KRAKATAU STEEL: Restrukturisasi Utang Selesai, Krakatau Steel Fokus Pacu Kinerja

JAKARTA, KOMPAS – PT Krakatau Steel Tbk menyatakan telah menuntaskan restrukturisasi utang untuk menyehatkan kinerja keuangan. Kini, perusahaan pelat merah dengan bisnis utama pengolahan baja itu fokus mendorong kinerja melalui efisiensi bisnis dan penyehatan investasi.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menyampaikan hal itu dalam Krakatau Steel Public Expose 2020 di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Selasa (28/1/2020). Acara itu dihadiri antara lain Komisaris Utama Krakatau Steel I Gusti Putu Suryawirawan, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Wakil Menteri I BUMN Budi Gunadi Sadikin.

Menurut Silmy, pada 12 Januari 2020 Krakatau Steel telah menyelesaikan restrukturisasi utang jangka panjang senilai 2 miliar dollar Amerika Serikat atau setara Rp 31 triliun. Restrukturisasi yang dimulai 20 Desember 2018 itu melibatkan 10 bank, terdiri dari bank nasional serta bank swasta nasional dan asing.

Sepuluh bank itu ialah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia  Tbk, Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank ICBC Indonesia. Kemudian Indonesia Eximbank, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank OCBC NISP Tbk, Standard Chartered Bank, dan PT CIMB Niaga Tbk.

Upaya negosiasi beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok pinjaman membuat total beban bunga selama sembilan tahun dapat diturunkan dari 847 juta dollar AS jadi 466 juta dollar AS. Secara keseluruhan aksi itu membuat perusahaan mampu menghemat 685 juta dollar AS selama kurun 2019-2027.

”Dalam operasi, kami berinisiatif menghemat 163 juta dollar AS. Jika dibandingkan 2018, biaya operasional kami 33 juta dollar AS per bulan, Januari ini bisa turun sampai 19 juta dollar AS. Ini jadi basis langkah ke depan,” kata Silmy.

Penghematan biaya operasi akan ditempuh dengan berbagai cara, seperti menghemat listrik dan gas, serta optimalisasi logistik. Perseroan juga membuka peluang pada beberapa divisi, seperti divisi pengolahan air yang bisa dijadikan unit yang bisa melayani industri lain sehingga menghasilkan tambahan pendapatan.

Baja impor

Krakatau Steel juga mendorong pemerintah memperbaiki regulasi impor. Impor baja menyumbang defisit perdagangan. Badan Pusat Statistik mencatat, besi dan baja menjadi komoditas impor terbesar ke-3 tahun 2018, yaitu 6,45 persen dari total impor senilai 10,25 miliar dollar AS.

Volume impor baja pada 2018 mencapai 6,3 juta ton, naik 6,7 persen dibandingkan pada 2017. Sampai September 2019, impor besi dan baja telah mencapai 5 juta ton dan diperkirakan meningkat 7,5 persen dari total impor pada 2018, yaitu sampai 6,7 juta ton.

Menurut Silmy, tingginya volume impor baja antara lain dipicu banyaknya importir yang memanfaatkan celah untuk menghindari biaya masuk. Selain itu, negara pengekspor melakukan pemotongan pajak ekspor (tax rebate) sehingga harga baja dari luar bisa rendah.

Erick Thohir pada kesempatan itu berpesan agar Krakatau Steel fokus melakukan restrukturisasi operasional dan menjalani bisnis yang berkelanjutan. Caranya dengan melakukan inovasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak.
”Kalau sudah restrukturisasi, operasionalnya mesti benar. Jangan ada masalah lagi saat ganti menteri. Intinya, harus ada kontinuitas,” kata Erick.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pada prinsipnya pemerintah melindungi industri baja yang ada di Indonesia, termasuk Krakatau Steel. ”Kami sedang bahas (perlindungan) dengan asosiasi dan (kementerian) perdagangan,” ujarnya.

Sumber: Kompas. Rabu, 29 Januari 2020.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.