JAKARTA – Manajemen PT Newmont Nusa Tenggara menyatakan akan memprioritaskan keberlangsungan jangka panjang dan nilai tambang di Batu Hijau bagi rakyat Indonesia.
Martiono Hadianto, Direktur Utama Newmont, mengatakan Batu Hijau adalah aset strategis dan penting yang telah berkontribusi secara signi fikan, baik terhadap ekonomi lokal maupun nasional.
“Karena itu, kami kemudianmenga jukan gugatan arbitrase internasional terhadap pemerintah Indonesia se bagai upaya menyelamatkan kepen tingan nasional,” ujar Martiono di Jakarta, Selasa (8/7)
Martiono mengatakan pihak Indo nesia sebenarnya sangat diuntung kan dari keberadaan tambang Batu Hijau yang dikelola oleh perusahaan. Selama 13 tahun berproduksi, dari 2000-2013, total pendapatan Newmont mencapai US$ 13,1 miliar. Ini setara Rp 153,4 triliun pada kurs Rp 11.710 per dolar AS.
Sebanyak 67,2% pendapatan perusa haan itu atau setara US$ 8,832 miliar untuk kepentingan nasional. Sebanyak 35,7% atau sekitar US$ 3,1 miliar dari pendapatan perusahaan dialokasikan untuk pajak, nonpajak dan royalti ke pemerintah pusat dan daerah. Pers eroan juga melakukan pembelian barang dan jasa dalam negeri, tang gungjawab sosial perusahaan (CSR) dan gaji kar yawan senilai US$ 5,2 miliar atau 59,1% dari kontribusi nasional. Sementara deviden nasional mencapai US$ 459,2 juta atau 5,2% dari kontribusi nasional dengan memberi kan lapangan kerja dan pemasukan kepada lebih dari 8.000 karyawan dan kontraktor serta keluarganya.
Dari pihak luar negeri, menurut Martiono, hanya mendapatkan US$ 4,3 miliar atau 32,8% saja dari total pendapatan perusahaan. Dividen yang diterima oleh pemegang saham asing Newmont selama periode 20002013 hanya US$ 950 juta. Padahal investasi awal pemegang saham asing Newmont untuk mengembangkan tambang Batu Hijau sebesar US$ 900 juta. “Artinya, investor asing baru dapat US$ 50 juta dari tambang ini,” katanya.
Pemegang saham asing Newmont Nusa Tenggara saat ini adalah Nusa Tenggara Partnership BV (perusa haan konsorsium Sumitomo Group dan Newmont Mining Corp) sebanyak 56%. Sisa 44% saham dimiliki oleh pihak nasional, yaitu PT Pukuafu Indah 16,8%, PT Indonesia Masbaga Investama 2,2%, dan PT Multi Daerah Bersaing 24%. Multi Daerah Bersaing adalah konsorsium perusahaan yang terdiri atas PTMulticapital, anak usaha Grup Bakrie, dan PTDaerahMajuBer saing, badan usaha milik tiga pemerin tah daerah di Nusa Tenggara Barat.
Martiono berharap majelis arbi trase bisa menghasilkan putusan sela yang mengizinkan perusahaan dapat mengekspor konsentrat tembaga. Gugatan Newmont ke International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) ini terkait dengan kebijakan larangan ekspor konsen trat.
Kebijakan larangan ekspor kon sentrat telah mengakibatkan peng hentian kegiatan produksi Newmont di tambang Batu Hijau. Kebijakan pemerintah itu juga diklaim telah menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan Newmont, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya. Sebanyak 8.000 karyawan yang be kerja di tambang Batu Hijau dirumah kan. “Untuk karyawan non-staf tidak ada pengurangan gaji. Bagi karyawan staf terkena pemotongan gaji, di level bawah potongan 10% dan staf tertinggi pemotongan hingga 40%,” jelas dia.
Mar tiono mengatakan, selama enam bulan terakhir manajemen Newmont bekerja keras danmengede pankan itikadi baik perusahaan un tuk menyelesaikan isu ekspor dan berkomitmen untuk mendukung kebijakan pemerintah mengenai pe murnian dalam negeri.
Newmont menurut Martiono ber keinginan kuat untuk melanjutkan dialog dengan pemerintah dengan ha rapan mencapai penyeleesaian secara musyawarah atas kekurangsepaha man di luar proses formal arbitrase.
“Pada saat yang sama, kami juga memiliki kewajiban untuk melindungi nilai batu Hijau serta ribuan pekerja yang ada di sana. Namun, hingga kini masihmasih belumdapat mengekspor konsentrat tembaga karena perbedaan pendapat ini,” ujarnya.
Sepanjang Januari- awal Juli 2014, Newmont tidak melakukan kegiatan ekspor konsentrat tembaga karena kebijakan larangan ekspor mineral oleh pemerintah. Newmont keberat an dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan bea keluar untuk ekspor karena aturan tersebut tidak ada dalam kontrak karya Newmont yang dibuat oleh pemerintah Indo nesia pada Desember 1986. “Stok konsentrat tembaga menumpuk di gudang. Kegiatan produksi terhenti sama sekali, hanya pemeliharaan dan perawatan saja,” katanya. (es)
Investor Daily, Kamis 10 Juli 2014, hal. 9