JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengubah Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka. Perubahan diarahkan untuk memudahkan investasi ke dalam negeri menjadi lebih ramah, menarik, dan mudah. Tahap awal perubahan terkait daftar negatif investasi itu dilakukan dua pekan ke depan.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Perpres No 39 Tahun 2014 itu perlu diubah dalam rangka pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah berlangsung. “Setelah masuk era MEA, harus ada revisi yang dilakukan terkait daftar negatif investasi. Harapan kami, ada kepastian yang lebih baik bagi investor,” kata Pramono Anung, seusai rapat terbatas tentang daftar negatif investasi (DNI), di Kantor Presiden, Selasa (12/1), di Jakarta.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Dari kiri, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Kepala BKPM Franky Sibarani, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Seskab Pramono Anung memberikan keterangan seputar hasil Rapat Terbatas terkait Daftar Negatif Investasi (DNI) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/1). Pemerintah merevisi perpres terkait DNI guna mendorong gairah investasi asing dan domestik, terutama pada industri hulu.
Presiden menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Menteri Perdagangan untuk menyelesaikan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perubahan DNI tidak akan menyentuh tujuh hal yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. “Hal itu tidak akan diotak-atik dalam rangka perubahan Perpres No 39/2014,” katanya.
Pada prinsipnya, kata Darmin, perubahan Perpres itu tetap memperhatikan perlindungan terhadap pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). “Misalnya, di sektor industri farmasi, tidak ada UMKM di sana,” katanya. Dalam catatan Darmin, DNI di Indonesia saat ini mencakup 754 komoditas.
Menurut Kepala BKPM Franky Sibarani, untuk sejumlah sektor, perubahan aturan investasi sudah siap, misalnya di bidang pertahanan, perfilman, farmasi yang terkait dengan industri obat, pariwisata, dan digital.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis, BKPM memfasilitasi realisasi investasi di sektor industri padat karya, hilirisasi mineral, produk agro, infrastruktur, energi, serta industri berorientasi ekspor, substitusi impor, dan pariwisata. (NDY/MED)
Kompas 13012016 Hal. 19