JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan mendorong peningkatan infrastruktur literasi dan inklusi keuangan, yang diiringi pemberdayaan masyarakat. Hal ini diharapkan membuka akses masyarakat terhadap produk perbankan dan layanan keuangan yang lebih luas.
Sesuai hasil survei nasional literasi keuangan pada 2013 yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan masyarakat 21,8 persen. Survei di 20 provinsi dengan responden 8.000 orang itu juga menunjukkan inklusi keuangan 59,7 persen.
“Rendahnya edukasi atau inklusi keuangan, salah satunya berdampak pada pendistribusian kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Saat ini porsi pasar kredit UMKM baru 18 persen. Oleh sebab itu, edukasi dan infrastruktur akses harus menyentuh langsung konsumen,” ujar anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono, di Jakarta, Selasa (22/12).
Kusumaningtuti mengemukakan hal itu di sela-sela peresmian Pusat Edukasi Layanan Konsumen dan Akses Keuangan UMKM (PELAKU) dan aplikasi bergerak SikapiUangmu. PELAKU dan aplikasi SikapiUangmu merupakan bagian dari strategi OJK terkait Nasional Literasi Keuangan Indonesia. PELAKU mengarah ke upaya mendukung fungsi OJK di bidang pengaturan, pengawasan, dan perlindungan konsumen di daerah.
Kusumaningtuti mencontohkan beberapa program PELAKU, antara lain kegiatan penyusunan materi dan informasi, layanan pengaduan konsumen, dan fasilitas akses pemberian kredit atau pembiayaan UMKM.
“Untuk mendukung pelaksanaan PELAKU, kami akan bekerja sama dengan perwakilan pemerintah daerah, bank, industri jasa keuangan, dan asosiasi,” katanya.
Menurut rencana, kerja sama itu digunakan OJK untuk membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAD). Tugasnya mencakup identifikasi permasalahan terkait literasi dan inklusi keuangan di daerah.
Strategi
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menegaskan, literasi keuangan merupakan tema strategi OJK pada 2015. Tema ini akan terus berlanjut hingga tahun-tahun mendatang.
“Permasalahan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang rendah tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di tingkat global. Oleh sebab itu, kami mendorong infrastruktur tersebut merata di perkotaan hingga pedesaan. Bentuk infrastruktur itu misalnya teknologi digital,” ujar Muliaman.
Dalam dua tahun terakhir, OJK mendorong pengembangan agen Laku Pandai atau Layanan Keuangan Tanpa Kantor. Kehadiran agen ini mewakili institusi perbankan di daerah. Dengan memanfaatkan teknologi, agen diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan masyarakat di sekitar agen tersebut.
Hingga saat ini, OJK mencatat, lebih dari 40.000 agen terlibat dalam program Laku Pandai. Muliaman mengatakan, pihaknya menargetkan setidaknya ada 300.000 agen baru yang berdiri pada 2016.
Secara terpisah, Pejabat Eksekutif PT Bank Muamalat Tbk Purnomo B Soetadi menyampaikan keinginan Bank Muamalat untuk ikut di program Laku Pandai. Dia berharap agen Laku Pandai Bank Muamalat bisa diresmikan pada triwulan I-2016.
“Sebagai percontohan, kami memilih Bandung dan sekitarnya,” katanya. (MED)
Kompas 23122015 Hal. 20