JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate untuk pertama kalinya tahun ini. Penurunan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen tersebut melanjutkan tren penurunan sejak Juli 2019.
Sejak Juli hingga Oktober 2019, BI menurunkan suku bunga acuan secara bertahap, dari 6 persen menjadi 5 persen. Suku bunga acuan di level 5 persen itu bertahan hingga Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Februari 2020.
Langkah BI menurunkan suku bunga acuan disambut positif pelaku usaha.
”Dengan adanya (wabah virus) korona tipe baru dan ketidakpastian kondisi ekonomi, kebijakan BI ini kami harapkan bisa membantu,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani saat berkunjung ke Menara Kompas di Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Menurut Rosan, dunia usaha memahami penurunan suku bunga acuan tidak bisa dilakukan secara drastis. Penurunan harus dilakukan bertahap dengan tetap memperhatikan keseimbangan dari segala aspek. ”Kami melihatnya dalam tahun ini masih bisa dilakukan penurunan suku bunga acuan satu kali lagi,” ujarnya.
Di sisi lain, pelaku usaha berharap agar selisih waktu penurunan suku bunga acuan dengan suku bunga pinjaman tidak terlalu lama.
”Biasanya penurunan suku bunga acuan dari BI ada jeda 6-9 bulan ke suku bunga kredit perbankan,” kata Rosan.
Secara terpisah, Direktur PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Bob Tyasika Ananta mengatakan, BNI akan mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan tersebut. Namun, ada mekanisme pasar dan kompetisi yang akan dilihat.
”Kami melihat ada pesan dari otoritas bahwa untuk menggerakkan ekonomi, maka sudah mulai menurunkan bunga. Transmisinya melalui proses mekanisme pasar,” katanya.
Baca juga : Jaga Konsumsi agar Tak Melemah
Direktur PT Bank Central Asia Tbk Vera Eve Lim menyambut baik langkah BI menurunkan suku bunga acuan.
Jaga momentum
Dalam jumpa pers di BI, Kamis, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pemangkasan suku bunga acuan BI kali ini merupakan langkah preemptif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Langkah ini diambil di tengah prospek pemulihan ekonomi global yang tertahan akibat penyebaran virus korona tipe baru.
Langkah ini diambil di tengah prospek pemulihan ekonomi global yang tertahan akibat penyebaran virus korona tipe baru.
Wabah Covid-19 ini memengaruhi perekonomian Indonesia melalui pariwisata, perdagangan, dan investasi. Maka, BI juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari 5,1-5,5 persen menjadi 5-5,4 persen pada 2020. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi global direvisi dari 3,1 persen menjadi 3 persen.
Menurut Perry, dampak Covid-19 terhadap perekonomian akan membentuk pola V atau ”V Shape”. Dalam jangka pendek, dampaknya akan terasa pada Februari-Maret 2020.
BI memperkirakan, Covid-19 akan mengurangi penerimaan Indonesia dari devisa pariwisata sebesar 1,3 miliar dollar AS, ekspor 300 juta dollar AS, impor 700 juta dollar AS, dan penundaan investasi asing langsung sekitar 400 juta dollar AS sampai dengan akhir tahun.
”Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 kemungkinan bisa lebih rendah dari 5 persen, hitungan BI sekitar 4,9 persen. Setelah itu akan terjadi pembalikan seperti membentuk huruf V,” kata Perry.
Seusai Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun 2020, Kamis, Presiden Joko Widodo menegaskan, target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang 5,3 persen masih masuk akal. Syaratnya, target investasi Rp 900 triliun pada tahun ini bisa dicapai.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Wisnu Wardhana, mengatakan, pemangku kebijakan moneter harus serius menilik dampak epidemi Covid-19 terhadap pertumbuhan ekonomi. (KRN/CAS/LKT/NTA)
KOMPAS, 21022020 Halaman 13.