JAKARTA, KOMPAS — Rencana Dewan Perwakilan Rakyat untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir tahun ini diperkirakan bakal tidak terlaksana. Melihat waktu sidang DPR tinggal pekan depan, kemungkinan besar revisi UU itu baru akan dibahas tahun depan.
“Kalau dilihat dari waktu yang tersisa, tinggal tiga hari waktu yang tersisa antara rapat paripurna dan masa reses. Itu tidak mungkin. Maka, masa sidang berikutnya saja kita mulai,” kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah di kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (10/12).
Sesuai dengan jadwal, Rapat Paripurna DPR untuk mengesahkan masuknya RUU KPK dan RUU Pengampunan Pajak dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 baru akan diadakan pekan depan, Selasa (15/12). Adapun waktu yang tersisa antara rapat paripurna tersebut dan masa reses DPR sangat sempit karena DPR akan mengakhiri masa sidang kedua tanggal 18 Desember mendatang.
Oleh karena itu, melihat waktu yang sangat terbatas, pembahasan revisi UU KPK diperkirakan baru dilakukan pada masa sidang ketiga DPR, yakni tahun 2016.
Sebelumnya, Rabu (9/12), Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengungkapkan, meskipun rapat paripurna pengesahan perubahan Prolegnas 2015 yang sebelumnya dijadwalkan 8 Desember lalu tertunda, dia optimistis pembahasan RUU KPK bisa berlangsung cepat jika materi-materi yang akan direvisi sudah disepakati oleh DPR dan pemerintah.
“RUU KPK juga bisa cepat pembahasannya kalau poin-poin yang akan dibahas sudah disepakati pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Mengenai penundaan rapat paripurna, Fahri membantah jika hal itu dilakukan DPR untuk menyandera dua RUU yang dianggap penting oleh pemerintah, khususnya RUU Pengampunan Pajak, demi kelancaran perkara dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto.
“Tenang, jangan dikaitkan. Rapat paripurna belum bisa dilakukan karena tidak ada yang datang,” ujar Fahri.
KPK tetap diperlukan
Sementara itu, pada puncak peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jawa Barat, Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki mengingatkan kepada pemerintah dan DPR bahwa pemberantasan korupsi memerlukan KPK.
Taufiequrachman Ruki mengibaratkan, memberantas korupsi tanpa lembaga KPK, atau memberantas korupsi dengan KPK yang lemah, sama saja dengan menggantang asap.
“Daripada kita menghabiskan waktu dan energi kita untuk berdebat tentang amandemen UU KPK dengan tujuan untuk melemahkannya, mengapa tidak kita gunakan saja energi itu untuk melakukan review atas sistem di sekeliling kita serta melakukan introspeksi atas perilaku kita yang selama ini masih koruptif,” katanya.
Terkait dengan rencana pembahasan revisi UU KPK, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyatakan, pemerintah berada dalam posisi menunggu konsep yang diajukan DPR. Namun, pada prinsipnya pemerintah tidak ingin memperlemah KPK, tetapi sebaliknya malah memperkuat KPK.
Bahkan, dalam rapat kerja dengan Baleg DPR, semalam, Menkumham kembali menegaskan bahwa UU KPK tetap direvisi. Jika gagal dibahas tahun ini, RUU KPK akan dibahas tahun 2016 bersama dengan RUU Pengampunan Pajak.
“Untuk dua RUU yang masuk perubahan Prolegnas 2015 yang sekarang belum disahkan di paripurna, seandainya kita tak bisa menyelesaikan pada 2015, kami usulkan menjadi luncuran tahun 2016,” katanya.
Seleksi pimpinan KPK
Sementara itu, terkait dengan proses seleksi calon pimpinan KPK, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional Mulfachri Harahap mengatakan, pihak DPR terus mendalami makalah para calon.
“Kami mau mengetahui konstruksi berpikir setiap calon dan bagaimana cara mereka memandang KPK. Profil tiap calon dapat dilihat dari penyusunan makalah itu,” kata Mulfachri.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menambahkan, secara umum makalah yang dibuat para calon pimpinan KPK sudah cukup mencerminkan konsep umum pencegahan korupsi ke depan.
“Umumnya, mereka tidak hanya fokus pada bidang penindakan. Ada sejumlah terobosan konsep di bidang pencegahan yang berbasis sistem teknologi informasi,” kata Arsul.
Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengingatkan agar DPR memilih calon pimpinan KPK berdasarkan integritas dan kapasitas yang dimiliki calon, dan tidak memilih calon yang berniat mencari kerja.
Ia mengajak masyarakat untuk ikut mengawal proses pemilihan yang dilakukan Komisi III DPR. “Publik tidak boleh membiarkan KPK dihuni oleh para pencari kerja yang tunduk terhadap kehendak kuasa politik,” tuturnya. (NTA/AGE/TAM/WHY)
Kompas 11122015 Hal. 3