JAKARTA – Pemerintah bakal melelang sedikitnya 10 blok minyak dan gas bumi pada tahun depan. Jumlah blok yang dilelang tidak jauh berubah dari tahun ini mengingat harga minyak masih rendah dan persaingan antar negara untuk menarik investor semakin ketat.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber DayaMineral Djoko Siswanto mengakui, lelang migas periode tahun ini minim peminat. Dari 11 blok migas konvensional dan nonkonvensional yang ditawarkan, baru sekitar empat perusahaan yang mengambil formulir lelang.
Karenanya, pada tahun depan, pemerintah belum berani melelang blok migas terlalu banyak. “Tahun depan paling tidak 10 blok. Bisa sama (jumlah yang blok dilelang) pada tahun ini saja sudah bagus,” kata dia di Jakarta, akhir pekan lalu.
Jumlah blok migas yang akan dilelang tersebut, jauh dari rencana yang dipaparkan kepada Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu. Waktu itu, pemerintah menyebut bakal melelang 21 blok migas konvensional dan nonkonvensional pada 2016. Ke-21 blok tersebut akan ditawarkanmelalui lelang reguler dan studi bersama.
Blok migas konvensional yang ditawarkan yakni sebanyak 13 blok, di mana sebanyak 8 blok ditawarkan melalui lelang reguler. Kedelapan blok migas konvensional tersebut yakni SE Mandar, Tomini Bay I, Tomini Bay II, Tomini Bay III, Tomini Bay IV, Gorontalo Tomini I, West Misool, dan Merauke. Sementara yang ditawarkan melalui studi bersama adalah Batu GajahDua, Bukit Barat, West Bengara, East Kendilo, dan Ebuny.
Untuk blok migas nonkonvensional yang dilelang yakni tiga blok shale gas dan lima blok gas metana batu bara (coal bed methane/CBM). Ketiga blok shale gas yakni Area Jambi, Area Sumteng Timur, dan Area Sumteng Tenggara. Sementara itu, kelima blok CBM ini adalah yakni Area Raja, Area Sumbagsel, Area Bunga Mas, Area West Air Komering, dan Area South Bengara.
Menurut Djoko, pemerintah tidak menambah jumlah blok migas yang dilelang lantaran masih ada kekhawatiran harga minyak pada tahun depan masih cukup rendah. Pasalnya, pasca anjloknya harga minyak, banyak perusahaan migas yang mengurangi investasinya. “Daripada sudah ditawarkan tetapi tidak laku, sedikit saja dulu,” ujarnya.
Selain itu, sebut dia, persaingan antar negara dalammenawarkan blok migas semakin ketat. Negara-negara lain terus menawarkan insentif fiskal yang lebih baik dari tahun ke tahun. Bagi hasil yang diberikan negara lain juga semakin membaik. Demikian juga perizinan bisnis migas di negara lain terus disederhanakan.
“Begitu mereka (negara lain) melihat kita begini-begini saja (dalam memberikan insentif), mereka tawarkan fiskal yang lebih baik,” jelas Djoko.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Zikrullah menambahkan, jika kondisi sektor migas di Indonesia tidak ada perubahan signifikan, investor hanya akan menunggu saja. Investor butuh adanya kepastian hukum dan penyerdehanaan sehingga bisa dengan mudah dan cepat memproduksikan blok migas yang dimenangkannya.
Jika hanya ada perbaikan insentif tertentu saja, hal itu disebutnya tidak akan berdampak banyak. Pasalnya, investor melihat terms and condition kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) secara keseluruhan. “Kalau peraturan sudah jelas, mereka akan ikut (lelang). Mereka (perusahaanmigas besar) ada di sini,” kata dia.
Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menambahkan, insentif dan kondisi fiskal yang ditawarkan pemerintah saat ini sudah tidakmenarik lagi. Pemerintah perlu segera membuat terobosan seperti Angola. Negara itu berhasil membuat terobosan di bisnis migas sehingga produksinya naik signifikan.
“Yang diperlukan terobosan yang benar,” tegas dia. Djoko meneruskan, pemerintah terus memperbaiki sistem lelang, term and condition kontrak, serta perizinan bisnis migas nasional. Untuk blok migas konvensional marjinal, laut dalam, dan terpencil bakal diberi term and condition yang sama dengan blok migas nonkonvensional. Sistem kontrak yang dipakai bisa gross split atau sliding scale. (ayu)
Investor Daily, Senin 30 November 2015, Hal. 6