AMBON, KOMPAS — Penerbangan perintis dinilai sangat membantu akses warga di wilayah kepulauan Maluku. Pemerintah daerah pun berharap frekuensi layanan transportasi itu diperbanyak dan jangkauannya diperluas. Penerbangan perintis kini menjadi harapan masyarakat karena sejumlah maskapai telah menghentikan penerbangan komersial ke beberapa kota dalam setahun terakhir.
Penerbangan perintis yang mendapat subsidi dari pemerintah itu dikelola langsung oleh Kementerian Perhubungan. Untuk periode 2020, penerbangan perintis mulai beroperasi pada Senin pekan depan.
Selama ini, penerbangan perintis sangat membantu warga di pulau-pulau. Bagus kalau lebih sering.
Daerah yang disinggahi meliputi Ambon, Wahai dan Amahai di Pulau Seram, Pulau Kisar, Pulau Naira di Kepulauan Banda, Pulau Moa, Pulau Larat, Saumlaki di Pulau Yamdena, dan Langgur di Pulau Kei Kecil. Setiap pekan, masing-masing daerah disinggahi paling banyak dua kali.
Wakil Gubernur Maluku Barnabas N Orno, di Ambon, Kamis (30/1/2020), berharap frekuensi penerbangan ditambah lagi agar pergerakan penumpang semakin banyak. Maskapai yang melayani penerbangan perintis saat ini adalah Susi Air menggunakan pesawat jenis LET 410 dengan kapasitas 15 penumpang per penerbangan. ”Selama ini, penerbangan perintis sangat membantu warga di pulau-pulau. Bagus kalau lebih sering,” ujarnya.
Penerbangan perintis juga menjadi solusi di kala gelombang laut tinggi. Dalam satu tahun, cuaca buruk perairan terjadi mulai Mei hingga September kemudian Desember hingga Februari. Pada saat itu, banyak kapal laut tidak beroperasi. Masyarakat di pulau-pulau terisolasi selama berbulan-bulan. ”Di sini penerbangan perintis sangat dibutuhkan,” ujar Barnabas.
Belakangan ini, bisnis penerbangan komersial di Maluku melesu. Sejumlah maskapai menutup rute. Seperti contoh, maskapai Garuda Indonesia menutup rute Ambon-Langgur dan Ambon-Saumlaki. Sebelumnya, rute itu diisi dua maskapai dengan dua kali penerbangan tiap hari. Penumpang pada rute itu berkurang sejak harga tiket pesawat naik. Rute itu dikuasai salah satu maskapai. Harga tiket yang dijual pun mencapai Rp 2 juta.
Baca juga: Perintis Menembus Pedalaman Papua
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Maluku Ismail Usemahu menambahkan, pemerintah berencana membangun bandara di beberapa pulau untuk penerbangan perintis. Pulau dimaksud antara lain Gorom di Kabupaten Seram Bagian Timur serta Babar dan Wetar di Kabupaten Maluku Barat Daya. Panjang landasan yang dibutuhkan sekitar 800 meter untuk pendaratan pesawat kecil.
Dalam sepuluh tahun terakhir, tidak ada pembangunan bandara perintis di Maluku. Padahal, pada September 2014, pemerintah pusat berjanji membangun bandara perintis di kawasan timur Indonesia, termasuk Maluku. Seperti yang diberitakan sebelumnya, pembangunan bandar udara, terutama di kawasan timur Indonesia, menjadi perhatian Kementerian Perhubungan. Sebanyak 24 bandara perintis akan dibangun di beberapa tempat (Kompas, 2/9/2014).
Sejumlah warga meminta agar penerbangan perintis berjalan secara rutin. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, maskapai penerbangan perintis kadang menunda, bahkan membatalkan penerbangan dengan berbagai alasan. Informasi penerbangan perintis juga terbatas.
Pengguna penerbangan perintis kebanyakan pejabat lokal. ”Sering kalau kita ajukan pembelian tiket, kata penjual, tiket sudah penuh. Kalau mendesak, harus bayar tambah,” kata Martin Dahaklory, warga Pulau Kisar.
Alo, agen penjual tiket penerbangan perintis di Moa, mengatakan, calon penumpang harus memesan tiket satu hingga dua minggu sebelum keberangkatan. Pemesanan harus dilakukan secara manual. Moa juga dilayani penerbangan komersial oleh satu maskapai swasta. Harga tiket dari Ambon ke Moa hampir Rp 2 juta.
KOMPAS, 31012020 Hal. 15.