JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menjamin harga jual beli tenaga listrik bagi pengembangan energi terbarukan kian menarik. Namun, tarifnya nanti tetap harus memperhitungkan profil risiko investasi agar tidak merugikan pengembang. Selain itu, listrik dari sumber energi terbarukan perlu diserap PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai pembeli tunggal.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyambut baik regulasi baru yang bakal mengatur tarif tenaga listrik dari sumber energi terbarukan tersebut. Regulasi yang nantinya berbentuk peraturan presiden tersebut akan menetapkan skema feed in tariff untuk pembangkit listrik dengan skala di bawah 20 megawatt (MW).
Skema ini jauh lebih menarik ketimbang skema berdasar biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit listrik.
”Jaminan bahwa tarif tenaga listrik untuk pembangkit dari energi terbarukan yang menarik harus sesuai dengan profil risiko dan memenuhi tingkat pengembalian investasi pengembang,” kata Fabby saat dihubungi di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Jaminan bahwa tarif tenaga listrik untuk pembangkit dari energi terbarukan yang menarik harus sesuai dengan profil risiko dan memenuhi tingkat pengembalian investasi pengembang.
Baca juga: Pembangkit Tenaga Diesel dan Batubara yang Tak Efisien Dihentikan

Skema feed in tariff adalah patokan pembelian tenaga listrik dari sumber energi terbarukan berdasarkan biaya produksinya. Dalam aturan yang selama ini berlaku, jual beli tenaga listrik dari sumber energi terbarukan berbasis BPP. Dalam hal besaran BPP pembangkitan ketenagalistrikan di mana lokasi pembangkit listrik energi terbarukan itu dibangun di atas rata-rata BPP pembangkitan nasional, maka harga pembelian tenaga listriknya paling tinggi 85 persen dari BPP pembangkitan setempat.
Selain itu, lanjut Fabby, pemerintah harus bisa menjamin kepastian mengenai target atau kuota energi terbarukan benar-benar dapat terpenuhi. Dukungan nonfinansial kepada pengembang energi terbarukan juga harus ditetapkan dalam aturan yang bakal terbit nanti. PLN, selaku pembeli tunggal tenaga listrik dari pihak pengembang, sebaiknya diberikan kompensasi atas penerapan skema feed in tariff.
Pemerintah harus bisa menjamin kepastian mengenai target atau kuota energi terbarukan benar-benar dapat terpenuhi.
Dalam keterangan resmi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan, aturan mengenai feed in tariff untuk pembelian tenaga listrik dari sumber energi terbarukan sedang disiapkan. Aturan tersebut adalah bentuk komitmen pemerintah untuk pemanfaatan energi terbarukan di dalam negeri. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong investasi energi terbarukan di Indonesia lebih pesat.
”Peraturan terkait harga tenaga listrik dari energi terbarukan yang lebih menarik segera diterbitkan. Ini agar ada akselerasi untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” ucap Arifin.
Baca juga: Libatkan Swasta Nasional dalam Pengembangan Elektrifikasi
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air Riza Husni menilai, aturan yang sedang disiapkan tersebut merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah mengembangkan energi terbarukan di dalam negeri. Namun, sebagai pengembang tenaga listrik dari energi terbarukan, ia berharap PLN memprioritaskan penyerapan tenaga listrik dari energi terbarukan dan tidak memberlakukan pembatasan.
”Selain itu, perbandingan harga tenaga listrik dari energi terbarukan dan fosil sebaiknya tak semata dalam rupiah per kilowatt jam (kWh)-nya saja. Perlu dipertimbangkan juga aspek dampak lingkungan dari penggunakan energi terbarukan dibandingkan dengan energi fosil,” tutur Riza.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah menargetkan peran energi terbarukan sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025. Selanjutnya, peran tersebut ditingkatkan menjadi sedikitnya 31 persen pada 2050. Hingga saat ini, porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional masih kurang dari 10 persen.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengganti sejumlah pembangkit listrik yang tak efisien dan berbahan bakar fosil dengan pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan. Tercatat ada 2.246 pembangkit listrik tenaga diesel dan 23 pembangkit listrik tenaga uap yang sudah tua yang bakal dihentikan operasinya dalam tiga tahun ke depan.
Sebagian besar dari pembangkit tersebut akan diganti dengan tenaga gas sehingga akan ada penghematan biaya operasi sebesar Rp 3 triliun per tahun.
Baca juga: Tantangan Mewujudkan Energi Terbarukan
Dari sisi investasi, pemerintah menargetkan investasi di sektor energi terbarukan sebesar 2,3 miliar dollar AS tahun ini. Pada 2019, realisasi investasi di sektor ini mencapai 1,5 miliar dollar AS. Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal Maret lalu diperkirakan bakal membuat pengembangan energi terbarukan lesu dan tak sesuai target.
KOMPAS, JUM’AT, 24072020 Halaman 10.