JAKARTA – PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) masih bersikap wait and see untuk membangun pabrik baru bekerjasama dengan perusahaan elektronik asal Taiwan, Arima Communication Corp. Perseroan masih menunggu implementasi regulasi lokal konten dari pemerintah.
“Regulasi ini belum berjalan. Setelah diimplementasikan dengan benar, baru kami akan follow (dengan membangun pabrik),” jelas Sekretaris Perusahaan Tiphone Semuel kepada Investor Daily, di Jakarta, Rabu (13/1).
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 69/2014 tentang Ketentuan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Industri Elektronik dan Telematika. Disana disebutkan, penghitungan nilai TKDN tidak hanya memuat aspek manufaktur produk, melainkan pula pengembangan dan desain termasuk di dalamnya.
Bobot nilai konten lokal dari aspek pengembangan produk sebesar 20%, sedangkan TKDN manufaktur 80%. Tentunya ini akan meningkatkan peran lokal dan menguntungkan bagi perusahaan karena tidak akan terlalu banyak mengimpor bahan baku dengan biaya lebih tinggi.
Sebagai informasi,Tiphone dan Arima melakukan kesepakatan kerjasama membangun pabrik smartphone untuk pasar Indonesia pada 29 Juli 2015. Arima adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang original equipment manufacture (OEM) danoriginal design manufacturer(ODM)smarpthone. Arima telah berpengalaman mengembangkan smartphone untuk berbagai merek global, seperti Sony, Motorola, Acer, dan LG.
Pabrik ini akan menempati area seluas 7.000 meter persegi di fase pertama. Adapun, pabrik tersebut memiliki kapasitas enam lini produksi dengan 300.000 unit smartphone per bulan pada enambulan pertama. Nilai investasi pembangunan pabrik diperkirakan mencapai US$ 50 juta. Untuk tahap pertama disiapkan modal kerja sekitar US$ 5 juta.
Terkait ekspansi usaha di tahun ini, Semuel mengaku masih belum ada rencana untuk meningkatkan volume penjualan atau ekspansi pabrik. Perseroan masih mengikuti target dari kontributor utama penjualan, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dalam penjualan voucher.
Adapun penjualan voucher masih menyumbang sekitar 80% dari pendapatan perseroan. Sebelumnya Telkom menyatakan tetap berusaha tumbuh di atas rata-rata industri telekomunikasi, atau di atas 9% pada tahun ini. “Kami yakin industri penjualan voucher akan terus meningkat, seiring kebutuhan internet yang terus tumbuh,” imbuhnya.
Ia mengatakan, sepanjang tahun lalu, kinerja perseroan sudah memenuhi target. Tiphone sebelumnya optimistis mampu meraup pendapatan sebesar Rp 18 triliun pada 2015. Target tersebut mencerminkan pertumbuhan sebesar 28,57% dari target pendapatan 2014 yang sebesar Rp 14 triliun.
Kerja Sama dengan Go-Jek
Tiphone bakal bekerja sama dengan perusahaan startup yang tengah naik daun, Go-Jek, untuk penjualan pulsa. Nantinya Go-Jek akan menjadi salah satu jaringan (channel) penjualan pulsa untuk Tiphone.
“Realisasi kerjasama ini rencananya kuartal I tahun ini. Kerjasama ini termasuk dalam penjualan melalui modern channel,” ungkap Semuel.
Saat ini jaringan penjualan Tiphone dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pembelian pulsa jaringan tradisional yang berkontribusi 87%, pasar modern (modern trade) dengan kontribusi 3% dan jaringan perbankan dengan kontribusi 10%. Sebelumnya manajemen Tiphone mengungkapkan, pertumbuhan paling tinggi saat ini berasal dari modern trade(misalnya melalui Alfamart dan Indomaret) dan pembelian pulsa lewat bank.
Marjin kotor dari kerja sama dengan Go-Jek diperkirakan sama denganmodern tradesebesar 3 – 3,5%. Pembayaran pulsa oleh pelanggan akan difasilitasi oleh Go-Jek sehingga Tiphone tidak akan kesulitan dalam segi penerimaan pembayaran pelanggan.
Bisnis penjualan voucher perseroan diperkirakan semakin kuat setelah mengakuisisi 99,5% saham PT Simpatindo Multi Media, pada 2015.
Tiphone mengakuisisi Simpatindo dengan nilai akuisisi US$ 32 juta. Proses akuisisi dilakukan dengan membeli waran atas 50 ribu saham baru Simpatindo. Ketika tanggal akuisisi, waran tersebut dieksekusi menjadi saham.
Perusahaan itumerupakan distributor pulsa yang didirikan pada 2002 dan bagian dari Grup Sarindo yang bergerak di bidang perdagangan produk Telkomsel dan Flexi.
Kerjasama Tiphone dengan Telkom pun diperkirakan bakal terus menjadi andalan perseroan tahun ini. Pada 2015, Telkom melalui anak usahanya PT PINS Indonesia resmi menguasai 25% saham Tiphone dengan transaksi senilai Rp 1,39 triliun. (ian)
Investor Daily, Kamis 14 Januari 2016, Hal. 15