PERBANKAN: Risiko Bank Modal Kecil Meningkat di Masa Pandemi

JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendorong pemulihan ekonomi perlu mempertimbangkan kapasitas perbankan. Tidak semua perbankan memiliki daya tahan yang sehat dan stabil, apalagi bank kecil dengan modal di bawah Rp 30 triliun.

Direktur Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan Imam Gunadi menuturkan, ketahanan perbankan dalam menghadapi pandemi Covid-19 berbeda kendati dalam skala industri cukup kuat. Hal itu tecermin dalam rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) industri perbankan Indonesia salah satu yang tertinggi di Asia.

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kecukupan modal industri perbankan per April 2020 sebesar 22,03 persen. Beberapa indikator kinerja perbankan cukup baik, seperti rasio keuangan perusahaan (return on assets/ROA) 2,3 persen, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) 4,43 persen, dan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) gros sebesar 2,89 persen.

”Beberapa indikator menunjukkan industri perbankan Indonesia masih sehat dan stabil. Namun, masalahnya bukan di industri, melainkan individu perbankan,” kata Imam dalam telekonferesi bertajuk efektivitas stimulus fiskal dan sektor keuangan, Selasa (23/6/2020).

Menurut Imam, secara umum kondisi fundamental industri perbankan cukup sehat dan stabil kendati mengalami penurunan. Perbankan dalam jangka pendek masih memiliki bantalan untuk menahan dampak perlambatan ekonomi. Namun, kerentanan bersumber dari pemburukan kualitas kredit apabila pemulihan ekonomi berjalan lambat dan berkepanjangan.

Pemulihan ekonomi yang lambat berpotensi menurunkan rasio kecukupan modal perbankan sejalan dengan kenaikan risiko kredit. Perbankan harus menambah pencadangan agar tetap tergolong sehat.

”Kerentanan mengintai bank bermodal kecil di bawah Rp 30 triliun atau Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I dan II,” katanya.

Kerentanan mengintai bank bermodal kecil di bawah Rp 30 triliun atau Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I dan II.

Pertumbuhan kredit sepanjang 2020 diproyeksikan tumbuh sangat tipis kisaran 1 persen. Penyaluran kredit tertahan karena aktivitas ekonomi domestik melambat dampak dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Beberapa bank mulai berinovasi karena profitabilitas dari bunga kredit semakin sulit.

”Risiko kredit meningkat. Bank akan kesulitan mendapat pasar sehingga akan terjadi segmentasi likuiditas. Tendensi ini perlu diwaspadai bank-bank (bermodal) kecil,” kata Imam.

Baca juga : Pemulihan Ekonomi Butuh Upaya Luar Biasa

Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto mengatakan, pemulihan ekonomi yang lambat tidak hanya memengaruhi kinerja perbankan, tetapi aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Potensi perdagangan internasional dan investasi asing bisa lari ke negara kompetitor yang berhasil mengatasi pandemi lebih cepat, seperti Malaysia dan Vietnam.

Sejauh ini, pemerintah memiliki desain penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang cukup baik. Namun, persoalan ada pada tataran implementasi kebijakan.

Untuk itu, lanjut Ryan, penyerapan stimulus harus dipercepat agar segera berdampak terhadap daya beli masyarakat dan aktivitas dunia usaha. Percepatan stimulus juga akan menghindari Indonesia dari resesi.

Sektor riil

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi mengatakan, suntikan stimulus melalui industri perbankan harus berdampak nyata terhadap sektor riil. Restrukturisasi kredit dan penjaminan modal kerja baru diarahkan untuk mempercepat pemulihan sektor riil dan mendorong ekspansi pascapandemi.

Salah satu target utama stimulus untuk sektor riil adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemulihan UMKM harus menjadi prioritas jangan hanya korporasi besar. UMKM menjadi tulang punggung perekonomian RI untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional lebih cepat. Pemulihan ekonomi bukan berarti mengesampingkan kesehatan.

”Stimulus harus bermanfaat semaksimal mungkin untuk rakyat, terutama UMKM. DPR akan mendukung pemerintah untuk menggerakkan sektor riil,” kata Fathan.

Baca juga : UMKM Terpukul Krisis akibat Pandemi Covid-19

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto menambahkan, percepatan stimulus akan dilakukan untuk mencegah perlambatan pertumbuhan ekonomi semakin dalam. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 kembali direvisi ke bawah menjadi minus 0,4 persen hingga 1 persen.

KOMPAS, RABU, 24062020 Halaman 10.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.