PERDAGANGAN INTERNASIONAL: Indonesia Berpeluang Manfaatkan Stabilisasi Impor Jepang

JAKARTA, KOMPAS — Pelaku agrobisnis di Jepang tengah mempertahankan impor produk hortikultura dan rempah-rempah agar dapat memenuhi permintaan masyarakat ”Negeri Sakura” itu di tengah pandemi Covid-19. Hal ini dapat dimanfaatkan eksportir Indonesia untuk mengambil bagian dalam stabilisasi pasokan di Jepang.

Perwakilan Nanyang Trading Inc, Katsunari Kasugai, mengatakan, perusahaan tengah berusaha menjaga impor produk hortikultura dan rempah-rempah agar tak menurun selama pandemi Covid-19.

”Permintaan terhadap produk tersebut berasal dari warga Indonesia, Malaysia, negara berpenduduk mayoritas Muslim, dan negara-negara di kawasan Amerika Latin yang tinggal di Jepang,” tuturnya saat seminar daring yang digelar Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Osaka, Jepang, Selasa (21/7/2020).

Berdasarkan data Nanyang Trading Inc, mayoritas produk hortikultura dan rempah-rempah tersebut diimpor dari Indonesia. Sebanyak 60 persen di antaranya cabai rawit merah dan sisanya terdiri dari jantung pisang, pete, jengkol, honje, bawang merah, lengkuas, serai, kunyit, dan daun kare.

Mayoritas produk hortikultura dan rempah-rempah tersebut diimpor dari Indonesia. Sebanyak 60 persen di antaranya cabai rawit merah dan sisanya terdiri dari jantung pisang, pete, jengkol, honje, bawang merah, lengkuas, serai, kunyit, dan daun kare.

Menurut pengalaman dan rekam jejak selama mengimpor produk-produk itu, Katsunari menuturkan, kualitas Indonesia lebih unggul dibandingkan Thailand dan Vietnam. Produk hortikultura dan rempah Indonesia pun selalu lolos dalam proses pengecekan karantina, berbeda dengan Malaysia dan Thailand yang biasanya tak lolos lantaran faktor pestisida.

Produk-produk yang diimpor Nanyang Trading Inc dalam bentuk beku. ”Kami memiliki lahan pertanian di Bogor, Jawa Barat, dan diolah secara organik. Dalam proses pengolahan hingga pengiriman dalam bentuk beku, kami mendampingi, membina, dan melatih tenaga kerja yang terlibat,” ujarnya.

Indonesia Berpeluang Manfaatkan Stabilisasi Impor Jepang

Sementara itu, perwakilan Yogi Tsusho Co Ltd, Hiroo Tokoro, menyebutkan, permintaan saat ini cenderung mengarah ke produk hortikultura dan rempah Indonesia sebagai substitusi dari China. China memiliki empat musim, sedangkan Indonesia berada di wilayah tropis.

”Hal ini mestinya menjadi keunggulan bagi Indonesia sebagai sumber pasokan karena frekuensi panennya lebih sering dibandingkan China,” tuturnya.

Permintaan saat ini cenderung mengarah ke produk hortikultura dan rempah Indonesia sebagai substitusi dari China.

Meskipun demikian, Hiroo menekankan, perusahaannya tetap akan menilai produk yang ditawarkan eksportir Indonesia sebagai calon pemasok. Penilaian itu antara lain terkait kualitas, keamanan pangan, dan ketertelusuran produk.

Sertifikasi skala internasional saja tidak cukup. Biasanya, perwakilan dari perusahaan akan meninjau langsung proses pengolahan calon pemasok untuk memantau pengendalian dan manajemen mutu produk. ”Karena Covid-19, perusahaan akan meminta sampel produk asli beserta dokumen dan data terperinci,” katanya.

Baca juga: Asa Bisnis Rempah Nusantara

Kepala ITPC Osaka Ichwan Joesoef mengatakan, realisasi kerja sama bisnis dengan Jepang, khususnya untuk sumber pasokan pangan, membutuhkan waktu dua tahun setelah perkenalan. Oleh sebab itu, pihaknya akan mengadakan penjajakan bisnis untuk memfasilitasi pelaku usaha dari Indonesia.

Belum optimal

Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Luar Negeri Kementerian Perdagangan Sulistyawati menyatakan, ada Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia-Jepang (IJ-EPA). Salah satu fasilitas yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah bea masuk sebesar nol persen ke Jepang, misalnya untuk nanas dengan kuota 300 ton per tahun.

Meskipun demikian, pelaku agrobisnis Indonesia belum mengoptimalkan fasilitas tersebut. Kementerian Perdagangan mencatat, perusahaan yang dapat memanfaatkan fasilitas IJ-EPA hanya PT Great Giant Pineapple. Perusahaan lain belum dapat memanfaatkan fasilitas itu lantaran belum bisa memenuhi syarat maksimal berat nanas yang diekspor ke Jepang sebesar 900 gram.

Oleh sebab itu, Sulistyawati menilai, peluang untuk mengekspor produk hortikultura dan rempah ke Jepang perlu dioptimalkan dan penguasaan pasar di Jepang oleh Indonesia mesti dioptimalisasi. ”Memang secara teknis  perlu ada penyesuaian (bagi pelaku bisnis Indonesia) untuk memenuhi spesifikasi yang diminta Jepang,” ujarnya.

Baca juga: Jepang Berkomitmen Bangun Natuna dan Sektor Prioritas Indonesia

Berdasarkan data yang dihimpun, Konsul Jenderal RI di Osaka, Jepang, Mirza Nurhidayat memaparkan, Jepang merupakan importir buah ke-13 dan importir sayur ke-7 terbesar di dunia. Rata-rata, pertumbuhan impor buah dan sayur Jepang mencapai 1,6 persen per tahun.

Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, Indonesia berada di posisi ke-20 sebagai eksportir produk hortikultura di Jepang. Secara berturut-turut, negara yang menempati ranking pertama hingga ketiga ialah China, Filipina, dan Amerika Serikat.

KOMPAS, RABU, 22072020 Halaman 10.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.