Repatriasi Aset Akan Sulit Dijaring : Mayoritas Aset di Dalam Negeri

JAKARTA, KOMPAS — Program pengampunan pajak tidak akan banyak menjaring repatriasi aset seperti gagasan awalnya. Sebab, sebagian besar dana yang menjadi obyek pengampunan pajak sudah berada di dalam negeri. Selama ini, dana-dana tersebut menggunakan modus penghindaran pajak.

Cara yang digunakan adalah dengan membuat dana-dana itu seolah-olah sebagai utang dari luar negeri.
“Yang akan banyak menjadi obyek program pengampunan pajak akhirnya adalah back to back loan, bukan repatriasi. Dari dalam negeri, yang banyak ikut program kemungkinan adalah sektor informal dan mereka yang menyimpan hartanya selama ini di luar sistem perbankan,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, Minggu (14/2), di Jakarta.
Back to back loan adalah salah satu modus penghindaran pajak. Artinya, warga negara Indonesia menyimpan uangnya di bank luar negeri. Uang ini lalu ditarik masuk ke dalam negeri dengan cara seolah-olah yang bersangkutan utang dari bank tempat ia menyimpan uang.
Artinya, hartanya dilaporkan sebagai utang. Melalui mekanisme ini, yang bersangkutan hanya terkena Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga pinjaman. Besarnya bergantung pada perjanjian antarnegara, umumnya 10 persen.
Sementara itu, jika warga negara tersebut membawa masuk dananya dari luar negeri sebagai hartanya sendiri sebagaimana apa adanya, ia akan terkena PPh pribadi. Besarnya adalah 30 persen dari total dana yang dibawa masuk.
“Ketika nanti sudah dilaporkan dalam program pengampunan pajak, dana yang awalnya dilaporkan sebagai utang akan beralih ke modal. Jadi, secara akuntansi, dana tersebut hanya pindah nomenklatur. Intinya adalah melegalkan harta berupa uang yang selama ini disembunyikan sebagai utang,” kata Prastowo.
Dari dalam negeri sendiri, Prastowo melanjutkan, sektor informal kemungkinan akan ikut program tersebut. Demikian juga dengan warga negara yang selama ini menyimpan hartanya di luar sistem perbankan, misalnya disimpan dalam save deposit dan dalam bentuk logam mulia.
“Yang penting dipikirkan sekarang adalah efektivitas dan ongkos program pengampunan pajak. Harus dipikirkan agar keuntungan untuk negara bisa semaksimal mungkin. Sementara ongkos yang ditimbulkannya harus dibuat seminimal mungkin, terutama ongkos politik,” kata Prastowo.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Suryadi Sasmita menyatakan, aset yang akan dilaporkan pengusaha melalui program pengampunan pajak sekitar Rp 2.000 triliun. Namun, sebagian besar posisinya sudah berada di Indonesia dan beberapa di antaranya sudah tercatat di Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena itu, ia memperkirakan, penerimaan pajak dari program tersebut sekitar Rp 50 triliun atau lebih kecil ketimbang prediksi Kementerian Keuangan sekitar Rp 150 triliun sampai dengan Rp 200 triliun.
Melalui program pengampunan pajak, Suryadi memperkirakan akan banyak investasi baru yang akan tercipta. Sebab, harta yang selama ini diam, besar kemungkinan akan diputar untuk berinvestasi.

Pemodal asing

Kondisi perekonomian nasional yang relatif stabil menarik pemodal asing untuk mengalirkan modalnya ke pasar keuangan di Indonesia sejak awal tahun ini. Aliran modal investor asing ke pasar saham dan Surat Berharga Negara di Indonesia juga terus masuk sejak awal tahun ini.
“Potensi kenaikan masih terlihat jika kita mencermati sisi masuknya modal asing yang masih terjadi,” kata Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya tentang pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan pekan ini. (LAS/BEN)
Kompas 15022016 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Leave a Comment