JAKARTA, KOMPAS – Pendirian usaha rintisan bidang teknologi digital, sebagaimana perusahaan di sektor apapun, mesti memiliki fundamen yang kuat untuk pertumbuhan bisnis jangka panjang. Investor makin selektif untuk menanamkan modalnya di usaha rintisan.
Demikian salah satu poin yang mengemuka dalam diskusi “Ngeteh Sore Bersama Kompas: Masa Depan Usaha Rintisan Indonesia” yang digelar di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (21/1/2020). Hadir dalam diskusi, Pendiri Tokopedia Leontinus Alpha Edison, CEO Telkomsel Mitra Inovasi Andi Kristianto, dan CEO Dailysocial.id Rama Mamuaya.
Menurut Leontinus, ada kesadaran baru di kalangan pelaku industri digital di Indonesia sejak 2016-2017, bahwa membangun perusahaan rintisan bidang teknologi memerlukan riset pasar yang kuat. Pendirinya harus memiliki visi jangka panjang dan keterampilan membangun bisnis secara berkelanjutan.
“Pada kurun 2016-2017, pendiri usaha rintisan lebih matang, antara lain pernah bekerja di firma konsultan dan menangani aneka sektor industri, ada pula yang punya basis kuat di bidang teknologi, bahkan berlatar belakang keluarga pebisnis,” ujarnya.
Beda dengan sebagian pendiri usaha di era sebelumnya, dimana penguasaan teknologi jadi modal utama, para pendiri usaha rintisan kini makin sadar bahwa teknologi adalah alat untuk menawarkan solusi. Solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat merupakan faktor fundamental bagi kelangsungan usaha rintisan.
Belakangan sejumlah usaha rintisan di Indonesia mulai mengubah strategi untuk memperkuat bisnisnya. Perubahan ini dampak dari kasus usaha rintisan di Amerika Serikat, yaitu penawaran saham perdana Uber yang tak sukses dan penawaran saham perdana WeWork yang batal karena investor pasar privat kurang berminat.
Andi Kristianto menekankan, pada akhirnya perusahaan apapun harus menyelesaikan hal fundamental, yaitu memecahkan masalah yang dialami masyarakat. Teknologi adalah sarana, walaupun perkembangannya makin canggih. Solusi harus diterima pasar sehingga bisnis terus tumbuh.
“Rumus inkubasi bisnis sama saja, yaitu solusi diterima pasar. Di kalangan pelaku usaha rintisan dikenal dengan istilah product market fit,” kata dia.
Diterima pasar
Periode perjalanan tumbuh kembang suatu usaha rintisan diakui relatif panjang. Ada periode waktu dipakai mengejar akuisisi pengguna dan ada masa untuk meningkatkan proyeksi pendapatan hingga mencetak untung.
“Penerimaan konsumen selalu penting. Apakah konsumen mau membayar solusi yang telah diciptakan perusahaan dan seperti apa kemampuan membayar mereka?” kata Andi. Dia mencontohkan pengalaman salah satu perusahaan rintisan dengan solusi benda terhubung internet (IoT) untuk tata kelola pertanian. Solusi itu memecahkan permasalahan, tetapi petani yang jadi pasar menghadapi masalah soal kemampuan membayar.
Menurut Rama, di banyak negara, perusahaan rintisan bidang teknologi fase menengah, yang mengalami hypergrowth, cenderung susah mempertahankan bisnis dalam jangka panjang. Konteks hypergrowth bisa berupa pertumbuhan jumlah pengguna dalam waktu singkat. Mereka biasanya mengejar pertumbuhan itu demi kenaikan valuasi, tetapi di sisi lain, mereka menyimpan utang tinggi.
Founder Tokopedia Leontius Alpha Edison (baju hitam) hadir di acara Ngeteh Sore Bersama Kompas di Jakarta, Selasa (21/1/2020) yang membahas masa depan bisnis rintisan/startup di Indonesia.
Suntikan pendanaan ke perusahaan rintisan di Indonesia, lanjut Rama, kemungkinan tidak berkurang. Hanya saja, investor akan cenderung bersikap lebih selektif.
“Jika perusahaan rintisan yang dianggap bagus sudah masuk fase tumbuh membesar, investor akan mengejar. Perusahaan itu dianggap sudah terbukti rekam jejak bisnisnya dibandingkan perusahaan rintisan yang baru awal beroperasi,” kata Rama.
Berdasarkan laporan “e-Economy SEA 2019” yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Co, jumlah kesepakatan investasi ke perusahaan ekonomi internet di Indonesia tahun 2016 mencapai 166 senilai 1,2 miliar dollar AS, lalu 181 kesepakatan senilai 3 miliar dollar AS (2017), dan 349 kesepakatan senilai 3,8 miliar dollar AS (2018). Pada semester I-2019 tercatat 124 kesepakatan investasi senilai 1,8 miliar dollar AS.
KOMPAS, 22012020, Hal. 1.