PALEMBANG, KOMPAS — Pembayaran ganti rugi lebih dari 100 petak lahan yang terkena proyek Jalan Tol Palembang-Indaralaya, Sumatera Selatan, menggunakan pola konsinyasi, yaitu pembebasan lahan melalui pengadilan. Cara ini ditempuh untuk mempercepat pembebasan lahan karena petak-petak tersebut masih dalam sengketa kepemilikan.
Dengan pola konsinyasi, kata Asisten II Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumsel Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Ruslan Bahri, pemerintah cukup menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan untuk diserahkan kepada pemilik lahan yang berhak. Pola ini ditempuh sebagai langkah terakhir. Ini sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepentingan Umum.
Sengketa kepemilikan lahan membuat pembebasan sulit dilakukan meskipun pertemuan sudah berulang kali dilakukan. Kondisi ini bisa menyebabkan pembangunan jalan tol sepanjang sekitar 22 kilometer itu tertunda. “Pemerintah sudah menitipkan uang ganti rugi (ke pengadilan) dan lahan sudah bisa dibebaskan untuk dikerjakan,” katanya saat meninjau pembangunan Jalan Tol Palembang-Indralaya di titik nol di Palembang, Senin (23/11).
Menurut Ruslan, pembebasan lahan dengan pola konsinyasi ini merupakan yang terbesar yang pertama dilakukan untuk proyek pembangunan di Sumsel. Sebelumnya, pola konsinyasi juga ditempuh dalam pembebasan lahan untuk pembangunan Jalan Layang Jakabaring, tetapi hanya untuk dua orang.
Saat ini, penggarapan jalan tol sudah memasuki lapisan pertama dan pengerasan rawa-rawa serta sebagian sudah memasuki pelapisan kedua. Dari total panjang jalan tol, sekitar 17 kilometer merupakan kawasan rawa. Kondisi lahan ini sebelumnya menjadi kendala teknis terbesar. Pengerasan kawasan rawa ini menggunakan teknik penyedotan (vacuum) dari Tiongkok.
Ruas Jalan Tol Palembang-Indralaya merupakan bagian dari proyek pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera dari Lampung hingga Aceh. Ruas ini dikerjakan PT Hutama Karya (Persero) dengan total anggaran sekitar Rp 3,3 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 1,24 triliun merupakan pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Proyek yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu ini ditargetkan selesai paling lambat Juni 2018. Jalan Tol Palembang-Indralaya merupakan infrastruktur pendukung Asian Games pada Agustus 2018.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Marwan Cik Asan menyatakan apresiasi karena pengerjaan Jalan Tol Palembang-Indralaya merupakan salah satu pengerjaan jalan tol tercepat. Dia optimistis proyek tersebut akan selesai sesuai target.
Komisi XI menyoroti pembangunan jalan tol terkait skema pembiayaan bekerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) untuk memenuhi kebutuhan awal biaya pembangunan infrastruktur. Hal ini terkait pembentukan lembaga pembiayaan infrastruktur gabungan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dengan Pusat Investasi Pemerintah untuk memperbesar ketersediaan dana dan memperluas jangkauan.
Selama ini, pembiayaan proyek infrastruktur menjadi masalah utama perekonomian nasional. “Melihat pembangunan jalan tol ini, kami akan mendukung agar lembang pembiayaan pembangunan infrastruktur segera terbentuk,” kata Marwan.
Di Jawa Barat, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arief Sabaruddin mengatakan, hasil penelitian kurang dimaksimalkan dalam perencanaan pembangunan, seperti di bidang infrastruktur. Padahal, tidak jarang penelitian menghasilkan inovasi yang dapat menghemat biaya, mempersingkat waktu pembangunan, dan ramah lingkungan.
“Masih banyak desain pembangunan yang belum mempertimbangkan keterbatasan sumber daya alam,” ujarnya dalam Konferensi Manajemen dan Teknologi Lingkungan (ETMC) Ke-5 di Institut Teknologi Bandung, Senin. (ire/tam)
Kompas 24112015 Hal. 21