Hulu Migas Kurang Diminati : Izin yang Lebih Ringkas Belum Terwujud

JAKARTA, KOMPAS — Investasi sektor hulu minyak dan gas bumi di Indonesia kurang diminati investor. Penawaran 11 wilayah kerja minyak dan gas bumi tahun ini baru sebatas pengambilan dokumen lelang oleh empat perusahaan. Perlu terobosan agar iklim investasi hulu minyak dan gas bumi lebih bergairah.

Demikian yang mengemuka dalam acara diskusi Forum Energi Pertamina 2015 bertema “Regulasi untuk Mempercepat Investasi Minyak dan Gas Bumi di Indonesia”, Selasa (24/11), di Jakarta.
Sebagai narasumber adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto, Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi M Zikrullah, Direktur Hulu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto, dan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara.
Kardaya mengatakan, dalam hal tingkat ketertarikan investor untuk berinvestasi di sektor hulu migas, Indonesia bisa disebut berada di posisi bawah. Artinya, Indonesia tidak menarik di mata investor. Perlu terobosan baru agar Indonesia menarik bagi investor untuk berinvestasi di sektor hulu migas.
“Yang sudah dilakukan pemerintah hanyalah memindahkan perizinan dari Kementerian ESDM ke BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Secara substansi, itu belum membuat perizinan menjadi ringkas,” kata Kardaya.
Menurut Zikrullah, rendahnya minat investor untuk berbisnis di sektor hulu migas di Indonesia bisa dilihat dari respons penawaran wilayah kerja migas oleh pemerintah. Pada 2010, tidak ada satu perusahaan pun yang berminat terhadap penawaran wilayah kerja migas di Indonesia. Selanjutnya, pada 2011, hanya ada satu perusahaan yang tertarik.
“Tahun ini, dari 11 wilayah kerja yang sudah ditawarkan kepada pemerintah, baru empat perusahaan yang mengambil dokumen lelang. Seharusnya, kondisi ini menjadi semacam peringatan bagi kita semua,” ucap Zikrullah.

Menawarkan

Agustus lalu, Kementerian ESDM menawarkan 11 wilayah kerja migas yang terdiri dari North Jabung di on shore Riau dan Jambi, Southwest Bengara di on shore Kalimantan Timur, West Berau di off shore Papua Barat, Rupat Labuhan di off shore Riau dan Sumatera Utara, West Asri di off shore Lampung, Oti di off shore Kalimantan Timur, North Adang di off shore Sulawesi Barat, Kasuri II di on shore Papua, Blora Deep, Central Bangkanai, dan Batu Ampar.
Djoko menambahkan, faktor lain yang menyebabkan investasi sektor hulu migas di Indonesia lesu adalah rendahnya harga minyak dunia. Saat ini, harga minyak berkisar 40 dollar AS per barrel sampai 50 dollar AS per barrel. Tahun lalu, harga minyak sempat mencapai di atas 100 dollar AS per barrel.
“Negara lain juga memberikan penawaran yang lebih menarik dalam hal bagi hasil dibandingkan dengan di Indonesia. Misalnya, bagian untuk investor lebih besar ketimbang yang diberikan Pemerintah Indonesia kepada mereka,” kata Djoko.
Soal kebijakan fiskal untuk menarik minat investor, menurut Suahasil, insentif yang diberikan pemerintah masih sebatas investasi untuk pembangunan kilang. Insentif tersebut berupa fasilitas pajak.

Kementerian ESDM, khususnya Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, menargetkan investasi sebanyak 23,7 miliar dollar AS pada 2015. Capaian investasi sampai Agustus 2015 adalah 6,8 miliar dollar AS. Secara keseluruhan, target investasi sektor ESDM tahun ini adalah 45,5 miliar dollar AS. Adapun realisasi sampai Agustus 2015 sebesar 20,9 miliar dollar AS. (APO)

Kompas 25112015 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.