Perpanjangan Izin Penyiaran : Momentum untuk Evaluasi Total

JAKARTA, KOMPAS — Evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran bagi 10 televisi swasta yang bersiaran jaringan nasional tahun 2016 ini menjadi momentum bagi regulator, baik Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Komisi Penyiaran Indonesia, untuk mengevaluasi total pelaksanaan Undang-Undang 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Jika memang ada lembaga penyiaran yang tidak layak, Kominfo dan KPI harus tegas tidak memperpanjang izinnya.

Demikian diungkapkan Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Amir Effendi Siregar dalam diskusi proyeksi isu-isu penting demokratisasi penyiaran 2016 yang digelar Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Kamis (7/1) di Jakarta. “Sekarang kesempatan tepat untuk melakukan evaluasi total terhadap konten dan pelaksanaan UU Penyiaran. Selain meminta masukan dari masyarakat, Kominfo dan KPI sebenarnya bisa juga mengambil bahan-bahan studi dan penelitian lembaga- lembaga yang selama ini aktif dalam gerakan demokratisasi penyiaran,” ujarnya.
Menurut Amir, evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran juga menjadi kesempatan bagi regulator untuk meminta komitmen yang mengikat bagi lembaga-lembaga penyiaran. Hal serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Nawawi Bahrudin. Regulator diminta menggunakan kesempatan ini untuk membangun posisi tawar dengan lembaga penyiaran.
Menurut Ketua KPI Judhariksawan, KPI telah memulai proses perpanjangan izin terhadap 10 televisi swasta yang bersiaran jaringan nasional, meliputi RCTI, TPI, Global TV, Trans TV, Trans 7, TV One, ANTV, Metro TV, SCTV, dan Indosiar. Kesepuluh lembaga penyiaran itu akan dievaluasi dari aspek program siaran, implementasi sistem stasiun jaringan, dan manajemen sumber daya manusia.
Pengurus Aliansi Jurnalis Independen Bidang Penyiaran Bayu Wardhana menilai perlunya penguatan peran KPI sebagai pemberi izin siaran. Dalam perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, KPI hanya memberikan rekomendasi, sementara pemberi izin adalah Kominfo. “Pemerintah tetap ingin menjadi regulator tunggal pemberi izin frekuensi dan siaran. Di sisi lain, frekuensi itu adalah kekayaan milik bangsa yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan umum,” katanya. (ABK)
Kompas 08012016 Hal. 12

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.