YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebagian warga yang terkena dampak pembangunan bandar udara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta pemerintah memberikan lahan untuk relokasi secara gratis. Namun, permintaan belum dikabulkan. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo masih mengkaji aturan terkait relokasi warga terdampak bandara.
“Tadi kami melaporkan kepada Bapak Gubernur mengenai perkembangan tahapan pembangunan bandara di Kulon Progo, termasuk soal permintaan relokasi gratis dari sejumlah warga yang terkena dampak bandara,” ujar Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo seusai bertemu dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Selasa (1/3) di Yogyakarta.
Pembangunan bandara di Kulon Progo direncanakan pemerintah sejak beberapa tahun lalu. Bandara itu akan menggantikan Bandara Internasional Adisutjipto di Kabupaten Sleman, DIY, yang dinilai tak lagi memadai. Pada 31 Maret 2015, Gubernur DIY menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 68/KEP/2015 yang menyatakan bandara Kulon Progo akan dibangun di lahan 645,63 hektar di lima desa di Kecamatan Temon.
Namun, rencana pembangunan bandara yang akan dikelola PT Angkasa Pura I itu ditentang sebagian warga Kecamatan Temon yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal. SK Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 juga sempat dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta. Akan tetapi, putusan itu lalu dianulir Mahkamah Agung sehingga pembangunan bandara bisa dilanjutkan.
Hasto mengatakan, pekan lalu, ia menerima perwakilan warga yang terkena dampak bandara. Mereka menyampaikan tuntutan agar pemerintah memberikan lahan secara gratis untuk relokasi pemukiman mereka. Alasan warga, pembangunan bandara akan membuat warga kehilangan rumah, lahan pertanian, sekaligus mata pencaharian.
Warga terdampak bandara itu juga masih meminta ganti rugi atas lahan mereka yang tergusur akibat pembangunan bandara. “Relokasi gratis itu artinya mereka meminta lahan baru secara gratis, sekaligus meminta ganti rugi atas lahan mereka yang dipakai untuk pembangunan bandara,” ujar Hasto.
Ia menambahkan, Pemkab Kulon Progo belum bisa menyatakan menerima atau menolak permintaan itu. Saat ini pemkab masih mengkaji apakah permintaan relokasi gratis menyalahi perundang-undangan atau tidak. “Kalau permintaan memang legal, kami bisa mengusahakan aspek finansialnya,” kata Hasto.
Menurut Hasto, kajian atas permintaan warga ditargetkan selesai pekan ini. Pekan depan Pemkab Kulon Progo akan mengambil keputusan apakah permintaan itu bisa dipenuhi atau tidak. “Mungkin saja, nanti warga miskin yang tidak punya rumah dan tanah diupayakan mendapatkan bantuan relokasi,” katanya.
Hasto menambahkan, proses pengukuran dan pendataan lahan yang akan dipakai bandara Kulon Progo telah selesai. Dalam waktu dekat, tim penilai harga tanah akan turun ke lapangan untuk menentukan besaran ganti rugi yang bisa diterima warga terdampak bandara.
Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kulon Progo Obed Tri Pambudi mengatakan, ada beberapa bidang lahan yang belum diukur secara langsung karena pemiliknya menolak. Pemilik lahan yang menolak adalah anggota Wahana Tri Tunggal yang sejak awal menolak pembangunan bandara. (HRS)
Kompas 02032016 Hal. 23