PROLEGNAS PRIORITAS: Tiga RUU Didorong Keluar dari Prolegnas Prioritas

JAKARTA, KOMPAS – Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat mendorong agar tiga Rancangan Undang-undang dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2021. Meski dengan perdebatan cukup ketat dan lobi berakhir buntu, fraksi-fraksi belum bersepakat atas tiga RUU, yakni RUU Ketahanan Keluarga, RUU Haluan Ideologi Pancasila, dan RUU Bank Indonesia.

Dalam rapat pengambilan keputusan penyusunan RUU Prolegnas Prioritas 2021, Rabu (25/11/2020), sebanyak 36 RUU awalnya diusulkan menjadi RUU prioritas. Namun, setelah pendapat minifraksi dibacakan oleh perwakilan fraksi, dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dan dihadiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly itu, terjadi perbedaan pendapat yang tidak bisa diatasi dengan lobi.

Pimpinan rapat memutuskan untuk menskors rapat dan memberikan kesempatan lobi terkait tiga RUU yang diusulkan untuk ditarik, tetapi hingga pukul 22.05 WIB, ketika skors dicabut, belum juga terjadi kesepakatan. Oleh karenanya, rapat pengambilan keputusan akan dilanjutkan, Kamis ini.

“Kami telah putuskan, dan telah disepakati dengan pemerintah. Rapat pengambilan keputusan soal Prolegnas Prioritas 2021 akan diskors, dan ditunda pada esok hari (Kamis),” kata Supratman menutup rapat.

Baca juga: Sejumlah RUU Problematik Diminta Tidak Masuk Prolegnas 2021

RUU HIP diusulkan untuk ditarik oleh tujuh fraksi; satu fraksi meminta dikaji mendalam terkait dengan surat presiden yang materinya berbeda dengan draf RUU, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP); dan satu fraksi mendukung untuk dilanjutkan, yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Adapun RUU Ketahanan Keluarga diusulkan untuk ditarik oleh PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Demokrat. Awalnya hanya lima fraksi yang menolak RUU ini dilanjutkan di dalam tahapan selanjutnya, yakni dibawa ke rapat paripurna untuk menjadi RUU inisiatif DPR. Lima fraksi itu ialah PDI-P, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan PKB. Namun, di dalam rapat pengambilan keputusan, Rabu malam, dukungan penolakan RUU itu bertambah setelah Fraksi Gerindra mendorong juga agar RUU Ketahanan Keluarga ditarik dari prolegnas prioritas.

RUU HIP berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, RUU tersebut dipandang belum menjadi kebutuhan mendesak

Sementara untuk RUU BI, tujuh fraksi menginginkan secara eksplisit agar RUU itu ditarik, kecuali PPP dan PDI-P. Usulan untuk menarik RUU BI ini mengemuka sejak pembahasan di tingkat panitia kerja (panja), karena materi RUU BI dinilai sudah tercakup di dalam RUU Penguatan Sektor Keuangan, yang akan dibentuk dengan mekanisme omnibus law. Selain itu, di dalam rapat panja prolegnas, 24 November, perwakilan pemerintah telah menyetujui untuk menarik RUU BI dari daftar prolegnas prioritas.

Baca juga: Pemerintah Keluarkan RUU KUHP dan Pemasyarakatan dari Prolegnas 

Perdebatan RUU HIP

Terkait pencabutan RUU HIP, menurut anggota fraksi Partai Golkar Nurul Arifin, RUU tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, RUU tersebut dipandang belum menjadi kebutuhan mendesak. Sebelumnya, Golkar mencatat ada pernyataan dari pemerintah yang diwakili oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menginginkan RUU itu dihentikan pembahasannya.

“Untuk RUU HIP, kami menolak diproses lebih lanjut karena belum menjadi kebutuhan mendesak, dan adanya aspirasi masyarakat yang tidak menghendaki RUU itu dilanjutkan pembahasannya,” ujar Nurul.

Juru bicara Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainuddin Maliki mengatakan, RUU HIP tidak perlu dimasukkan kembali ke dalam Prolegnas Prioritas 2021 mengingat pembahasannya beberapa waktu lalu menuai reaksi keras dari masyarakat di seluruh daerah di Tanah Air. “Munculnya RUU HIP di dalam prolegnas prioritas akan memicu kegaduhan baru,” ungkapnya.

Munculnya RUU HIP di dalam prolegnas prioritas akan memicu kegaduhan baru (Zainuddin Maliki)

Adapun Jubir PPP Illiza Sa’aduddin Djamal mempertanyakan surat presiden (surpres) RUU HIP dan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang tidak sesuai dengan draf RUU yang dikirimkan oleh DPR. Konfirmasi mengenai kesesuaian ini penting, menurut PPP, karena hal itu untuk menghindari ketidakjelasan dalam pembahasan substansi atau materi RUU.

Fraksi lainnya, yakni Partai Demokrat, juga meminta agar RUU HIP dicabut karena tidak mendesak dibahas. “Kami juga berharap dalam pembentukan RUU ke depannya dapat dilakukan lebih terbuka dan transparan, termasuk melibatkan kelompok masyarakat, dan memerhatikan aspirasi fraksi-fraksi,” ujar Santoso, jubir Fraksi Demokrat.

Sementara itu, anggota Fraksi Nasdem Taufik Basari mengatakan, sejumlah RUU yang disepakati untuk menjadi prioritas, 2021, merepresentasikan kebutuhan hukum dari publik. Salah satunya adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yang kembali menjadi RUU prioritas tahun 2021.

“Kami menyambut baik usulan lintas fraksi untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan nasdem siap mengawal RUU ini. RUU ini juga telah dilengkapi dengan naskah akademik dan draf RUU,” katanya.

Sementara itu, terkait 36 usulan RUU dalam Prolegnas Prioritas 2021, Yasonna mengatakan, pada dasarnya pemerintah tidak berkeberatan dan menerima hasil keputusan Panja Prolegnas, 24 November 2020. “Kami atas nama pemerinta menyetujui sesuai dalam rapat pana, dan itu merupakan hasil terbaik dalam mengatasi perbedaan pendapat demi kepenitngan bangsa dan negara,” ujarnya.

KOMPAS, KAMIS 26 November 2020 Halaman 3.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.