Prioritaskan Vaksin untuk Kelompok Rentan

JAKARTA, KOMPAS—Vaksin Covid-19 akan efektif memutus rantai penyebaran virus SARS-CoV-2 jika memiliki cakupan luas. Untuk tahap pertama, vaksin mesti diprioritaskan bagi kelompok rentan, yakni orang lanjut usia dan yang memiliki penyakit penyerta.

”Sambil menanti riset dan uji klinis vaksin hingga siap diproduksi, kita harus menyiapkan data kelompok rentan yang akan mendapatkannya,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Muljono Handojo, di Jakarta, Rabu (12/8/2020).

Vaksin akan efektif memutus rantai penularan jika diberikan pada minimal 70 persen populasi Indonesia atau 175 juta penduduk. ”Vaksin produksi Sinovac, jika uji klinisnya berhasil, selain untuk di China juga akan dibagikan ke negara lain yang mengikuti uji klinis. Karena itu, menjadi penting kita punya vaksin buatan dalam negeri,” tutur David.

Hal lain yang perlu diperhitungkan, lanjut David, adalah masalah sosial berupa kurangnya kesadaran dan pengetahuan warga terkait vaksin.

Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kemarin, menunjukkan, ada penambahan 1.942 kasus Covid-19   di Indonesia jika dibandingkan sehari sebelumnya. Jumlah kasus diperiksa 13.698 orang atau positivity rate 14,2 persen. Dengan demikian, kini total 130.718 kasus Covid-19 di Indonesia dengan 85.794 pasien sembuh dan 5.903 orang meninggal.

Vaksin produksi Sinovac, jika uji klinisnya berhasil, selain untuk di China juga akan dibagikan ke negara lain yang mengikuti uji klinis.

Korban meninggal akibat Covid-19 terbanyak di Indonesia dari kelompok umur 46-59 tahun, yaitu 39,5 persen, disusul kelompok umur di atas 60 tahun (38,6 persen). Mayoritas penderita berumur 31-45 tahun (31,4 persen), usia 46-59 tahun (24,6 persen), usia 19-30 tahun (23,5 persen), dan usia di atas 60 tahun (11,4 persen).

Dari penyakit penyerta, sebanyak 13,2 persen mengalami hipertensi, diabetes melitus (11,7 persen), penyakit jantung (7,6 persen), gagal ginjal (3,1 persen), paru kronis (2,4 persen), dan gangguan pernapasan lain sebanyak 1,7 persen.

Berkolaborasi

Sebelumnya, uji klinis fase ketiga calon vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech, China, mulai dilakukan di Kota Bandung, Selasa (11/8), melibatkan 1.620 sukarelawan. Uji klinis itu dilakukan bekerja sama dengan PT Bio Farma dan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Calon vaksin yang dinamakan CoronaVac itu dibuat dari virus inaktif sehingga tak lagi menimbulkan penyakit. Di sisi lain, vaksin memicu produksi antibodi. Juni lalu Sinovac menuntaskan uji klinis kombinasi fase kesatu dan kedua pada 743 sukarelawan. Menurut Sinovac, tak ada efek buruk dan vaksin memproduksi respons kekebalan tubuh.

Bulan lalu, Sinovac meluncurkan uji klinis fase ketiga di Brasil pada 9.000 sukarelawan bersama Instituto Butantan, produsen vaksin dan produk imunobiologis Brasil. Adapun kapasitas produksi Bio Farma 100 juta dosis per tahun dan bersiap menambah kapasitas 150 juta dosis lagi.

Selain Sinovac, saat ini baru empat perusahaan melakukan uji klinis fase ketiga, yakni Sinopharm (China) yang dilaksanakan di Uni Emirat Arab, Moderna di Amerika Serikat, Universitas Oxford (Inggris) berkolaborasi dengan AstraZeneca, serta BioNTech (Jerman) yang berkolaborasi dengan Pfizer (AS).

Selain bekerja sama dengan luar negeri, menurut Presiden Joko Widodo, pemerintah mengembangkan vaksin dari isolat Covid-19 di Indonesia dan ditargetkan selesai pada 2021. Vaksin dikembangkan konsorsium riset beranggotakan antara lain Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (Kompas.id, 11 Agustus 2020)

Prosedur uji klinis

Sebagaimana dikutip dari the New York Times dan Vaccine Today, ada beberapa tahap pengembangan vaksin sejak dari laboratorium hingga di fasilitas klinik. Pada uji praklinis, peneliti menguji calon vaksin secara in vitro (kultur sel atau organ terisolasi), lalu diujikan pada hewan percobaan seperti tikus. Itu bertujuan melihat apakah vaksin memicu respons imun dan tidak memicu dampak buruk.

Jika dinilai efektif, uji klinis fase kesatu dilakukan pada manusia, biasanya puluhan orang. Selanjutnya uji klinis fase kedua dilakukan pada ratusan orang untuk memastikan efektivitas dan keamanannya.

Tahap berikut yakni uji klinis fase ketiga, di mana vaksin dicobakan pada ribuan orang di sejumlah negara (multicenter). Itu bertujuan memastikan kemampuan vaksin memicu respons imun dibandingkan mereka yang diberi plasebo. Uji ini memastikan vaksin bisa melindungi dari virus korona baru dan keamanannya atau apa ada efek samping tak tampak saat uji klinis sebelumnya.

Setelah terbukti efektif, otoritas di tiap negara mengevaluasi hasil uji klinis dan memutuskan menyetujui atau tidak peredaran vaksin. Juni lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyatakan, vaksin efektif jika melindungi minimal 50 persen orang yang divaksinasi. Lalu ada uji klinis setelah vaksin dipasarkan, yakni fase 4 untuk mengevaluasi keamanan vaksin pada orang berbagai usia dan ras.

Meski uji klinis calon vaksin telah memasuki fase ketiga, pengendalian Covid-19 tak boleh mengendur. Menurut ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono, zonasi dalam menentukan risiko penularan Covid-19 kurang tepat karena masih minimnya pelacakan dan pemeriksaan kasus. (AHMAD ARIF/DEONISIA ARLINTA/ATIKA WALUJANI MOEDJIONO)

KOMPAS, KAMIS, 13082020 Halaman 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.