STIMULUS DAMPAK COVID-19: Pastikan Sampai ke Pekerja

JAKARTA, KOMPAS – Di tengah merebaknya wabah Covid-19, pemerintah berupaya menjaga sumber-sumber daya tahan perekonomian. Salah satunya menjaga daya beli masyarakat menengah bawah melalui stimulus perpajakan pada pekerja di sektor industri manufaktur.

Pemerintah juga menambah anggaran bantuan sosial Rp 150.000 per keluarga penerima manfaat (KPM) per bulan menjadi Rp 200.000 per KPM per bulan. Dana kesehatan untuk menangani wabah Covid-19 juga ditambah Rp 1 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (13/3/2020), mengatakan, berkaca dari krisis ekonomi 2008-2009, Indonesia memiliki daya tahan yang membuat pemulihan perekonomian berlangsung cepat. “Kita memperkuat sumber daya tahan tersebut. Sekarang, kita fokus pada kelas menengah melalui (relaksasi) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.

Kita memperkuat sumber daya tahan tersebut. Sekarang, kita fokus pada kelas menengah melalui (relaksasi) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.

Relaksasi itu berupa, penanggungan PPh 21 oleh pemerintah selama April-September 2020 untuk karyawan di seluruh sektor industri manufaktur dengan penghasilan hingga Rp 200 juta per tahun. Kementerian Keuangan memperkirakan, total nilai penanggungan PPh itu senilai Rp 8,6 triliun berdasarkan laporan kinerja perusahaan sepanjang 2019.

Potongan pajak penghasilan didasarkan pada beberapa golongan penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh. Wajib pajak berpenghasilan tahunan sampai Rp 50 juta dikenai PPh sebesar 5 persen dan di atas Rp 50 juta-250 sebesar 15 persen.

Sri Mulyani berharap, tanggungan pemerintah sebesar Rp 8,6 triliun ini dapat menambah daya beli masyarakat, terutama karyawan. Di samping itu, kebijakan ini dapat menurunkan tekanan pada arus kas pelaku industri manufaktur karena tidak perlu membayar komponen PPh pasal 21.

Baca juga : Pemerintah Jaga Sumber Daya Tahan RI

Dana kesehatan
Di samping itu, Kementerian Keuangan juga telah menambah anggaran sekitar Rp 1 triliun untuk menghadapi wabah Covid-19. “Kami ingin memberikan keyakinan, langkah-langkah antisipasi dan mitigasi dapat dilakukan tanpa terhalang dana,” kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, dari sisi pencegahan, anggaran itu digunakan untuk peningkatan pengawasan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan di 135 pintu masuk Indonesia. Anggaran juga berfungsi menopang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam  pengadaan cairan disinfektan untuk sarana-prasarana transportasi publik dan sarana-prasarana sosial ekonomi, seperti pasar, mal, dan tempat rekreasi.

Adapun untuk mitigasi, anggaran akan dimanfaatkan untuk 132 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19. Selain itu, anggaran akan digunakan untuk penanganan pasien yang dinyatakan positif Covid-19 di rumah sakit rujukan serta penelusuran orang-orang yang berinteraksi langsung dengan pasien.

Sementara, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BP Jamsostek Irvansyah Utoh Banja mengemukakan, BP Jamsostek akan memberi relaksasi berupa pembebasan atau penundaan sementara iuran beberapa program jaminan sosial ketenagakerjaan. “Namun, pemerintah dan BP Jamsostek belum menentukan program yang termasuk dalam stimulus itu,” ujarnya.

Saat ini, ada beberapa program yang diselenggarakan BP Jamsostek, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun. Iuran untuk JKK dan JKM selama ini ditanggung sepenuhnya pengusaha, dengan besaran 0,54 persen dari upah pekerja untuk JKK dan 0,3 persen dari upah pekerja untuk JKM.

Sedangkan, iuran dua program lainnya dibayarkan pengusaha bersama pekerja. Rinciannya, iuran 3,7 persen dibayar pemberi kerja dan 2 persen diiur dari upah pekerja untuk JHT, dan 2 persen dibayar pemberi kerja dan 1 persen dari gaji pekerja untuk Jaminan Pensiun.

Tidak efektif
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengnemukakan, pemberian stimulus PPh 21 harus tepat sasaran dan bisa mendukung daya beli pekerja. Ketentuan itu tinggal diawasi pelaksanaannya agar benar-benar dijalankan perusahaan. Pemberian stimulus PPh 21 itu juga bisa tidak efekstif karena hanya berlaku untuk karyawan yang masih bekerja. Stimulus itu tidak berlaku bagi pekerja yang dirumahkan sementara.

“Stimulus ini tidak akan ada artinya kalau kita bicara dalam konteks banyak pekerja yang terancam diputus hubungan kerjanya atau dihentikan sementara. Bagaimana juga nasib pekerja kontrak yang bisa dengan mudah dirumahkan? Mereka juga tidak bisa menikmati stimulus ini,” kata dia.

Stimulus ini tidak akan ada artinya kalau kita bicara dalam konteks banyak pekerja yang terancam diputus hubungan kerjanya atau dihentikan sementara.

