BIROKRASI: ASN Dilarang Ikut Berpolitik dalam Pilkada 2020

JAKARTA, KOMPAS — Aparatur sipil negara atau ASN diminta tidak ikut dalam berbagai kegiatan yang sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Potensi itu rentan terjadi di daerah yang kepala daerahnya menjadi bakal calon petahana di Pemilihan Kepala Daerah 2020. Jika terseret dalam kepentingan politik, tak dimungkiri ASN dapat jatuh pada praktik korupsi, seperti kasus di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto saat dihubungi di Jakarta, Rabu (8/7/2020), mengatakan, pelanggaran netralitas ASN diprediksi akan meningkat di Pilkada 2020. Dengan alokasi dana penanganan pandemi Covid-19 yang besar di daerah, pendistribusiannya rentan ditunggangi dengan kepentingan politik praktis. Apalagi, di daerah tersebut akan terdapat bakal calon petahana.

”Untuk dana-dana Covid-19, kan, besar. Tentu ini bisa menjadi program yang kemudian ditebengi dengan berbagai macam kepentingan, termasuk kepentingan untuk kampanye. Saya kira ini yang kami khawatirkan sampai dengan bulan Desember nanti. Ini, kan, masih panjang waktunya,” ujar Agus.

Pelanggaran netralitas ASN diprediksi akan meningkat di Pilkada 2020. Dengan alokasi dana penanganan pandemi Covid-19 yang besar di daerah, pendistribusiannya rentan ditunggangi dengan kepentingan politik praktis. Apalagi, di daerah tersebut akan terdapat bakal calon petahana.

Pemungutan suara pada Pilkada 2020 telah ditetapkan jatuh pada 9 Desember 2020. Saat ini, tahapan pilkada yang ditunda akibat pandemi Covid-19 sudah mulai dilanjutkan kembali.

Hingga Rabu ini, KASN mencatat ada 404 aduan terkait ASN. Jenis pelanggaran yang diadukan meliputi kampanye dan sosialisasi di media sosial, serta kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan pada calon tertentu.

Dari total 404 ASN tersebut, KASN telah memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap 323 ASN. Dari jumlah itu, Pejabat Pembina Kepegawaian telah menindaklanjuti rekomendasi terkait 161 ASN.

Jenis jabatan ASN yang melanggar adalah jabatan pimpinan tinggi (36 persen), jabatan fungsional (17 persen), dan jabatan administrator (13 persen).

Setelah ditelaah lebih jauh, jenis jabatan ASN yang melanggar adalah jabatan pimpinan tinggi (36 persen), jabatan fungsional (17 persen), dan jabatan administrator (13 persen).

Agus membenarkan bahwa jabatan pimpinan tinggi paling rawan dipolitisasi demi kepentingan pilkada karena dianggap memiliki sumber daya yang besar, baik fasilitas maupun anggaran. Seperti yang terjadi di Kutai Timur, tiga kepala dinas ikut terjerat kasus dugaan korupsi sejumlah proyek pembangunan bersama bupati dan ketua DPRD setempat.

Namun, menurut Agus, seharusnya ASN tidak perlu khawatir terhadap ancaman para calon petahana. Sebab, semua promosi, mutasi, dan rotasi ASN di birokrasi harus melalui sistem merit yang dilakukan secara terbuka, kompetitif, dan akuntabel.

Jika ASN terbukti ikut berpolitik, kata Agus, masalah bagi ASN malah semakin besar. KASN akan merekomendasikan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memblokir Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) ASN tersebut sehingga hak-hak kepegawaiannya tidak bisa diproses. Apalagi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini juga ikut mengawasi netralitas ASN tersebut.

”Makanya dari sisi pidana, kan, jelas mereka diawasi betul oleh KPK. Dari sisi merit, kami juga mengawasi. Ini yang kadang-kadang masih tidak dipahami. Mereka (ASN) masih menganggap bahwa (sistem merit) itu masih bisa dimainkan oleh PPK. Padahal, tidak juga. Seharusnya tidak ada lagi dilematis bagi ASN,” ujar Agus.

