JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan pada Juni 2014 bisa kembali defisit karena realisasi ekspor nonminyak dan gas serta non mineral tidak sesuai dengan target. Bahkan, defisit pada Juni bisa mencapai 300 juta dollar AS setelah sempat membukukan surplus 69 juta dollar AS pada Mei.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, realisasi ekspor nonmigas dan nonmineral tidak mencapai target karena permintaan di tingkat global melemah.
”Permintaan komoditas di tingkat dunia masih belum menunjukkan perbaikan. Kombinasi antara kinerja ekspor dan permintaan di tingkat dunia menyebabkan defisit,” kata Agus di Jakarta, Senin (14/7) malam.
Pada Mei lalu, neraca perdagangan surplus 69 juta dollar AS setelah pada April mengalami defisit 1,9 miliar dollar AS. Sepanjang Januari-Mei 2014, neraca perdagangan secara kumulatif masih defisit 824,2 juta dollar AS.
”Secara umum, kinerja sektor nonmigas terus membaik dan masih mengalami surplus. Namun, tekanan impor migas tetap tinggi sehingga defisit masih terjadi. Pertumbuhan surplus nonmigas tidak diimbangi penurunan impor migas secara signifikan,” tambah Agus.
Secara kumulatif, defisit migas pada Januari-Mei 2014 sudah mencapai 5,5 miliar dollar AS. Sepanjang 2013 lalu, sektor migas mengalami defisit 12,64 miliar dollar AS.
”Tekanan impor migas dan defisit itu harus menjadi perhatian karena sepanjang 2012 dan 2013 mendorong defisit transaksi berjalan. Saya khawatir, tekanan impor migas yang masih tinggi juga akan berpengaruh,” kata Agus.
Pada 2012, defisit transaksi berjalan mencapai 24,42 miliar dollar AS. Defisit transaksi berjalan naik menjadi 29,09 miliar dollar AS pada 2013.
Pada triwulan I tahun 2014, transaksi berjalan defisit 4,191 miliar dollar AS. Jumlah itu setara dengan 2,06 persen produk domestik bruto.
Kinerja perdagangan
Wakil Kementerian Perdagangan Bayu Krisnamurthi optimistis neraca perdagangan pada Juni 2014 tetap surplus. Hal itu bisa terjadi karena kinerja perdagangan berbeda dengan statistik.
”Silakan saja Bank Indonesia memprediksi. Kalau saya masih optimistis neraca perdagangan Indonesia masih surplus meski tidak terlalu besar. Saya belum tahu berapa (surplusnya). Kita lihat saja nanti,” kata Bayu.
Meski demikian, Bayu berterima kasih kepada BI atas prediksi itu. Menurut dia, prediksi itu merupakan peringatan bagi kinerja Kementerian Perdagangan.
Secara terpisah, Kepala Riset Industri dan Regional Bank Mandiri Rino Bernando mengatakan, impor juga cukup tinggi sejak 2-3 bulan lalu. Penyebabnya, pengusaha bersiap-siap menyambut meningkatnya konsumsi pada bulan-bulan menjelang Idul Fitri.
”Tidak hanya bahan baku dan barang modal yang diimpor, barang konsumsi juga cukup banyak diimpor,” kata Rino.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor Indonesia pada Januari-Mei 2014 sebesar 74,241 miliar dollar AS. Sekitar 76,57 persen dari barang impor tersebut berupa bahan baku atau bahan penolong. (AHA/HEN/IDR)
Kompas, Rabu 16 Juli 2014, hal. 19