Revisi UU Pilkada : Sengketa Pencalonan Perlu Disederhanakan

JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara pemilu berharap agar pemerintah dan DPR menyederhanakan penanganan sengketa pencalonan saat merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Penyederhanaan diperlukan untuk mencegah berulangnya proses sengketa pencalonan yang berlarut-larut, yang berakibat pada tertundanya pemungutan suara di lima daerah.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Jakarta, Senin (14/12), mengatakan, proses beracara dan institusi yang menangani sengketa diatur dengan lebih ketat. Ini penting untuk mencegah penanganan sengketa yang melebihi tenggat waktu yang ditetapkan.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, sengketa pencalonan saat ini ditangani Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten dan kota, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi, serta Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan Mahkamah Agung (MA). Namun, muncul pula calon yang harus ditetapkan oleh KPU daerah sebagai konsekuensi dari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain itu, ada pula sengketa yang kembali disengketakan ke Panwaslu setelah muncul putusan dari PTTUN, seperti terjadi di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Beberapa alternatif

Ferry mengatakan, muncul beberapa usulan terkait dengan lembaga yang menangani sengketa pencalonan. Pertama, sengketa tidak ditangani oleh lembaga peradilan, tetapi ditangani oleh jajaran Bawaslu, mulai dari Panwaslu, kemudian banding dan kasasi ditangani oleh Bawaslu provinsi dan Bawaslu pusat. Kedua, terdapat pula gagasan sengketa ditangani Panwaslu, kemudian banding dilakukan ke PTTUN, tetapi tidak ada mekanisme kasasi ke MA guna menyingkat waktu.
“Tetapi, ini masih didiskusikan karena ini terkait dengan lembaga negara lainnya,” kata Ferry.
Fadli Ramadhanil, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengutarakan usulan yang hampir serupa. Selain opsi pertama, yaitu seluruh proses sengketa ditangani dalam tiga tingkatan oleh Bawaslu dan jajarannya, ia juga mengusulkan agar sengketa ditangani dalam dua tingkatan tanpa melibatkan Bawaslu. Dengan begitu, penanganan sengketa pencalonan langsung dilakukan di PTTUN, kemudian dapat diajukan kasasi ke MA.
Sementara itu, komisioner Bawaslu, Nelson Simanjuntak, mengatakan, pihaknya siap saja jika diminta untuk menangani keseluruhan tahapan sengketa pencalonan. Hanya saja, dia menilai akan lebih tepat jika sengketa itu langsung dilaksanakan di tingkat Bawaslu provinsi, tetapi kemudian para pihak bisa mengajukan banding ke Bawaslu pusat.
Nelson menilai, berdasarkan evaluasi sementara pilkada serentak 2015, Panwaslu yang bersifat ad hoc kesulitan menangani sengketa. Akibatnya, Bawaslu pusat harus cukup sering menyupervisi mereka.
“Tetapi, itu tergantung pula dengan tingkat kepercayaan masyarakat. Apakah mereka sudah bisa menerima jika seluruh tahapan sengketa pencalonan ditangani Bawaslu. Atau jika tidak, ya, dari Bawaslu provinsi kemudian diberikan peluang banding ke PTTUN dan kasasi ke MA,” kata Nelson. (GAL)
Kompas 15122015 Hal. 2

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.