JAKARTA, KOMPAS – Krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk berbenah secara komprehensif dengan membangun tata kelola yang baik, efisien, akuntabel, dan bebas korupsi. Untuk itu, diperlukan program konkret dan komprehensif yang dijalankan secara konsisten serta diikuti sanksi dan insentif yang jelas.
Dalam pembukaan kegiatan Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK), Rabu (26/8/2020), Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya mencegah korupsi secara besar-besaran. Ia juga menekankan hal itu harus dilakukan dengan tetap menindak tegas pihak yang terlibat korupsi.
Terkait hal itu, di tengah pandemi Covid-19, Presiden Jokowi mengingatkan langkah cepat dan tepat untuk mengatasi krisis harus dilakukan tanpa mengabaikan transparansi serta akuntabilitas. Presiden menegaskan, dua hal tersebut harus berjalan bersama dan saling menguatkan.
”Kita harus merumuskan dan melakukan langkah-langkah yang konkret dan konsisten dari waktu ke waktu,” kata Presiden melalui telekonferensi.
ANPK diselenggarakan Tim Nasional Pencegahan Korupsi. ANPK diikuti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menteri, DPR, pimpinan lembaga, kepala daerah, serta perwakilan masyarakat sipil. Sebagian peserta hadir di Gedung KPK, Jakarta, dan sebagian lagi mengikuti secara virtual.
Hambatan transformasi
Korupsi masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2019 ialah 40. Indonesia ada di peringkat ke- 85 dari 180 negara yang dikaji. IPK Indonesia hanya membaik 8 poin dibandingkan IPK 2012.

Baca juga: Komponen Bangsa Merupakan Bagian dari Gerakan Antikorupsi
Korupsi juga dapat mengganggu transformasi sosial, ekonomi, dan politik. Indeks Pemerintahan (Governance Index) Indonesia 2020 adalah 5,4. Dari skala 0-10, semakin tinggi skor, makin baik capaian sebuah negara. Skor di indeks ini menjadi yang terendah dari tiga indeks penyusun Indeks Transformasi dari Bertelsmann Stiftung. Dua indeks penyusun lainnya, yaitu Indeks Demokrasi, Indonesia mendapat skor 6,5 dan Indeks Ekonomi 6,1.
Kebijakan dalam mengatasi korupsi menjadi salah satu indikator yang membuat turunnya skor Indeks Pemerintahan. Kebijakan mengatasi korupsi mendapat skor 4. Dalam indeks yang dilansir dua tahun sekali itu, sejak 2012, skor Indonesia pada indikator kebijakan mengatasi korupsi stagnan di nilai 4.
Tiga langkah
Untuk berbenah secara komprehensif, menurut Presiden Jokowi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembenahan regulasi yang tumpangtindih, tak memberikan kepastian hukum, berbelit-belit, dan membuat pejabat serta birokrasi tak berani melakukan eksekusi dan inovasi.
Presiden mengingatkan penegak hukum dan pengawas jangan pernah memanfaatkan hukum yang tidak sinkron untuk menakut-nakuti eksekutif, pengusaha, dan masyarakat.
”Aparat penegak hukum dan pengawas yang melakukan seperti ini adalah musuh kita semua. Musuh negara. Saya tidak akan memberi toleransi kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran ini,” tegas Presiden.
Langkah kedua, kata Presiden, ialah reformasi birokrasi. Organisasi birokrasi yang terlalu banyak jenjang dan divisi harus disederhanakan. Langkah ketiga, gerakan budaya antikorupsi harus digalakkan.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat menutup ANPK menambahkan, masih tingginya tindak korupsi di Indonesia menjadi pelajaran bahwa sistem pencegahan korupsi harus lebih mampu menutup celah dan peluang terjadinya korupsi.
Wapres berharap, KPK terus menjadi rumah program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). KPK harus menjadi pengikat yang kuat bagi kolaborasi dan kerja sama program Stranas PK.
Lima fokus
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, ada lima fokus area yang dikerjakan dan menjadi komitmen KPK. Pertama, KPK akan melakukan pemberantasan korupsi di bidang bisnis yang terkait tata niaga dan perizinan. Kedua, pemberantasan korupsi terkait penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Ketiga, korupsi terkait bidang politik. Keempat, korupsi yang terkait pelayanan publik. Kelima, korupsi terkait sumber daya alam. Kelima area itu dipilih pimpinan KPK karena sesuai dengan program yang dicanangkan Presiden.
Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai, program Stranas PK saat ini sudah berhasil pada tiga sektor, yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
Namun, masih ada kekurangan, yaitu kebutuhan tenaga ahli di bidang pencegahan korupsi yang memiliki kemampuan memantau dan mengevaluasi program yang telah disusun. Pendidikan antikorupsi dan kebutuhan tenaga ahli sangat berpengaruh pada program Stranas PK yang bergerak dalam pencegahan korupsi.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril mengatakan, sanksi perlu diberikan kepada instansi yang tidak menjalankan secara optimal upaya pemberantasan korupsi. Sebaliknya, lembaga yang berhasil perlu diberi intensif agar bisa memperkuat lembaga untuk berinovasi.
Dia juga mengingatkan, dalam pemberantasan korupsi, integritas harus ada di setiap lembaga. Budaya tersebut harus dijalankan secara konsisten yang diwujudkan dalam sikap tanggung jawab dan akuntabilitas. Jika integritas tidak dijalankan, perlu ada sanksi, seperti dinonaktifkan dan turun jabatan.
KOMPAS, KAMIS, 27082020 Halaman 1.