JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan tengah mematangkan aturan restrukturisasi kredit bagi korporasi yang terdampak pandemi Covid-19. Stimulus ini dapat menjadi bantalan dari maraknya pemutusan hubungan kerja akibat lesunya bisnis perusahaan.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan, OJK bersama pemerintah saat ini sedang mematangkan aturan restrukturisasi kredit bagi korporasi yang terdampak Covid-19. OJK telah beberapa kali membahasnya dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sejumlah hal masih terus dirundingkan. Salah satu poin dari pembahasan yang dilakukan adalah kriteria pemberian stimulus kepada korporasi.
”Kriteria ini perlu dirundingkan dengan saksama bersama para pelaku usaha di sektor riil agar bisa efektif dan menghindari penyimpangan moral,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Di samping itu, lanjut Anto, OJK harus memastikan perusahaan yang menerima restrukturisasi kredit merupakan entitas yang sebelumnya sehat dan baru mengalami tekanan keuangan setelah terimbas pandemi. Pemberian restrukturisasi kredit kepada korporasi bertujuan agar perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap para karyawan mereka.
”Harapannya, stimulus ini dapat menjadi pengungkit ekonomi yang bisa menghentikan bertambahnya jumlah pengangguran di periode pandemi ini,” kata dia.
Pemberian restrukturisasi kredit kepada korporasi bertujuan agar perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap para karyawan mereka. (Anto Prabowo)
OJK mencatat, realisasi restrukturisasi kredit oleh perbankan per 29 Juni 2020 mencapai Rp 740,79 triliun. Stimulus itu diterima 6,56 juta debitor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan non-UMKM. Realisasi restrukturisasi kredit bagi 5,29 juta debitor UMKM sebesar Rp 317,29 triliun. Nilai realisasi restrukturisasi kredit UMKM tersebut lebih kecil dari nilai realisasi bagi 1,27 juta debitor non-UMKM yang sebesar Rp 423,5 triliun.
Baca juga : Pemerintah Jamin Kredit Modal Kerja Baru untuk UMKM
Berbondong mengajukan
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengatakan, Juli 2020 menjadi periode di saat perusahaan besar akan berbondong-bondong mengajukan restrukturisasi kredit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menyebutkan bahwa anggotanya masih bisa bertahan hingga Juni 2020.
”Hingga triwulan II-2020, restrukturisasi kredit memang masih didominasi UMKM. Di paruh kedua 2020, korporasi yang meminta restrukturisasi kredit akan bermunculan, imbas dari kondisi bisnis di semester I-2020,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Aviliani, dengan potensi restrukturisasi kredit yang semakin besar, likuiditas bank menjadi persoalan selanjutnya. Secara bisnis, untuk sementara, perbankan perlu mengatasi hilangnya sumber pemasukan dari bunga kredit karena program restrukturisasi tersebut.
Integrasi KUR
Sementara itu, pelaku UMKM membutuhkan akses pembiayaan dan mesti memiliki proses bisnis daring agar dapat bertahan di tengah pandemi. Untuk itu, integrasi sistem kredit usaha rakyat (KUR) pada ekosistem e-dagang juga diperlukan.
Dalam diskusi daring yang diadakan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Rabu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki menyebutkan, 50 persen dari pelaku UMKM diperkirakan akan gulung tikar selepas September 2020. Bahkan, saat ini, sejumlah pelaku UMKM tidak dapat membayar cicilan.
”Hal ini mengkhawatirkan. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 124 triliun untuk UMKM. Salah satu bentuk alokasinya berupa subsidi bunga dan modal kerja baru,” kata Teten.
Baca juga : Stimulus UMKM Harus Tepat Sasaran
Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang UMKM Kadin Indonesia Iqbal Farabi menilai, integrasi sistem penyaluran KUR pada ekosistem e-dagang dapat meredam jumlah UMKM yang berguguran akibat pandemi Covid-19. Pelaku UMKM dapat mengakses layanan KUR perbankan ketika berjualan di platform e-dagang.
”Di sisi lain, perbankan dapat memantau aktivitas dan transaksi pelaku UMKM tersebut di platform e-dagang sebagai bahan penilaian kelayakan,” katanya.
KOMPAS, KAMIS, 09072020 Halaman 9.