Industri Migas : Revisi UU Minyak dan Gas Bumi agar Dipercepat

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan DPR diminta segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Revisi tersebut harus mempertimbangkan kondisi kekinian industri minyak dan gas bumi di Indonesia. Revisi tersebut semula dijadwalkan rampung tahun 2015.

Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk “Indonesian Oil and Gas Industry: The Challenge Ahead”, Rabu (13/1), di Jakarta. Narasumber pada diskusi itu adalah Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Alfi Rusin serta Kepala Divisi Pengendalian Program dan Anggaran pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Benny Lubiantara.
“Dengan kondisi sektor hulu minyak dan gas bumi sekarang ini, revisi UU Migas mendesak segera dituntaskan. Kami sudah memberi masukan kepada pemerintah. Revisi ini tak langsung relevan terhadap harga minyak dunia, tetapi dalam jangka panjang adalah soal kemandirian energi,” tutur Alfi.
Ia melanjutkan, revisi UU Migas nanti harus mengandung semangat yang mencerminkan dinamika industri migas global. Revisi harus mendukung dan memperkuat PT Pertamina (Persero) sebagai satu-satunya perusahaan migas nasional serta mempermudah investasi sektor migas bagi asing.
“Soal Pertamina, masak mereka harus bersaing dengan investor lain untuk mendapat hak kelola blok migas di Indonesia. Seharusnya Pertamina mendapat prioritas. Masak mereka mendapat wilayah kerja migas yang kecil? Padahal, sumber daya migas milik negara,” ujar Alfi.
Benny menambahkan, revisi UU Migas nanti harus dapat menciptakan model tata kelola migas di Indonesia menjadi lebih baik. Pemerintah harus dapat meringkas dan mempermudah perizinan. Jangan sampai di tengah situasi industri migas yang lesu saat ini diperberat oleh hal-hal yang sebetulnya dapat disederhanakan.
“Ini misalnya perizinan yang rumit, pembebasan lahan yang berlarut-larut, dan soal kriminalisasi di lapangan. Hal-hal yang dapat disederhanakan sebaiknya dilakukan. Kami berharap pemerintah juga bisa menyederhanakan proses bisnis dengan kondisi harga minyak rendah seperti sekarang,” ucap Benny.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan, revisi UU Migas dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Tahun lalu, revisi UU Migas juga dimasukkan dalam Prolegnas 2015. Hanya saja, naskah akademik revisi RUU Migas tersebut belum tuntas.
“Apabila naskah akademik tuntas, selanjutnya adalah menyusun daftar isian masalah yang kemudian dibawa ke sidang paripurna. Kemudian, Ketua DPR membawa revisi tersebut ke Presiden untuk pembahasan. Apabila selesai, revisi dibawa kembali ke sidang paripurna untuk disahkan,” tutur Satya.

Satya optimistis revisi UU Migas bisa rampung tahun ini kendati tidak mudah. Hal-hal yang tidak mudah yang ia maksud adalah sejumlah tugas pengawasan yang harus dilaksanakan anggota Dewan serta masalah lain di pemerintahan yang cukup banyak menyita perhatian dan energi. (APO)

Kompas 14012016 Hal. 19

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.