usaha yang bergerak di bidang usaha jasa perencana, pelaksana dan pengawasan. Jadi, cukup de­ ngan satu badan usaha bisa merangkap sebagai perencana, pelaksana dan pengawasan se­ kaligus.
Sebelumnya, Kepala Badan Pem­binaan Konstr uksi Ke­ menterian Pekerjaan Umum HediyantoWHusaini meng­ung­ kapkan, pihaknya akan mem­ berlakukan tender berstandar in­ternasional pada tahun depan, se­iring penerapan masyarakat ekonomi Asean. Namun be­ gitu, ada sedikit perubahan kla­sifikasi dan persyaratan, di antaranya mengenai sertifikasi keahlian kerja (SKA) yang harus dikonversi ke bentuk yang baru.
Dalam mengubah standar kom­petensi tenaga ahli tersebut akan mengacu padaCentral Pro­ duct Classification(CPC) se­bagai landasannya dari se­belumnya Klasifikasi Baku La­pangan Industri (KBLI). Un­tuk bisa mengikuti tender internasional, sambung dia, BUJK diminta me n g o n v e r s i s e r t i f i k a s i keahlian kerja (SKA) yang lama dengan yang baru di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) di tiap pro­vinsi. Adapun biaya yang di­keluarkan hanya Rp 10.000-50.000 untuk mengisi formulir baru. “Konversi ini juga butuh satu hingga dua jam saja atau selambat-lambatnya sehari,” tutur Hediyanto. (ean)
Investor Daily, Kamis 17 Juli 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Leave a Comment