Peralatan Tidak Tertata : Perusahaan Operasi Darat di Bandara Terlalu Banyak

JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan yang menangani operasi darat di Bandara Soekarno-Hatta dianggap terlalu banyak. Akibatnya, banyak peralatan milik perusahaan tersebar di tempat parkir pesawat dan terlalu banyak orang berlalu lalang. Bandara internasional itu pun terlihat tidak rapi.

Perusahaan tata operasi darat (ground handling) adalah perusahaan yang memberikan jasa pelayanan untuk penumpang, bagasi dan juga pesawat di bandara.
“Saat ini ada 14 perusahaan tersebut yang beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta. Jumlahnya terlalu banyak dan sulit mengawasinya,” kata Kepala Kantor Otoritas Bandara Soekarno-Hatta Muzaffar Ismail saat peresmian pengoperasian peralatan milik PT Gapura, di Jakarta, Selasa (9/2).
Muzaffar mengatakan, sebaiknya jumlah perusahaan tata operasi darat yang beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta dikurangi dan hanya perusahaan yang memberikan layanan terbaik yang boleh beroperasi. “Tata operasi darat harus kuat dalam bidang finansial, keamanan, keselamatan, dan pelayanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan audit berkala untuk menjaga kualitas perusahaan tersebut,” tutur Muzaffar.
Audit tersebut tidak hanya dilakukan internal perusahaan, tetapi juga harus dilakukan pengguna jasa, seperti maskapai penerbangan. Pemerintah hanya memberikan regulasi dan sertifikasi.
Dalam kesempatan itu, PT Gapura memperkenalkan penggunaan sejumlah alat baru untuk melayani penumpang dan maskapai. Menurut Direktur Utama PT Gapura Agus Priyanto, pihaknya telah menyiapkan peralatan baru yang didatangkan dari Denmark dan Inggris. “Kami mendatangkan peralatan canggih ini dari luar negeri karena usia peralatan yang kami miliki sudah tua. Peralatan ini sudah dikirim juga ke Bandara Ngurah Rai di Denpasar dan Bandara Hasanuddin Makassar. Jumlahnya akan diperbanyak,” ujar Agus.
Peralatan yang diperbarui antara lain fasilitas pengangkat muatan, kendaraan penarik bagasi, fasilitas pengangkut bagasi (BCL), truk layanan angkutan tinja (LST), dan truk pasokan air (WST).
BCL yang digunakan Gapura merupakan versi tercanggih, yaitu Bendibelt. Alat buatan Irlandia ini mampu memasukkan atau mengeluarkan bagasi dari dan ke dalam pesawat dalam waktu singkat.
Sementara untuk LST dan WST sebagai sistem pembuangan dan pengisian air di pesawat, Gapura menggunakan produk Vestegaards dari Denmark.
Duta Besar Denmark untuk Indonesia Casper Klynge mengatakan, Denmark telah memiliki pengalaman 50 tahun menciptakan peralatan di bidang lavatory. “Peralatan yang kami ciptakan mempunyai kualitas yang baik, mudah perawatannya, tahan lama, dan harganya tidak mahal. Kami ingin kerja sama ini bisa juga untuk bandara lain,” kata Klynge.
Sementara Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik mengatakan, “Investasi pada peralatan yang baik akan mengurangi biaya operasional bandara dan maskapai serta juga memberikan pelayanan yang lebih baik kepada penumpang,” kata Malik.
CEO Citilink Indonesia Albert Burhan mengatakan, penggunaan peralatan baru akan mempermudah operasional maskapai. Selama ini, peralatan tata operasi darat sering rusak sehingga mengganggu produktivitas dan kecepatan bekerja. “Citilink adalah penerbangan berbiaya murah. Jadi, untuk berhenti di sebuah bandara, hanya diberi waktu 30 menit. Kalau penanganan bagasi dan penumpang bisa cepat, tentu sangat menguntungkan kami,” kata Albert. (ARN)
Kompas 10022016 Hal. 19

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Leave a Comment