JAKARTA, KOMPAS—Laju penularan Covid-19 di Indonesia masih tinggi, menyebabkan rumah sakit kebanjiran pasien. Dibutuhkan peningkatan tes, lacak, dan isolasi selain penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah kolapsnya layanan kesehatan karena pasien terus bertambah.
Peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia bisa dilihat dari penambahan kasus harian dan korban jiwa. Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, kasus harian di Indonesia bertambah 5.533 pada Rabu (2/12) dan korban jiwa bertambah 118 orang. Dengan penambahan ini, jumlah total kasus di Indonesia menjadi 549.508 dan korban jiwa 17.199 orang.
Penambahan kasus terbanyak terjadi di Jakarta dengan 1166 kasus, disusul Jawa Tengah 944 kasus, Jawa Barat 764 kasus, dan Jawa Timur 460 kasus. Sedangkan penambahan kematian terbanyak terjadi di Jawa Timur sebanyak 30 orang, disusul Jawa Tengah dan Jakarta masing-masing 23 orang.
Baca juga Pemeriksaan Kasus Belum Merata, Distribusi Laboratorium Jadi Kendala
Namun, data kematian di Jawa Tengah ini masih berbeda, antara versi daerah dan Satgas, yang berdasarkan data Kementerian Kesehatan. Menurut laporan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, terjadi penambahan kematian sebanyak 61 orang sehingga total korban meninggal 3.816 orang. Data Kemenkes total kematian di Jawa Tengah 2.393 orang atau 1.423 lebih kecil dari data Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, saat ini sedang dilakukan sinkronisasi data penanganan Covid-19 antara pusat dan daerah. “Kami meminta kepada pemerintah daerah agar menghubungi Kementerian Kesehatan agar datanya betul-betul sinkron dan sama, dan akhirnya dapat menjadi alat navigasi bersama,” kata Wiku.
Sementara itu, Wabah Covid-19 di Jawa Timur kembali memburuk setelah sempat terindikasi mereda. Situasi terlihat dari peningkatan jumlah daerah risiko tinggi penularan daripada kawasan risiko rendah.
Berdasarkan laman resmi pada Rabu (2/12/2020), daerah risiko rendah dengan penanda kuning hanya terjadi di Pacitan dan Sampang. Ada empat kawasan risiko tinggi yang berwarna merah yakni Jombang, Batu, Situbondo, dan Jember. Sebanyak 32 kabupaten/kota lainnya berstatus risiko sedang dengan rona jingga (oranye).
Rumah sakit penuh
Peningkatan kasus harian yang relatif tinggi menyebabkan rumah sakit saat ini dipenuhi pasien Covid-19. Data Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan hingga Selasa (1/12) menunjukkan, rasio pemanfaatan tempat tidur isolasi dan fasilitas perawatan intensif (ICU) di tujuh provinsi teleh melebihi ambang aman 60 persen yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Jawa Barat okupansinya mencapai 77 persen, Jawa Tengah 76 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 75 persen, Banten 71 persen, Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Jawa Timur masing-masing 63 persen, dan Lampung 62 persen. Namun demikian, laporan di lapangan situasinya bisa lebih tinggi.
Baca juga DIY Tambah Tenaga Kesehatan dan Tempat Tidur Rawat Pasien Covid-19
Kasus harian positif di Kota Bogor yang mencapai rata-rata 40 kasus membuat okupansi tempat tidur pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan mencapai 83 persen. Pemerintah Kota Bogor saat ini sedang menyiapakan satu rumah sakit darurat untuk penaganan Covid-19.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, kondisi okupansi tempat tidur di 21 rumah sakit rujukan sudah mencapai rata-rata 83 persen dan ruang ICU sudah 90 persen. Tingginya okupansi tersebut karena kasus positif harian mencapai rata-rata 40 kasus.
