ANGGARAN: Transaksi Nontunai Tekan Kebocoran

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah didorong untuk mengimplementasikan retribusi elektronik dan pajak elektronik mulai tahun ini. Tujuannya, meningkatkan kemandirian fiskal daerah.

Hal ini seiring rencana pemerintah menerapkan transaksi berbasis nontunai. Transaksi ini melibatkan antarpemerintah serta antara pemerintah dan pihak ketiga untuk pengadaan belanja serta transaksi pemerintah dan rakyat untuk penyaluran bantuan sosial.

”Uji coba akan dilakukan untuk pajak pasar, retribusi parkir, pajak pariwisata, pajak kendaraan bermotor, serta Pajak Bumi dan Bangunan,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir di Jakarta, Kamis (13/2/2020).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, semua transaksi pemerintah dilakukan melalui transfer bank sehingga terekam dari level pusat hingga desa dan kelurahan. Transaksi nontunai akan menekan potensi kebocoran anggaran.

”Semua transaksi pemerintah dilakukan melalui transfer bank sehingga terekam dari level pusat hingga desa dan kelurahan. Transaksi nontunai akan mengurangi potensi kebocoran,” kata Sri Mulyani seusai penandatanganan nota kesepahaman percepatan dan perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah, di Jakarta, Kamis.

Elektronifikasi transaksi pemerintah daerah diperluas tidak hanya pembayaran gaji. Beberapa jenis transfer ke daerah dikirim langsung ke rekening penerima, misalnya bantuan operasional sekolah ke rekening sekolah, dana desa ke rekening kas desa, serta program keluarga harapan ke rekening warga.
Cara ini diyakini akan memperbaiki akuntabilitas dan tata kelola anggaran pemerintah daerah. Selain memastikan penyaluran dana tepat sasaran, data keuangan dari elektronifikasi transaksi juga bisa digunakan untuk menangkap potensi pendapatan asli daerah.

Masih rentan

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira, berpendapat, elektronifikasi pada transaksi pemerintah daerah tidak menutup praktik penyimpangan dana. Menurut dia, sistem elektronik hanya sarana sistem pembayaran. Adapun permasalahan penganggaran, di antaranya penunjukan rekanan lelang barang jasa, masih rentan menjadi bahan permainan oknum pemerintah daerah.

”Di belakang sistem itu masih terbuka kongkalikong untuk menyuap oknum pemda, misalnya. Jadi, ini masalah mental. Sistem secanggih apa pun, kalau pengawasan belum optimal, celah kebocoran anggaran tetap terbuka,” ujarnya.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, perluasan elektronifikasi transaksi pemda akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Berdasarkan pengalaman di sejumah daerah, elektronifikasi transaksi berpotensi meningkatkan PAD hingga lima kali lipat, seperti di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

”Elektronifikasi transaksi meningkatkan PAD berlipat-lipat. Hal itu terbukti di Sleman, Banyuwangi, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah,” ujarnya.

Peningkatan PAD, lanjut Perry, akan memutar roda perekonomian lebih kencang. PAD dapat dibelanjakan untuk program-program yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan daerah.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menambahkan, kebocoran anggaran banyak terjadi di pos-pos pelayanan publik. Dengan elektronifikasi transaksi, potensi kebocoran dan penyelewengan anggaran bisa ditekan.
Penyaluran anggaran dari pemerintah pusat ke daerah diyakni bisa lebih efektif dan efisien.

Implementasi elektronifikasi transaksi, lanjut Tito, diharapkan mengurangi kasus tindak korupsi yang dilakukan pemda. Kasus-kasus penyelewengan anggaran transfer ke daerah diharapkan tidak terjadi lagi.

Menurut catatan BI, transaksi berbasis nontunai baru diterapkan 31 pemerintah provinsi, 84 pemerintah kota, dan 290 pemerintah kabupaten.

KOMPAS, 14022020 Hal. 14.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.