KARTU PRAKERJA: Penyelenggaraan Gelombang IV Masih Dibayangi Persoalan

JAKARTA, KOMPAS — Setelah tertunda nyaris dua bulan, pendaftaran program Kartu Prakerja akan dibuka lagi. Namun, sejumlah persoalan yang sejak awal membayangi program ini dinilai belum dapat sepenuhnya diatasi dengan revisi peraturan. Penyelenggaraan gelombang IV dikhawatirkan masih dibayangi persoalan yang sama.

Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja Rudy Salahuddin, Selasa (14/7/2020), berharap pendaftaran bisa dibuka lagi pada pekan keempat bulan ini. Saat ini, pemerintah tengah menunggu hasil pemeriksaan pelaksanaan gelombang I-III oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

”Ada beberapa lembaga pelatihan yang sedang diverifikasi BPKP. Kami berharap bisa selesai minggu ini, bersamaan dengan aturan pelaksanaan secara paralel, sehingga minggu keempat (bulan Juli) ini bisa dibuka,” kata Rudy.

Program Kartu Prakerja gelombang IV akan diprioritaskan bagi pekerja terdampak pandemi Covid-19 dan tercatat di data Kementerian Ketenagakerjaan. Saat ini tercatat 1,7 juta pekerja terdampak pandemi, tetapi baru 143.000 orang di antaranya yang menerima Kartu Prakerja. Jumlah itu bagian dari 680.000 peserta program.

Penyelenggaraan Gelombang IV Masih Dibayangi Persoalan

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satrio Lelono mengatakan, pihaknya sudah bekerja sama dengan dinas ketenagakerjaan di tiap provinsi untuk mendorong masyarakat mendaftar program Kartu Prakerja. Rencananya, pada Agustus 2020, program pelatihan mulai diadakan secara luring/offline.

Sejak dimulai 11 April 2020, sejumlah persoalan membayangi penyelenggaraan program Kartu Prakerja. Hal ini membuat pemerintah merevisi sejumlah regulasi, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres No 36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020.

Aturan itu memuat 11 poin perubahan dari perpres sebelumnya. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga menyusun regulasi terkait. Namun, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, revisi peraturan itu tidak signifikan menjawab persoalan.

”Aturannya memang harus direvisi. Persoalannya, program ini sudah berjalan sampai tiga gelombang, tetapi perubahan yang dilakukan juga tidak terlalu signifikan,” ujarnya.

Penyelenggaraan Gelombang IV Masih Dibayangi Persoalan

Beberapa persoalan yang berulang disoroti antara lain kemitraan dengan perusahaan platform digital sebagai penyedia pasar (marketplace) tanpa mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah serta memunculkan potensi konflik kepentingan. Polemik ini bahkan sampai berujung pada mundurnya CEO Ruangguru Belva Devara dari jabatan Staf Khusus Presiden RI.

Problem ini dijawab pemerintah dengan Pasal 31A yang mengatur bahwa pemberian dan pelaksanaan manfaat serta pemilihan platform digital tidak termasuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah, tetapi tetap memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika yang berkaitan.

Baca juga : Tunda Pelatihan Program Kartu Prakerja, Alihkan untuk Insentif

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai aturan itu cenderung melanggengkan praktik pemilihan platform digital tanpa menggunakan mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana diatur di Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perpres hasil revisi ini berpotensi memunculkan persoalan baru.

”Pemerintah mengesampingkan mekanisme pengadaan barang dan jasa sebagai instrumen memilih delapan platform digital. Pada saat proses pemilihan, nyatanya pemerintah abai menggunakan prinsip pengadaan,” kata peneliti ICW, Wana Alamsyah.

Persoalan lain yang mengemuka adalah mekanisme seleksi dan penyaluran program yang tidak tepat sasaran. Pemerintah menjawab persoalan ini dengan mendetailkan syarat peserta dalam Pasal 3 Perpres No 76/2020, termasuk melarang peserta dari latar belakang DPRD, TNI, Polri, perangkat desa, dan pengurus BUMN/BUMD.

Meski demikian, Enny menilai, perpres baru terkesan ”menimpakan” kesalahan kepada peserta. Dalam Pasal 31C, peserta yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan, tetapi telah menerima bantuan biaya pelatihan dan insentif, wajib mengembalikan uang ke negara.

Jika peserta tidak mengembalikan uang negara dalam 60 hari, manajemen pelaksana dapat mengajukan gugatan ganti rugi. ”Persoalannya, kenapa waktu verifikasi, orang itu bisa lolos? Berarti masalahnya ada di sistem seleksi yang tidak beres. Lantas, kenapa yang dikenai sanksi mengembalikan uang hanya masyarakat?” kata Enny.

