JAKARTA, KOMPAS – Penggunaan alat pembayaran digital semakin masif dan diminati masyarakat. Peluang terbuka agar pembayaran digital bisa menyentuh transaksi di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
Hasil survei perusahaan riset pemasaran Ipsos Indonesia terkait kebiasaan masyarakat Indonesia terhadap penggunaan alat pembayaran digital menemukan, 95 persen responden menggunakan dompet digital untuk berbagai transaksi keuangan, seperti belanja daring, membayar tagihan listrik, restoran, dan hiburan. Sementara pengguna uang elektronik mencapai 50-60 persen responden yang sebagian besar untuk pembayaran transportasi.
Survei dilakukan akhir 2019 terhadap 1.000 responden di Pulau Jawa (66 persen), Sumatera (21 persen), Kalimantan (6 persen), Sulawesi (4 persen), Bali (4 persen), dan Nusa Tenggara (1 persen). Hasilnya diungkapkan dalam lpsos Marketing Summit 2020: Indonesia The Next Cashless Society di Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Soeprapto Tan, Managing Director lpsos Indonesia, mengemukakan, masyarakat sudah semakin terbiasa menggunakan pembayaran digital, baik dompet digital (e-wallet) dan uang elektronik (e-money). Ada tiga motif besar penggunaan pembayaran digital, yakni rasa aman dan keuangan lebih terkontrol, memperkaya hidup (encourage), serta hal baru yang mengikuti perkembangan zaman.
Meski demikian, ia menilai perkembangan pembayaran digital di Indonesia masih dalam fase awal. Dari 152 juta pengguna internet di Indonesia, transaksi digital masih terpusat di jawa. Bandingkan dengan China, sebanyak 95 persen transaksi menggunakan non tunai karena masyarakat sudah sangat terbiasa dengan ponsel cerdas.
Untuk mendorong penetrasi pembayaran digital, dibutuhkan peran pemerintah untuk terus meningkatkan infrastruktur dan memperbaiki regulasi. Jaringan palapa ring yang sudah menyambungkan wilayah barat hingga timur Indonesia dinilai akan mendorong penetrasi pembayaran digital ke luar Jawa, dan menyentuh sektor UMKM di daerah-daerah.
“Konsistensi diperlukan. Pemda diharapkan semakin melek digital. Peluang pembayaran digital masuk ke sektor UMKM di daerah-daerah sangat tinggi, dan bisa menumbuhkan ekonomi daerah,” katanya.
Ekosistem Sehat
Soeprapto mengingatkan, tantangan yang muncul dalam industri pembayaran digital yakni bahwa industri tersebut identik dengan “bakar uang”, berupa pemberian subsidi bagi konsumen. Beberapa platform dompet digital menggunakan potongan harga atau diskon sebagai daya tarik konsumen.
Sebaliknya, konsumen juga menggunakan pembayaran digital karena iming-iming diskon. Persepsi tersebut dinilai menciptakan ekosistem yang tidak sehat bagi perkembangan industri. Namun, dia mengingatkan, pemberian subsidi jangan sampai terus terjadi karena berdampak negatif pada industri. Pemberian subsidi dinilai kehilangan uang bagi perusahaan.
“Industri (pembayaran digital) ini identik dengan bakar duit. Kalau bisa dihindari. Merek (penyedia transaksi) terus dikenal, tetapi tidak menguntungkan buat apa. Ekosistem yang sehat harus dimulai dengan pemasaran yang sehat selayaknya bisnis,” katanya.
Chief Marketing Officer LinkAja, Edward K Suwignjo menyatakan, perubahan perilaku konsumen dari pembayaran tunai ke nontunai menunjukkan skema nontunai menjadi solusi yang menawarkan nilai lebih. Platform teknologi finansial mengisi celah untuk memeratakan pertumbuhan ekonomi melalui inklusi keuangan.
Sebanyak 51 persen masyarakat Indonesia tidak bisa memperoleh akses perbankan (unbankable). Mereka butuh layanan keuangan, tetapi tidak punya akses. Teknologi finansial menjembatani kebutuhan tersebut dengan memberikan solusi bagi konsumen, serta mendorong pemerataan ekonomi wilayah melalui transaksi ekonomi lintas wilayah.
“Cashback (pengembalian dana) adalah pemanis atau pintu masuk bagi platform pembayaran digital. Tetapi, lebih dari itu, masyarakat semakin sadar bahwa ada nilai yang bisa mereka dapatkan dari transaksi digital,” katanya.
Ia menambahkan, pembayaran digital memiliki potensi luar biasa dalam hal inklusi keuangan, termasuk kepraktisan dan keamanan bagi penggunanya.
Pengamat Ekonomi Yustinus Prastowo menilai, pembayaran digital semakin diterima di masyarakat harus disikapi pemerintah dengan kebijakan yang semakin adaptif untuk mendorong percepatan pengembangan pembayaran digital melalui dukungan ekosistem dan regulasi yang memudahkan.
KOMPAS, 16012020 Hal. 14.