JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah memberikan rekomendasi ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia menuai kritik. Pemegang izin usaha pertambangan pun meminta perlakuan sama. Pemerintah juga diingatkan untuk konsisten melaksanakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik, Rabu (10/2), di Jakarta, mengatakan, dirinya memaklumi keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menerbitkan rekomendasi ekspor konsentrat bagi PT Freeport Indonesia (PT FI). Namun, dengan alasan sama, pemerintah sebaiknya memberikan perlakuan sama kepada pemegang izin usaha pertambangan (IUP).
“Kami paham bahwa dengan rekomendasi itu, PT FI bisa melanjutkan operasi, dan kegiatan ekonomi di Papua bisa tetap berjalan. Namun, dengan alasan seperti itu, seharusnya pemerintah juga memperlakukan yang sama kepada IUP di Indonesia, apalagi yang milik anak negeri,” kata Ladjiman.
Ladjiman menambahkan, sejumlah tambang mineral sudah berhenti beroperasi karena kebijakan penertiban ekspor mineral mentah. Kegiatan ekonomi di sekitar area tambang turut berhenti. Pendapatan pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dari usaha itu pun hilang. “Jika ingin kembali menggairahkan ekonomi lokal dan kelanjutan operasi tambang, seharusnya mereka (IUP yang terhenti operasinya) juga mendapat perlakuan sama,” ujarnya.
Ladjiman mengungkit lagi ketentuan Pasal 2 UU No 4/2009 tentang asas pertambangan di Indonesia. Asas tersebut adalah keadilan, keseimbangan, keberpihakan pada kepentingan bangsa, transparansi dan akuntabilitas, serta wawasan lingkungan.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, mengatakan, penting bagi pemerintah untuk mematuhi amanat UU No 4/2009. Dalam UU itu, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) harus rampung selambatnya lima tahun sejak UU No 4/2009 disahkan, yakni pada 2014.
Namun, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri justru memperpanjang menjadi selambatnya 2017. “Seharusnya pemerintah patuh pada undang-undang. Namun, apa yang dilakukan pemerintah saat ini (terkait Freeport) berdasar pada kepentingan ekonomi dan sosial dari industri ini,” kata Satya.
Sejak Selasa (9/2), Kementerian ESDM menerbitkan rekomendasi ekspor konsentrat bagi PT FI. Sebelumnya, izin ekspor konsentrat berakhir 28 Januari lalu. Saat itu, pemerintah menyatakan, rekomendasi tak bisa diberikan jika kemajuan pembangunan smelter PT FI belum mencapai 60 persen. Saat ini kemajuannya masih sekitar 14 persen.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, rekomendasi itu diberikan karena PT FI bersedia membayar bea keluar ekspor konsentrat sebesar 5 persen. Mengenai kewajiban penyetoran dana kesungguhan sebesar 530 juta dollar AS, kata Bambang, hal itu masih dalam proses pembicaraan dengan PT FI. (APO)
Kompas 11022016 Hal. 17