JAKARTA, KOMPAS — Program tol laut yang digulirkan Presiden Joko Widodo sejak akhir 2014 hingga kini belum efektif mengurangi disparitas harga di sejumlah daerah. Realisasi komitmen pemerintah untuk mengevaluasi dan membenahi program dinantikan publik.
Dari survei Litbang Kompas pada 29 Februari-1 Maret 2020 terhadap 544 responden di 30 kabupaten/kota, diketahui bahwa program tol laut masih membutuhkan sosialisasi meski sudah banyak dikenal. Sejumlah 51,84 persen responden mengetahui tol laut dan 47,98 persen tidak tahu. Meski tol laut belum optimal, mayoritas responden meyakini program ini bisa mendukung kegiatan perekonomian di daerah perbatasan, terpencil, terisolasi, dan terluar di wilayah Indonesia.
Sejumlah 79,41 persen responden menilai program tol laut bisa mendukung perekonomian. Hanya 8,46 persen yang menilai tidak bisa serta 11,58 persen menjawab tidak tahu. Realitas di sejumlah daerah yang dilalui trayek tol laut menunjukkan, program belum signifikan memangkas biaya logistik yang tinggi. Bahkan, seperti yang terjadi di Kabupaten Biak Numfor, Papua, program tol laut justru terhenti sejak November 2018.
Hendra Loa (40), salah satu pedagang di Biak Numfor yang pernah menggunakan jasa tol laut, mengungkapkan, program ini hanya menurunkan harga barang kebutuhan pokok seperti beras dan gula sebesar Rp 1.000 dan Rp 3.000. Tol laut tidak berdampak signifikan karena biayanya yang tidak jauh berbeda ketimbang menggunakan angkutan non-tol laut.
Faktor ketidakjelasan jadwal serta keterbatasan daya angkut turut memengaruhi keengganan Hendra menggunakan jasa tol laut. ”Bagi pedagang, faktor waktu berlayar dan jumlah muatan sangat menentukan. Saya lebih memilih angkutan non-tol laut karena lebih cepat dan muatannya hingga 25 ton,” kata Hendra, pekan lalu.
Kepala Seksi Lalu Lintas Angkutan Laut dan Usaha Kepelabuhanan Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan Biak Numfor Pieter Rumbino mengatakan, selama setahun terakhir program tol laut tidak terlaksana di wilayah Biak.
”Pemerintah menghentikan program tol laut di Biak untuk mengevaluasinya kembali. Sebab, warga tidak terlalu merasakan dampak dari program ini,” kata Pieter. Di Pulau Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, kapal pengangkut peti kemas tidak singgah ke Miangas karena tak satu pun pedagang yang mampu memanfaatkan fasilitas itu.
Harga barang pokok dan penting pun tetap mahal. Miangas, pulau paling utara Indonesia, masuk dalam jaringan trayek T-5 yang terhubung dengan Bitung sejak 2019. Kepala Biro Perekonomian Kepulauan Talaud Nus Esing menyatakan, trayek T-5 tol laut belum menyentuh Miangas. Selama 2019, jadwal kapal tidak jelas sehingga pelayanan bagi Miangas tidak maksimal. Hal itu turut menghambat pengiriman beras bantuan pangan nontunai dari Bulog.
Nus Esing juga menyebut ketidakjelasan jadwal kapal sebagai alasan komunitas pedagang tol laut, yaitu Gerai Maritim seperti di Tahuna, belum terbentuk. ”Lagi pula, harga sewa kontainer sangat mahal. Karena itu, hasil bumi dari Miangas tidak bisa dibawa dengan tol laut juga,” katanya.
Disayangkan
Penelusuran di sebagian Nusa Tenggara Timur dan Maluku dalam sepekan terakhir, harga kebutuhan pokok juga masih tinggi. ”Harga tidak pernah turun,” ujar Hasna (55), pedagang yang puluhan tahun berjualan di Pasar Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT. Wakil Bupati Flores Timur Agustinus Payong Boli menyayangkan program tol laut yang begitu ideal tetapi tidak dirasakan manfaatnya oleh warga.
Ia menilai, tol laut justru menguntungkan pengguna yang kebanyakan pengusaha. Pengguna mendapatkan subsidi angkutan tol laut agar mereka menurunkan harga jual barang. Kenyataannya, harga barang tetap tinggi dan cenderung mahal. Kepala Subdirektorat Angkutan Dalam Negeri Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Budi Mantoro mengakui, turunnya harga barang di daerah yang dilayani tol laut masih menjadi tantangan. ”Saya sepakat tantangan tol laut belum optimal menurunkan harga,” ujarnya.
Menurut dia, di daerah dengan jumlah pengusaha yang minim, terbuka ruang terjadinya monopoli angkutan barang. Selain mewanti-wanti operator kapal untuk menunjuk orang yang berintegritas dalam proses validasi dan persetujuan kuota muatan, Kemenhub juga mengajak semua pemangku kepentingan untuk mengawasi pelaksanaan tol laut, mulai dari penentuan kuota hingga harga jual di pasar.
Pada 2020, Kemenhub menetapkan 26 trayek tol laut dengan subsidi hingga Rp 439,83 miliar. Tahun lalu ada 18 trayek tol laut dengan subsidi Rp 264,28 miliar. Kamis (5/3), Presiden memimpin rapat kabinet terbatas tentang evaluasi penerapan tol laut dan akselerasi program itu. Presiden menginstruksikan agar persoalan terkait tol laut dilihat secara detail dan komprehensif.
Presiden berharap tol laut bisa ditingkatkan nilai tambahnya serta bisa terhubung dengan kawasan industri dan sentra ekonomi lokal. Sebelumnya, pemerintah berkomitmen mengoptimalkan 28 rute ”jembatan udara” untuk menopang kesinambungan program Gerai Maritim ke wilayah pedalaman. Rute-rute yang akan beroperasi tahun ini menjangkau Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua.(FLO/OKA/JAL/FRN/INA/HEN)
KOMPAS, Senin, 09032020 Hal. 1.