JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menargetkan tingkat keselamatan penerbangan Indonesia mendapatkan kategori I dari Federal Aviation Administration (FAA) pada Juni 2016. Selain itu, pada bulan yang sama, regulator memproyeksikan pelarangan terbang di langit Eropa untuk sejumlah maskapai penerbangan nasional bisa dilepas.
Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kemenhub Muhammad Alwi mengatakan, tim auditor dari FAA akan datang ke Indonesia pada Februari 2016 untuk melakukan pemeriksaan atas sejumlah unsur keselamatan penerbangan.
“Indonesia masih dapat kategori II untuk IASA (International Aviation Safety Assesment) dari FAA. Saya berharap pada Juni tahun ini sudah dapat kategori I. Kami terus berjuang untuk mendapatkan itu, bahkan bulan depan auditor dari FAAakanmelakukan reaudit terhadap apa yang kami sudah persiapkan,” kata Alwi di Jakarta, Senin (11/1).
Dia mengungkapkan, dari sejumlah temuan yang didapatkan oleh FAA sebelumnya, pihaknya sudah menindaklanjuti sekitar 95% dari temuan-temuan itu. Hasil tindak lanjut dari Kemenhub itu pun sudah dikirimkan kepada otoritas FAA melalui situs resminya. “Saat ini sudah kami kirim lewat website FAA dan FAA akan datang ke Indonesia untuk mengeceknya. Harapan kami, dari 95% itu, setidaknya betul 80% saja Indonesia sudah mendapatkan kategori I,” imbuh Alwi.
Selain itu, pemerintah juga terus berupaya untuk meyakinkan pihak Uni Eropa agar melepas larangan sejumlah maskapai nasional terbang ke Benua Biru. Alwi menjelaskan, dari progres yang sudah tercapai hingga sekarang, Kemenhub optimis operator penerbangan nasional yang bisa terbang ke Eropa akan lebih banyak lagi mulai Juni 2016 lantaran larangan itu kian dikurangi.
“Juga di Juni ini kami berharap. Pada 15 Oktober 2015, saya ke Brussel untuk meminta pelepasan pencekalan EU dan (berharap) sukses, karena kalau tidak sukses kami tidak akan diundang untuk meeting atau assesment berikutnya pada 29 November 2015 lalu. Kami akhirnya diundang,” jelas Alwi.
Pada pertemuan 15 Oktober itu, lanjut Alwi, pihaknya memaparkan secara langsung di depan perwakilan Uni Eropa terkait sejumlah pencapaian yang dilakukan Indonesia untuk membenahi dunia penerbangan. Sementara pada assesment kedua pada 29 November2015,Indonesiamendapatkan respons yangbaikdari EU.
“Kami kemarin di-assesment jadi jika tidak lulus tanggal 29 November lalu, tidak akan diadakan untuk memverifikasi ke Indonesia. Tapi ini, timEU kurang lebih pertengahan Desember kemarin sudah mengirim surat kepada kami, yakni akan datang untuk verifikasi. Jadi, kami harus bekerja keras untuk apa yang nanti diverifikasi, itu supaya sukses,” papar Alwi.
Alwi mengungkapkan, untuk mendapatkan izin terbang dari EU ini memang terkesan lebih berat dibandingkan ke negara-negara lainnya di luar Eropa. Pasalnya, di Uni Eropa diterapkan konsep apabila akan mencekal satu atau beberapa maskapai dari negara tertentu, tinggal satu negara saja yang menyatakan pelarangan itu dan ditambah satu negara lainnya sebagai saksi.
Sementara itu, sambung Alwi, untukmelepas pencekalan tersebut, negara atau maskapai yang dilarang terbang itu harus mendapatkan persetujuan dari 28 negara di Benua Eropa agar pelarangan tersebut dicabut.
“Ya maklum, Uni Eropa ini agak kurang adil menurut kami, jika mau menghukum negara orang, satu menghukum, saksi satu, sudah valid untuk menghukum negara orang, jadi hanya dua negara. Tetapi melepas pencekalan harus 28 negara semuanya tanda tangan,” jelas dia.
Selain itu, Alwi menjelaskan, terdapat 1.620 pertanyaan protokol dari International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam universal safety oversight audit programme (USOAP). Dari jumlah tersebut, nyaris 100% sudah dipenuhi Indonesia dan sudah dikirimkan buktibuktinya kepada pihak ICAO.
“Saat ini sudah hampir 100%, kami sudah kirim ke ICAO dan kemungkinan nanti bulan kelima tahun ini mereka akanmenjawab apakah melakukan verifikasi datang ke kami atau cukup di sana. ICAO saat ini tidak terlalu berat karena standarnya itu sudah di bawah 70,” papar Alwi.
Tak Sebatas Nilai Ekonomis
Dihubungi terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lee menilai, pemenuhan standar keselamatan yang diterapkan oleh organisasi internasional, baik itu ICAO, FAA, maupun EU menjadi penting untuk dilaksanakan. Pasalnya, hal tersebut bukan hanya sebatas pada nilai ekonomis saja, tetapi juga merupakan langkah strategis agar Indonesia diakui oleh dunia, khususnya terkait industri penerbangan.
“Jadi, pemenuhan standar keselamatan itu bukan hanya masalah ekonomi semata. Karenanya, meskipun misal FAA mendapatkan kategori I, belum tentumaskapai penerbangan nasional mau terbang ke Amerika,” ujar dia.
Alvin mengungkapkan, untuk dapat memenuhi standar FAA, pemerintah wajib membenahi struktur organisasi dan regulasi penerbangan karena otoritas tersebut memang lebih menilai pada keorganisasian dari sisi regulator. Sementara untuk pelepasan larangan kepada maskapai nasional dari Uni Eropa, pemerintah wajib untuk melakukan pembinaan kepada setiap airline Indonesia itu agar dapat memenuhi kriteria terbang ke Eropa.
“Kami melihatnya jangan larangannya, tapi kenapa kami tidak memenuhi syarat ke sana? Itu menunjukkan maskapai yang belum memenuhi syarat. Kalau itu menjadi masalah, apa yang dilakukan regulator agar memenuhi standar keselamatan Eropa? Pemerintah harus melakukan pembinaan kepada maskapai sesuai amanat undang-undang,” papar dia. ™
Investor Daily, Selasa 12 Januari 2016, Hal. 6