JAKARTA, KOMPAS — Jalur Sutra Baru Tiongkok berpotensi membuka perdagangan, logistik, dan investasi bagi Indonesia. Hal itu merupakan peluang bagi Indonesia meningkatkan perdagangan karena selama ini neraca perdagangan Indonesia ke-25 negara di jalur sutra itu masih defisit.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak, di Jakarta, Selasa (24/11), mengatakan, jalur sutra baru Tiongkok merupakan jalur perdagangan melalui Asia yang menghubungkan antara Timur dan Barat. Ada 25 negara yang termasuk jalur itu, termasuk negara-negara nontradisional, antara lain Tiongkok, Belanda, Turki, Sri Lanka, Ukraina, Bulgaria, dan India.
Sejak 2010, neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan ke-25 negara itu defisit. Pada 2014, neraca perdagangan nonmigas Indonesia defisit 3,81 miliar dollar AS dan pada Januari-September 2015 defisit 1,86 miliar dollar AS. Salah satu faktor penyebab, masih timpangnya perdagangan Indonesia dengan Tiongkok.
Berdasarkan hasil analisis Direktorat Jenderal PEN, Indonesia berpotensi menambah pasar di negara-negara nontradisional. Melalui pintu masuk Pelabuhan Nairobi, Kenya, misalnya, dan surplus perdagangan dengan India meningkat. Indonesia juga bisa mempergunakan jalur sutra sebagai jalur utama logistik yang terkoneksi dengan tol laut yang digagas Presiden Joko Widodo.
“Indonesia bisa menangkap peluang investasi infrastruktur penopang jalur itu, seperti pelabuhan dan jalur kereta api. Tiongkok telah berkomitmen membantu negara yang akan menopang jalur sutra,” kata Nus.
Pelonggaran
ASEAN dan Tiongkok menyepakati pelonggaran perjanjian perdagangan bebas. Pelonggaran itu menyangkut ketentuan perdagangan barang, jasa, modal, dan investasi yang pertama kali disepakati pada 2004.
Kesepakatan itu tertuang dalam Amandemen Kerangka Kerja atas Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif, di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu lalu. Penandatanganan amandemen itu dilakukan para menteri ekonomi negara-negara ASEAN dan Menteri Perdagangan Tiongkok Gao Hucheng.
Negosiasi ASEAN dan Tiongkok itu sempat berlangsung alot, terutama menyangkut sektor perdagangan barang terkait ketentuan asal barang (rule of origin/ROO). ROO lama mensyaratkan perdagangan barang ASEAN ke Tiongkok harus memiliki dua persyaratan. Kedua persyaratan itu, nilai konten regional sebuah produk 40 persen dan klasifikasi perubahan tarif pada empat digit pertama. Kedua syarat harus terpenuhi agar mendapatkan pengurangan tarif.
Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan Donna Gultom, di Jakarta, Senin lalu, menyatakan, kesepakatan pelonggaran itu menyangkut barang dan jasa. Untuk barang, pelonggaran hanya menyangkut ROO.
ROO lama itu menyulitkan Indonesia karena ada 600 produk Indonesia terganjal masuk ke negara ASEAN dan Tiongkok karena tidak bisa memenuhi dua syarat utama.
“Dengan adanya ketentuan baru hasil amandemen, produk Indonesia lebih longgar masuk ke Tiongkok. Pasalnya, ROO baru itu tidak mensyaratkan keduanya, tetapi salah satu saja,” kata Donna. (HEN/LAS)
Kompas 25112015 Hal. 17