Tri Maharani, dokter emergensi yang menjadi relawan Laporcovid19 mengatakan, selama seminggu terakhir kesulitan merujuk pasien yang membutuhkan perawatan maupun tempat isolasi. “Sejak Senin (30/11) kami mencari kamar untuk pasien dengan menghubungi rumah sakit rujukan di Jakarta, namun sudah penuh,” katanya.
Tri menambahkan, di Pare, Jawa Timur 5 rumah sakit rujukan telah penuh sehingga pasien harus dirujuk ke kota lain, yaitu di Kediri. Itu pun harus menunggu antrean. “Situasi ini terjadi di banyak daerah dan ini meningkatkan risiko kematian pasien. Kami mendapat informasi dari sejumlah sejawat ada kasus kematian pasien Covid-19 di ruang gawat darurat, karena ICU yang penuh,” kata dia.
Pemeriksaan
Untuk mencegah kolapsnya rumah sakit, upaya pencegahan penambahan pasien harus dilakuakn dengan mengendalikan laju penularan. Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan, tes, tracing, dan isolasi merupakan kunci memutus rantai penularan.
“Saat ini sudah ada 466 laboratorium pemeriksa Covid-19 yang ada di bawah 11 kementerian dan lembaga,” ujarnya.
Dewi menyebutkan, jumlah pemeriksaan yang dilakukan terus meningkat tiap bulan, meski ada kendala dengan inkonsistensi, terutama pada hari libur. Pada bulan Juni, rata-rata spesimen yang diperiksa baru 16.000 per hari dan jumlah orang yang diperiksa rata-rata 8.500 per hari.
Pada bulan September pemeriksaan spesimen rata-rata 36.000 per hari dan orang yang diperiksa 23.000 per hari. Sedangkan pada November spesimen yang diperiksa rata-rata 39.000 per hari dan orang yang diperiksa 31.000 per hari.
Mengacu pada ambang minimal yang dianjurkan WHO, yaitu dari 1 juta populasi harus diepriksa 1.000 per minggu, Indoensia yang memiliki 267 juta penduduk seharusnya melakukan pemeriksaan sebanyak 267.000 per minggu. “Saat ini secara akumulatif, kita sudah melakukan pemeriksaan sebanyak 90 persen dari target WHO,” ujarnya.
Saat ini secara akumulatif, kita sudah melakukan pemeriksaan sebanyak 90 persen dari target WHO.
Namun, menurut Dewi, pemeriksaan ini belum merata. Sebanyak 11 provinsi mencapai target minimal pemeriksaan WHO, yaitu Jakarta, Kalimantan Timur, Riau, Papua Barat, Sumatera Barat, Papua, Sulawesi Utara, Yigyakarta, Bali, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Sebanyak 13 provinsi sudah baru memenuhi 50 persen, dan 10 provinsi belum 50 persen. “Kita harus meningkatkan pemeriksaan, terutama di daerah yang amsih sangat kurang dengan memastikan semua kontak erat, ring satu untuk diperiksa,” tuturnya.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman mengatakan, dengan laju penularan Covid-19 di Indonesia, ambang minimal pemeriksaan yang ditetapkan WHO tidak lagi mencukupi. “Jumlah pemeriksaannya sudah harus berlipat dari ambang minimal itu, karena rasio kasus positif Indonesia yang rata-rata di atas 10 persen masih sangat tinggi,” ungkapnya.
Sekalipun jumlah tes meningkat, rasio kasus positif yang tetap tinggi menunjukkan laju penularan virus di komunitas lebih tinggi dibandingkan penambahan jumlah tes. Selain itu, sangat penting adalah pelacakan kontak guna mempercepat isolasi.
Menurut Dicky, jika kita gagal meredam penularan, laju penambahan kasus dan pasien yang membutuhkan perawatan akan terus meningkat. Bukan hanya pasien Covid-19, penanganan terhadap pasien-pasien non-Covid-19 juga bakal terganggu, seperti telah terjadi saat ini.
KOMPAS, KAMIS 03 Desember 2020 Halaman 1.