Baca juga : Perbaiki Mekanisme agar Tujuan Kartu Prakerja Tak Meleset

Di sisi lain, bentuk penyaluran biaya Kartu Prakerja ada dua, yakni biaya pelatihan untuk lembaga pelatihan dan biaya insentif untuk peserta. Namun, perpres baru tidak mengatur pertanggungjawaban biaya pelatihan yang diberikan kepada lembaga pelatihan dan ikut diterima platform digital melalui pungutan komisi. ”Kalau mau mengaudit, seharusnya proporsional,” kata Enny.

Impunitas

Pasal lain yang disoroti adalah soal ”impunitas” yang diberikan kepada pengelola program melalui Pasal 31B yang mengatur bahwa kebijakan pemerintah serta tindakan manajemen pelaksana yang ditetapkan dan dilakukan sebelum perpres direvisi dinyatakan sah sepanjang didasarkan pada itikad baik.

”Ini artinya tidak ada pertanggungjawaban, kepastian hukum, dan kejelasan atas persoalan yang sudah lalu. Di mana-mana, yang melakukan kesalahan itu yang bertanggung jawab, jangan ditimpakan kepada masyarakat,” kata Enny.

Penyelenggaraan Gelombang IV Masih Dibayangi Persoalan

Secara garis besar, Kartu Prakerja juga dinilai belum terbukti bisa menjawab persoalan ketenagakerjaan di tengah pandemi ini. Belum ada tolok ukur obyektif yang bisa menunjukkan peserta menjadi lebih terampil setelah mengikuti program, atau mendapatkan pekerjaan dan sukses menjalankan usaha sendiri.

Masalah teknis lain seperti terhambatnya pemberian insentif Rp 600.000 ke peserta setiap bulan juga masih membayangi pelaksanaan gelombang keempat.

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan peserta. Hal itu antara lain memastikan rekening bank dan dompet digital masih aktif, memastikan NIK rekening sama dengan NIK saat mendaftar Kartu Prakerja, dan memastikan akun dompet digital sudah melalui verifikasi proses Know Your Customer (KYC).

Secara garis besar, Kartu Prakerja juga dinilai belum terbukti bisa menjawab persoalan ketenagakerjaan di tengah pandemi ini.

Jika langkah itu sudah dilakukan tetapi dana insentif belum diterima, ia meminta peserta bersabar. ”Sabar saja karena kami akan terus melakukan perbaikan dalam sistem informasi untuk melayani peserta,” kata Denni.

Tata kelola

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, perpres hasil revisi sudah menampung berbagai masukan dan rekomendasi dari banyak pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, kepolisian, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Beberapa lembaga itu kini dimasukkan dalam jajaran Komite Cipta Kerja yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. ”Kami ingin menjamin program ini tetap bisa berjalan dengan tetap menjaga aspek akuntabilitas dan tata kelola program. Dengan perpres baru, kami harap tata kelola program berjalan lancar, mengingat batch berikutnya sudah sangat ditunggu,” kata Susi.

Penyelenggaraan Gelombang IV Masih Dibayangi Persoalan

Terkait kewajiban pengembalian uang dan tuntutan ganti rugi kepada peserta, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi mengatakan, pengenaan sanksi baru diberikan untuk peserta gelombang IV.

Pasal itu dimunculkan sebagai langkah preventif agar penyaluran program ke depan tepat sasaran, sekaligus langkah korektif berupa tuntutan hukum. ”Tetapi, pengaturan itu sifatnya prospektif ke depan, tidak boleh berlaku mundur,” katanya.

Mekanismenya, manajemen pelaksana bisa mengontak secara langsung peserta bersangkutan untuk meminta pengembalian biaya. Opsi lainnya bisa dilakukan melalui jaksa pengacara negara.

Baca juga : Evaluasi Kartu Prakerja, Antisipasi Jumlah Penganggur Melonjak

Sementara itu, untuk menjawab kritik terkait mekanisme pengadaan barang dan jasa, Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja Rudy Salahuddin mengatakan, program Kartu Prakerja tidak perlu melalui proses itu karena anggaran APBN diberikan langsung kepada masyarakat sebagai penerima manfaat, bukan ke platform digital dan lembaga pelatihan

”Platform digital hanya bersifat sebagai marketplace untuk memilih pelatihan yang diinginkan peserta. Jadi, di sini tidak kita perlukan pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi prinsip-prinsipnya kita kedepankan, misalnya mengumumkan secara terbuka syarat dan kriteria yang diperlukan untuk menjadi mitra,” katanya.

KOMPAS, RABU, 15072020 Halaman 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.