Pembebasan ini, lanjut Timboel, harus disosialisasikan ke publik sehingga seluruh pekerja tahu sejak kapan dimulainya. Perlu ada juga mekanisme pengaduan. Jika pekerja sadar dengan adanya stimulus ini, seharusnya perusahaan tidak nakal dan akan mengimplementasikannya.

Baca juga : Menyelamatkan Manusia

Sementara, Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, setiap bulan pengusaha wajib membayar iuran untuk program-program jaminan ketenagakerjaan itu sebesar 6,54 persen dari upah pekerja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, manfaat yang didapat dari program jaminan sosial itu sepenuhnya dikembalikan ke buruh.

Jika iuran dihentikan, maka buruh yang akan merugi karena mengurangi akumulasi jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang mereka dapat.  “Pengusaha akan diuntungkan karena tidak membayar iuran, tapi buruh dirugikan, karena nilai jaminan hari tua dan pensiun tidak bertambah,” katanya.

Timboel menambahkan, rencana pemerintah merelaksasi iuran BPJS tidak tepat dan justru akan merugikan pekerja. Sebab, tanpa pembayaran iuran, tidak ada manfaat yang diberikan kepada pekerja.

Pemerintah perlu mengkaji dan mempertimbangkan ulang rencana ini. “Jangan hanya karena ada perusahaan yang menunggak iuran dan mengatasnamakan wabah Covid-19, menjadi alasan untuk kebijakan menghentikan pembayaran iuran jaminan. Pemerintah seharusnya meningkatkan jaminan sosial untuk pekerja miskin dan rakyat. Jangan sampai malah merusak jaminan sosial,” katanya.

Formulasi dan kajian

Utoh mengatakan, formulasinya harus tepat agar tidak sampai mempengaruhi manfaat pekerja serta mengganggu keberlangsungan program jamsostek. Kajian juga dilakukan untuk memperhitungkan dampak legal dari kebijakan tersebut agar tidak bertentangan dengan mandat UU SJSN yang menjamin keberlangsungan program jaminan sosial untuk pekerja.

“Agar pemberian stimulus ini tidak mengganggu operasional dan pelayanan BPJamsostek peserta, perlu ada penyesuaian juga terhadap regulasi. Perlu diatur juga lewat ketentuan perundangan yang kuat supaya tidak terjadi pelanggaran konstitusi,” ujarnya.

Baca juga : Antisipasi Risiko Kehilangan Pajak

Sementara itu, menurut Sekretaris Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Andriani, formulasi stimulus itu masih dibahas dan disusun bersama Kemenko Perekonomian.

“Covid-19 akan berdampak ke dunia kerja. Stimulus-stimulus ini intinya bagaimana agar jangan sampai ada orang kehilangan pekerjaan dan kesejahteraan dan kebutuhan hidupnya terjaga,” kata dia.

Covid-19 akan berdampak ke dunia kerja. Stimulus-stimulus ini intinya bagaimana agar jangan sampai ada orang kehilangan pekerjaan dan kesejahteraan dan kebutuhan hidupnya terjaga.

Saat ditanya mengenai rencana stimulus di ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan, pihaknya belum diajak bicara oleh Menko Perekonomian. “Tanyakan ke Menko saja, saya belum diajak bicara soal ini,” ujarnya.

Prioritas manusia

Sementara, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memandang saatnya bagi semua pihak menyatukan langkah untuk mengatasi kian menyebarnya wabah Covid-19. Transparansi mutlak dibutuhkan untuk memberi kepastian.

“Kondisi yang kini dinyatakan pandemi itu sudah di luar kendali kita dan kenyataan ini harus diterima,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kadin Indonesia Anton J Supit.

Terkit dengan kemungkinan terburuk, Anton berpendapat, semua kegiatan dapat terdampak wabah Covid-19. Pada konteks ini ada prinsip mendasar yang harus menjadi pegangan. “Saya rasa, prinsipnya adalah menolong manusia akan jauh lebih penting daripada menyelamatkan ekonomi,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Kadin Indonesia Sanny Iskandar mengemukakan, industri padat karya akan sangat terpukul apabila sampai terjadi lockdown atau penutupan suatu wilayah.

“Upaya preventif perlu segera dilakukan sebagai bagian mitigasi ekonomi, termasuk pemberian insentif bagi industri padat karya,” ujar Sanny yang juga Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia.

Sanny menuturkan mitigasi di sisi pariwisata dapat ditempuh melalui percepatan pengembangan destinasi wisata baru. Selain itu juga lewat pemberian relaksasi pajak atau insentif bagi perhotelan dan industri jasa penunjang kegiatan pariwisata.

Upaya lainnya adalah mempercepat program-program kredit usaha bagi masyarakat, termasuk bagi pengusaha skala UMKM. Diperlukan pula penyiapan seandainya terjadi skenario terburuk. Kesiapan institusi yang mampu menangani situasi, termasuk saat terjadi lockdown, dibutuhkan.

“Mitigasi kesehatan dapat dilakukan dengan membangun fasilitas observasi Covid-19 dan fasilitas-fasilitas kesehatan. Khusus terkait fasilitas kesehatan dapat dibuka kerjasama dengan swasta dalam menangani Covid-19,” ujarnya.

KOMPAS, Jumat, 14032020.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.