PEREKONOMIAN: Jaga Ekonomi, Atasi Covid-19 Lebih Optimal

JAKARTA, KOMPAS – Kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2020 tidak sedalam triwulan sebelumnya. Perbaikan ekonomi ini mesti dijaga dengan tidak mengabaikan aspek kesehatan sebagai sumber utama pemulihan berkelanjutan.

Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (5/11/2020), merilis,  ekonomi RI pada triwulan III-2020 tumbuh minus 3,49 persen secara tahunan. Kontraksi ini tidak sedalam triwulan II-2020 yang tumbuh minus 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua triwulan berturut-turut ini membuat RI masuk jurang resesi.

Kendati masih terkontraksi, tetapi kegiatan ekonomi mulai membaik. Secara spesifik, hal ini tecermin dalam data secara triwulanan. Ekonomi pada triwulan III-2020 tumbuh 5,05 persen dibandingkan triwulan II-2020. Hampir semua komponen pengeluaran dan produksi membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku pada triwulan III-2020 sebesar Rp 3.894,7 triliun.

Peneliti senior SMERU Research Institute Asep Suryahadi menuturkan, kinerja beberapa sektor mulai membaik selama triwulan III-2020, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, perlu diidentifikasi dan dipelajari lebih lanjut apakah pemulihan tiap sektor akan berlanjut ke triwulan-triwulan berikutnya.

Dari 17 sektor usaha penopang ekonomi, sebanyak 10 sektor usaha masih tumbuh negatif pada triwulan III-2020. Sektor usaha yang terkontraksi paling dalam, antara lain akomodasi makanan-minuman, transportasi dan pergudangan, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan.

“Perbaikan ekonomi, terutama kinerja sektor usaha tetap harus dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan,” ujarnya.

Asep menekankan, perbaikan kondisi ekonomi bukan berarti mengurangi kewaspadaan dalam penanganan pandemi Covid-19. Saat ini beberapa negara kembali menerapkan pembatasan wilayah karena kasus infeksi meningkat. Penerapan pembatasan wilayah akan berimplikasi negatif terhadap tren perbaikan ekonomi.

Perbaikan kondisi ekonomi bukan berarti mengurangi kewaspadaan dalam penanganan pandemi Covid-19.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Triwulan III-2020 Minus 3,49 Persen

Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal, menyatakan, upaya pemerintah menggerakkan perekonomian lewat kebijakan gas dan rem antara ekonomi dan kesehatan mulai berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Namun, perbaikan itu akan semu selama aspek kesehatan tidak ditangani dengan baik.

Data Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan CSIS yang menyandingkan data pergerakan orang dan data kasus Covid-19 pada periode Juli-Oktober, menunjukkan, mayoritas provinsi berada di kategori kuadran II yang menunjukkan kondisi ekonomi membaik dan kesehatan menurun. Namun, aktivitas ekonominya terhitung rendah karena pergerakan aktivitas relatif lamban.

Upaya pemerintah menggerakkan perekonomian lewat kebijakan gas dan rem antara ekonomi dan kesehatan mulai berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Namun, perbaikan itu akan semu selama aspek kesehatan tidak ditangani dengan baik.

Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, per 5 November 2020, ada tambahan 4.065 kasus positif baru sehingga totalnya menjadi 425.796 kasus positif. Sementara itu, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh bertambah 3.860 orang, sehingga totalnya menjadi 357.142 orang. Kasus kematian akibat Covid-19 bertambah 89 orang, sehingga totalnya menjadi 14.348 orang.

Baca juga: Tak Hanya Andalkan Vaksin

Wakil Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sanny Iskandar berpendapat, pemerintah dapat membangkitkan rasa percaya diri pelaku usaha, termasuk untuk berekspansi, melalui konsistensi kebijakan. Sisa anggaran belanja pemerintah semestinya didorong agar segera tersalur. Kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan, juga dibutuhkan.

