JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia akan mengajukan legislative review atau revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Itu dilakukan setelah uji materi pasal terkait dokter layanan primer dan uji kompetensi dokter dalam undang-undang itu ditolak Mahkamah Konstitusi.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis pada jumpa pers di Jakarta, Kamis (10/12), IDI akan menggalang sikap menolak program dokter layanan primer (DLP).
Pihak PB IDI menghormati putusan MK atas permohonan uji materi Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) terkait dokter layanan primer sebagai proses hukum konstitusional. Namun, di Muktamar Ke-29 IDI, IDI menolak konsep dokter layanan primer.
Terkait hal itu, PB IDI akan mengajukan legislative review kepada pemerintah dan DPR. “Meski butuh waktu lama, kami akan manfaatkan kesempatan ini. Kami yakin Kementerian Kesehatan serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menghormati keputusan Muktamar IDI,” ucap Marsis.
Sebelumnya, Senin pekan lalu, MK menolak semua permohonan uji materi UU No 20/2013 yang diajukan PDUI karena dinilai tidak beralasan menurut hukum (Kompas, 8/12/2015).
Menurut Marsis, pada 2012, PB IDI dan Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer, yakni Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia dan PDUI, menyusun Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Itu disahkan Konsil Kedokteran Indonesia. Dalam SKDI, dokter harus menguasai 144 penyakit dan memberi layanan primer.
Standar itu diterapkan di pendidikan kedokteran pada 2013. Dokter yang dididik dengan SKDI 2012 baru lulus pada 2019. “Tak adil jika dokter dinilai kurang kompeten karena dididik lewat SKDI 2006 sehingga butuh program DLP,” ucapnya.
“Kami siapkan modul peningkatan kompetensi dokter tanpa pendidikan DLP setara spesialis. Jika DLP dipaksakan, ada kelas dokter biasa dan dokter layanan primer. Jika kapitasi berbeda, akan ada gejolak,” ujarnya.
Ketua Bidang Kajian Pendidikan PB IDI Akbar Muhammad Akbar menambahkan, kecenderungan warga berobat ke fasilitas layanan sekunder dipengaruhi kelengkapan sarana. (ADH)
Kompas 11122015 Hal. 14