JAKARTA, KOMPAS –Rendahnya sasaran vaksinasi Covid-19 dengan skema program pemerintah atau gratis dikhawatirkan mengakibatkan target cakupan imunisasi nasional untuk membentuk kekebalan komunitas sulit tercapai. Karena itu, DPR mendorong pemerintah untuk memperluas target vaksinasi itu.
Pemerintah telah menargetkan jumlah sasaran vaksinasi Covid-19 sekitar 107 juta penduduk atau 67 persen dari penduduk berusia 18-59 tahun. Dari jumlah itu, 32 juta orang akan masuk dalam skema vaksin program pemerintah dan 75 juta orang lainnya menjadi sasaran vaksin mandiri.
Namun, perbandingan jumlah itu dinilai tidak sesuai. Menurut hasil Rapat Kerja Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta, Kamis (10/12/2020), proporsi skema vaksin program harus lebih besar dari vaksin mandiri.
“Merujuk pada data PBI (penerima bantuan iuran) dalam program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) saja ada lebih dari 120 juta orang. Jika dibandingkan dengan jumlah vaksin program yang hanya 32 juta orang itu sangat jauh berbeda. Tidak mungkin kita bebankan biaya vaksin kepada mereka,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Kurniasih Mufidayati.
Baca juga Penyediaan Vaksin Sesuai Standar WHO
Kondisi ekonomi masyarakat yang terpuruk akibat pandemi membuat daya beli yang dimiliki menurun. Dengan jumlah sasaran program pemerintah dalam vaksinasi Covid-19 yang rendah justru menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah melindungi masyarakat. Selain itu, kondisi ini dapat menyebabkan target sasaran vaksinasi nasional sulit tercapai.
Hal serupa juga disampaikan Angggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay. Ia mempertanyakan dasar hukum untuk menentukan jumlah sasarana vaksinasi untuk skema program pemerintah dan skema mandiri. Pemerintah justru seharusnya bisa menanggung biaya vaksinasi setidaknya sebesar target cakupan untuk memenuhi kekebalan komunitas di masyarakat.
“ Jika 70 persen dari penduduk diminta untuk melakukan vaksinasi secara mandiri, tentu akan menimbulkan berbagai risiko. Sebagian ada yang tidak mampu dan sebagian lainnya merasa ragu divaksin. Akhirnya, target cakupan nasional untuk vaksinasi ini tidak akan terlaksana,” tuturnya.
Bisa berubah
Terkait hal itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuturkan, jumlah yang ditentukan tersebut masih bisa berubah. Untuk sasaran penerima vaksin dengan skema pemerintah belum termasuk pada jumlah penerima vaksin yang dijanjikan dari kerjasama multilateral melalui Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) dan Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) dalam program Covax.
Baca juga Gratiskan Vaksin Covid-19
Pada program itu, Indonesia akan mendapatkan vaksin Covid-19 untuk 20 persen populasi penduduk atau sekitar 54 juta orang. Pengadaan vaksin ini tanpa biaya sehingga pemerintah juga bisa memberikan kepada masyarakat secara langsung.
Jika 70 persen dari penduduk diminta untuk melakukan vaksinasi secara mandiri, tentu akan menimbulkan berbagai risiko.
“Perhitungan ini juga memerhatikan pertimbangan dari Menteri Keuangan yang memperkirakan ada 78 juta penduduk Indonesia dinyatakan mampu. Jumlah ini yang menjadi pertimbangan untuk menetapkan jumlah penerima program pemerintah jika target sasaran vaksinasi sebanyak 107 juta orang,” katanya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito menuturkan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 akan memastikan unsur mutu, keamanan, dan khasiat dari vaksin yang akan diberikan. Ini termasuk pada vaksin produksi Sinovac Biotech China yang baru saja tiba di Indonesia sebanyak 1,2 juta dosis.
“Sampai saat ini hasil pengujian terkait efikasi dari vaksin Sinovac ini belum keluar. Jadi kita masih menunggu seluruh data diberikan agar bisa segera melakukan evaluasi lebih lanjut. Kita harus pastikan manfaat yang didapatkan dari vaksin lebih besar dari risiko yang ditimbulkan,” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi) Ede Surya Darmawan memaparkan, vaksin menjadi upaya protektif melindungi seseorang dari penularan penyakit yang spesifik. Vaksin Covid-19, misalnya, diharapkan dapat melindungi seseorang dengan menciptakan antibodi untuk melawan virus Sars-CoV-2 yang menjadi penyebab penyakit tersebut.
Baca juga Vaksin sebagai Barang Publik
Namun, vaksin ini bukan cara satu-satunya untuk melindungi seseorang dari penularan Covid-19. Kedisiplinan menjalankan 3M yakni mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, serta memakai masker harus tetap dilakukan secara disiplin. Selain itu, upaya pengendalian dengan 3T yakni telusur, testing (pemeriksaan), dan tindak lanjut penanganan kasus Covid-19 juga perlu diperkuat.
“Adapun untuk vaksin mari kita bersiap menyambut vaksinasi sebagai salah satu bentuk proteksi spesifik agar tidak tertular Covid-19. Namun, proses mendapatkan vaksin masih membutuhkan waktu, karena itu, menerapkan 3M dan 3T bukan lagi pilihan tapi keharusan di situasi pandemi seperti ini,” kata Ede.
Pakar sosiologi bencana Indonesia yang juga pengajar di Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, mengatakan, vaksin Covid-19 mesti disediakan gratis. Sulfikar menginisiasi petisi daring di situs www. change.org kepada Presiden Joko Widodo, Ketua dan Wakil Ketua DPR, serta Menteri Kesehatan agar menggratiskan vaksin Covid-19.
Hakim agung meninggal
Mahkamah Agung (MA) melalui laman resmi memberitakan meninggalnya hakim agung Dudu Duswara, Kamis sekitar pukul 18.32, di RS Sentosa Asih Bandung, Jawa Barat.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, sebelum meninggal, Dudu dinyatakan positif Covid-19. ”Iya benar (Covid-19),” ujarnya saat dihubungi.
Ketua Kamar Pidana MA Suhadi mengatakan, selama pandemi Covid-19, ada 60 hakim di pengadilan yang dinyatakan Covid-19 dan meninggal. Karena itu, MA mengeluarkan regulasi untuk memitigasi penularan Covid-19, yaitu Perma No 4/2020 tentang Pedoman Persidangan Pidana secara Elektronik. (AIK/DIT/DEA)
KOMPAS, JUM’AT 11 Desember 2020 Halaman 1.