JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyiapkan dana ekspansi sebesar US$ 500 juta tahun depan. Dari jumlah tersebut, sekitar US$ 160 juta akan diserap untuk keperluan Garuda. Sisanya US$ 340 juta dialokasikan untuk anak usaha perseroan, yaitu PT Citilink Indonesia, PT GMF AeroAsia, PT Gapura Angkasa, dan PT Aerowisata.
Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo mengatakan, sumber pendanaan ekspansi berasal dari kombinasi kas internal dan eksternal. Perseroan mengkaji opsi penerbitan obligasi dan pinjaman bank pada 2016, tergantung dari kinerja akhir tahun ini.
“Mayoritas belanja modal Garuda itu digunakan untuk pre-delivery payment pesawat. Kami juga akan memperkuat sistem teknologi informasi dan e-commerce,” kata Arif di Jakarta, Kamis (26/11).
Arif menjelaskan, perseroan akan mengadakan sebanyak 23 pesawat tahun depan. Pesawat tersebut terdiri atas 15 pesawat untuk Garuda, dan delapan pesawat untuk Citilink. Di rute-rute international, perseroan akan menambah lima Airbus A330 dan satu Boeing 777.
Arif belum dapat menjelaskan target kinerja tahun depan. Namun, dia optimistis kinerja akhir 2015 bisa positif. Perseroan pun akan memperkuat pasar umrah, haji, dan carter. Sedikitnya perseroan akan menambah sembilan pesawat jenis propeller tahun depan.
Sementara itu, perseroan juga berencana menambah frekuensi di rute-rute penerbangan jarak menengah, dengan destinasi Beijing, Shanghai, dan Guangzhou.
Hingga saat ini, lanjut dia, perseroan pun masih melakukan negosiasi terkait pemilihan manufaktur pengadaan pesawat, antara Airbus Group SEA dan Boeing Co. Ini merupakan tindak lanjut dari letter of intent yang telah ditandatangani di perhelatan Paris Airshow, Le Bourguet, Paris, pada Juni lalu.
“Proses negosiasi masih berlangsung, seiring dengan ini kami tengah menyusun fleet plan hingga 2025,” terang Arif.
Revaluasi Aset
Arif menjelaskan, perseroan telah menunjuk konsultan untuk melakukan revaluasi terhadap aset tetap berupa tanah dan bangunan. Perseroan menargetkan, proses revaluasi aset selesai sebelum akhir Desember 2015.
“Dari revaluasi ini, kami harap ekuitas bisa naik, tapi saya belum bisa perkirakan naik berapa kali lipat,” jelas dia.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan, bentuk aset tetap yang akan direvaluasi adalah tanah dan bangunan yang terletak di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Ambon, Medan, dan Semarang.
“Revaluasi ini bisa berdampak ke bottom line. Dan harus dilakukan tahun ini, Bisa rugi kalau dilakukan tahun depan, karena bisa naik lagi pajak penghasilan (PPh) finalnya 6% atau 10%,” kata dia, belum lama ini.
Seperti diketahui, pemerintah berencanamemberikan insentif berupa penurunan tarif PPh final atas selisih lebih penilaian ulang aset. Besaran persentase nilai penurunan tergantung periode revaluasi, yakni dari 10% menjadi 3%, 4%, atau 6%.
Adapun, jika perusahaanmengajukan permohonan fasilitas pada periode Desember 2015 dan melakukan revaluasi aset pada bulan yang sama, maka perusahaan tersebut diwajibkan membayar PPh final sebesar 3%.
Askhara menambahkan, aset Garuda dicatatkan dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS). Perseroan lebihmemilihmelakukan revaluasi terhadap tanah dan bangunan ketimbang terhadap mesin dan pesawat. Hal ini dilakukan guna menghindari resiko dari fluktuasi nilai tukar rupiah.
“Terakhir kali kami melakukan revaluasi aset tanah dan bangunan sekitar 1998. karena waktu itu krisis. Kalau melakukan revaluasi gedung dan tanah nilainya bisa lebih pasti ketimbang pesawat,” terang dia.
Garuda Indonesia berhasil meraih laba bersih tahun berjalan sebesar US$ 51,4 juta hingga kuartal III-2015, naik 123,4% dibanding periode sama tahun lalu. Ketika itu, perseroan mengalami kerugian US$ 220,1 juta.
Pencapaian Garuda Indonesia hingga September 2015 tersebut juga tercatat yang paling tinggi, dalamkurun waktu dua tahun terakhir. Pada semester III-2013, perseroan masih membukukan kerugian US$ 22,04 juta.
Seiring pertumbuhan laba bersih, perseroan juga berhasil mengalami peningkatan pendapatan usaha 0,5% menjadi US$ 2,84 miliar, dibanding kuartal III-2014 sebesar US$ 2,83 miliar.
Beban usaha perseroan pun berhasil diturunkan dari US$ 3,08miliar, menjadi US$ 2,72 miliar. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh efisiensi pada biaya bahan bakar yang menyusut menjadi US$ 806,5 juta pada kuartal III-2015, turun 31,4% dibanding kuartal III-2014 US$ 1,2 miliar. Penyusutan biaya ini juga merupakan kompensasi dari harga avtur yang turun 37,9% dibanding tahun lalu.
Investor Daily, Jumat 27 November 2015, Hal. 13