BPS mencatat, industri pengolahan juga masih terkontraksi atau tumbuh minus 4,31 persen secara tahunan. Angka ini juga membaik dibandingkan dengan triwulan II-2020 yang tumbuh minus 6,19 persen.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan, tren positif pada triwulan III-2020 menandakan kebijakan yang diambil pemerintah sekurang-kurangnya responsif dan adaptif terhadap perkembangan situasi. Untuk itu, pemerintah akan melanjutkan kebijakan yang seimbang.

”Kami akan tetap menjaga keseimbangan. Tidak menomorsatukan kesehatan saja dengan meninggalkan ekonomi,” ujarnya.

Baca juga: Menko Perekonomian: Ekonomi Mulai Bangkit meski Masih Resesi

Jaga Ekonomi, Atasi Covid-19 Lebih Optimal

Waspadai Konsumsi

Selain dari sisi produksi, perbaikan ekonomi juga ditopang komponen pengeluaran terutama belanja pemerintah yang tumbuh meroket 9,76 persen. Komponen lain masih tumbuh  negatif kendati relatif lebih baik, seperti konsumsi rumah tangga tumbuh minus 4,04 persen dan investasi minus 6,48 persen.

Adapun ekspor dan impor terkontraksi cukup dalam masing-masing tumbuh negatif 10,82 persen dan 21,86 persen. Kontribusi konsumsi rumah tangga dan investasi dalam PDB mencapai 88,43 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, konsumsi pemerintah tumbuh tinggi karena ada kenaikan realisasi belanja bantuan sosial (bansos),  barang dan jasa, serta belanja pegawai termasuk insentif untuk tenaga kesehatan. Beberapa alokasi belanja juga ditingkatkan, seperti penanggulangan bencana dan pemberdayaan sosial. Belanja pemerintah dalam struktur PDB berkontribusi positif 0,72 persen.

“Kontraksi ekonomi tidak sedalam triwulan sebelumnya karena kinerja beberapa indikator mulai membaik sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB),” kata dia.

BPS dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 juga menunjukkan, Covid-19 berimbas ke sektor ketenagakerjaan. Sebanyak 29,12 juta orang atau 14,28 persen dari 203,97 juta orang penduduk usia kerja terdampak pandemi. Jumlah pengangguran meningkat 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Pandemi juga menyebabkan rata-rata upah buruh turun 5,18 persen menjadi Rp 2,76 juta per bulan. Kondisi ini harus diwaspadai agar tidak berdampak signifikan ke pertumbuhan konsumsi.

Jumlah pengangguran meningkat 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Pandemi juga menyebabkan rata-rata upah buruh turun 5,18 persen menjadi Rp 2,76 juta per bulan.

Jaga Ekonomi, Atasi Covid-19 Lebih Optimal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, konsumsi rumah tangga terus diperbaiki melalui penyaluran bansos. Namun, konsumsi kelas menengah atas masih tertahan karena karakteristik konsumsinya didominasi barang dan jasa yang sensitif terhadap mobilitas. Konsumsi kelas menengah atas akan terbatas selama Covid-19 belum tertangani.

Di sisi lain, salah satu faktor yang mendorong perbaikan ekonomi adalah belanja negara. Penyerapan belanja pemerintah tumbuh 15,5 persen sampai akhir September 2020, terutama ditopang realisasi bansos dan dukungan untuk dunia usaha termasuk UMKM. Percepatan realisasi belanja ini terefleksi dalam pertumbuhan konsumsi pemerintah.

“Akselerasi pemulihan akan didorong melalui kebijakan fiskal melalui percepatan belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” kata Sri Mulyani.

Baca juga: Anggaran Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Diperkirakan Tersisa

Sri Mulyani menekankan, potensi belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masih besar karena belanja daerah belum terealisasi optimal. Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan III-2020 baru 53,3 persen dari total anggaran belanja yang sebesar Rp 1.080,71 triliun. Percepatan realisasi belanja daerah menentukan pemulihan ke depan. (FX LAKSANA AS/C ANTO SAPTOWALYONO)

KOMPAS, JUM’AT, 06 Nopember 2020 Halaman 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.