Seharusnya ASN tidak perlu khawatir terhadap ancaman para calon petahana. Sebab, semua promosi, mutasi, dan rotasi ASN di birokrasi harus melalui sistem merit yang dilakukan secara terbuka, kompetitif dan akuntabel.

Baca juga: Tjahjo Kumolo: ”Jujur, 70 Persen ASN Netralitasnya Tidak Terjaga”

Daerah rawan

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan, pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah daerah yang memperlihatkan ketidaknetralan ASN.

Menurut laporan KASN dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kepada KPK pada Pilkada 2019, ada lima daerah yang memiliki tingkat pelanggaran netralitas ASN tertinggi, yakni Sulawesi Utara (59 kasus), Sulawesi Selatan (47 kasus), Jawa Tengah (29 kasus), Sulawesi Barat (24 kasus), dan Sulawesi Tengah (22 kasus).

Selanjutnya, pada Pilkada 2020, per Juni, ada lima daerah yang memiliki tingkat pelanggaran netralitas ASN tertinggi, meliputi Kabupaten Wakatobi (18 kasus), Kabupaten Sukoharjo (11 kasus), Provinsi Nusa Tenggara Barat (7 kasus), Kabupaten Dompu (7 kasus), dan Kabupaten Bulukumba (7 kasus).

”Semua sudah kami identifikasi. Ini menunjukkan bahwa di daerah-daerah pelanggaran terhadap netralitas ASN masih jamak terjadi,” kataNurul Ghufron.

Pada Pilkada 2020, per Juni, ada lima daerah yang memiliki tingkat pelanggaran netralitas ASN tertinggi, meliputi Kabupaten Wakatobi (18 kasus), Kabupaten Sukoharjo (11 kasus), Provinsi Nusa Tenggara Barat (7 kasus), Kabupaten Dompu (7 kasus), dan Kabupaten Bulukumba (7 kasus).

Nurul Ghufron menyebutkan, pelanggaran netralitas tersebut rentan terjadi di dinas-dinas padat karya, misal, dinas pendidikan dan dinas kesehatan. Oleh karena itu, ia berharap dinas-dinas seperti itu semestinya memiliki sistem merit yang pakem.

Nurul Ghufron melanjutkan, tim Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) juga menyadari bahwa tingkat kepatuhan instansi daerah terhadap rekomendasi KASN atas pelanggaran netralitas ASN masih rendah. Oleh karena itu, tim Stranas PK meminta kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Bawaslu, KASN, serta BKN, dapat segera menyelesaikan aturan sanksi bagi PPK yang tak segera mematuhi rekomendasi KASN.

”Yang amat penting adalah sanksi atas PPK. Sebab, faktanya, ASN bagaimanapun di daerah, pembinaan kepegawaiannya ada di sekretaris daerah, sementara pelaksana sanksi tetap ada di PPK. Jadi, KASN perlu dikuatkan agar mampu beri sanksi kepada PPK. Kalau tak ada sanksi kepada PPK, maka kemudian sanksi-sanksi yang sudah direkomendasikan oleh KASN kepada PPK tidak akan dilaksanakan di lapangan,” ujar Nurul Ghufron.

Ketua Bawaslu Abhan sepakat bahwa KASN perlu dikuatkan agar memiliki kewenangan memberikan sanksi kepada PPK sehingga proses penerapan sanksi netralitas ASN berjalan optimal.

”Ini ada problem regulasi. Ini harus diadvokasi untuk penguatan soal sejauh mana peran KASN ke depan. Sebab, problem politisnya adalah PPK ini adalah bupati atau wali kota yang notabene bisa menjadi petahana,” ujar Abhan.

Baca juga: Tren Pelanggaran Netralitas ASN Berpotensi Naik

KOMPAS, KAMIS, 09072020 Halaman 2.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.