JAKARTA – Rancangan UndangUndang (RUU) Panas Bumi akan disahkan pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Agustus mendatang. RUU ini merupakan revisi Undang-Undang No 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan RUU Panas Bumi itu sudah rampung disusun oleh pemerintah bersama DPR. Rencananya RUU tersebut disahkan pada Juli ini. Namun ditunda hingga masa reses anggota dewan berakhir.
“Keputusan pimpinan pansus DPR tentang RUU Panas Bumi, disahkan setelah selesai masa reses,” kata Rida di Jakarta, Selasa (15/7).
Rida menjelaskan penundaan pe ngesahan bukan lantaran ada kendala dalam penyusunan RUU itu. Dia menegaskan tidak ada lagi pembahasan terkait materi UU. Menurutnya hanya permasalahan waktu pengesahan saja yang membuat tertundanya dari target pada Juli ini. “Menurut saya sudah tidak ada lagi kegiatan, selain pengesahan,” jelasnya.
UU ini, lanjut Rida, mampu meng atasi kendala yang dihadapi selama ini. Pasalnya pengembangan panas bumi pada umumnya berada di hutan konservasi yang membutuhkan izin dari Kementerian Kehutanan. Belum lagi dalamUU 27/2003 itu disebutkan pengembangan panas bumi disebutkan sebagai kegiatan pertambangan sehingga bertentangan dengan UU Kehutanan. Dari sebaran titik potensi sumber panas bumi terdapat 15 titik yang berada di kawasan hutan lin dung. Potensi panas bumi di kawasan itu mencapai 6000 megawatt.
“Revisi UU ini mendorong percepat an pengembangan dan pemanfaatan potensi panas bumi. Yang utama ada lah potensinya dapat dimanfaatkan dimana saja, termasuk yang ada di area hutan konservasi,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Abadi Poernomo menambahkan pemerintah harus memberi insentif kepada para pengembang panas bumi. Hal ini lantaran resiko yang dihadapi para pengembang sama dengan pelaku usaha di sektor minyak dan gas bumi berupa kegagalan eksplorasi.
“Pengusahaannya perlu diberikan insentif apapun bentuknya termasuk harga jual energi listriknya harus bisa memberikan return yang sebanding de nganrisikoyangdiambil,”jelasnya.(rap)
Investor Daily, Rabu 16 Juli 2014, hal. 9